oleh: AB Sudrajat
suarakuningan - Corporate social responsibility atau yang di indonesiakan menjadi tanggung jawab sosial perusahaan sebagai sebuah konsep yang makin populer, Nuryana menyatakan secara konseptual, CSR adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis dan interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan (stakeholder) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan.
Dengan kata lain tanggungjawab sosial perusahaan merupakan peranan perusahaan dalam menyikapi masalah–masalah yang berkaitan dengan operasi perusahaan yang berdampak pada sosial dan lingkungan.
Munculnya konsep CSR didorong oleh terjadinya kecenderungan pada masyarakat industri yang dapat disingkat sebagai fenomena DEAF sebuah akronim dari Dehumanisasi, Equalisasi, Aquariumisasi Dan Feminisasi. Dehumanisasi industri, Efisiensi dan mekanisme yang semakin menguat di dunia industri telah menciptakan persoalan-persoalan kemanusiaan baik bagi kalangan buruh di perusahaan tersebut, maupun bagi masyarakat di sekitar perusahaan. Equalisasi hak-hak publik, Masyarakat kini semakin sadar akan haknya untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan atas berbagai masalah sosial yang seringkali ditimbulkan oleh beroperasinya perusahaan.
Kesadaran ini semakin menuntut akuntabilitas perusahaan bukan saja dalam proses produksi, melainkan pula dalam kaitannya dengan kepededulian perusahaan terhadap berbagai dampak sosial yang ditimbulkannya. Aquariumisasi dunia industri, Dunia kerja ini semakin transparan dan terbuka laksana sebuah akuarium. Perusahaan yang hanya memburu rente ekonomi dan cenderung mengabaikan hukum, prinsip etis, dan filantropis tidak akan dapat dukungan publik.
Feminisasi dunia kerja, semakin banyaknya wanita yang bekerja, semakin menuntut penyesuaian perusahaan, bukan saja terhadap lingkungan internal organisasi, seperti pemberian cuti hamil dan melahirkan, keselamatan dan kesehatan kerja, melainkan pula terhadap timbulnya biaya-biaya sosial.
Dimensi Corporate Social Responsibility
Elkington menyatakan bahwa perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Tapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Di sini bottom lines lainnya selain finansial juga adalah sosial dan lingkungan. Karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan hanya akan terjamin apabila, perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar, di berbagai tempat dan waktu muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidupnya.
Profit. Fisher mendefinisikan laba sebagai serangkaian kejadian yang berhubungan dengan kondisi yang berbeda dalam tiga hal. Pertama, laba kepuasan batin, adalah laba yang muncul dari konsumsi sesungguhnya atas barang dan jasa yang menghasilkan kesenangan batin dan kepuasan atas keinginan. Kedua ialah laba sesungguhnya yaitu pernyataan atas kejadian yang memberikan peningkatan kesenangan batin. Ketiga adalah laba uang yang menunjukan semua uang yang diterima dan dengan tujuan digunakan untuk konsumsi guna memenuhi biaya hidup.
Maka dari itu laba untuk pemenuhan kebutuhan karyawan dapat berupa gaji karyawan yang sesuai dengan standar kebutuhan hidup, perhatian terhadap masalah kesehatan dan kualitas karyawan, dipenuhinya aspek-aspek psikologi karyawan dan penciptaan iklim-iklim kerja yang kondusif bagi terciptanya suasana kerja yang baik. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang. Memang pada dasarnya perusahaan juga dituntut untuk menghasilkan laba yang sebesar-besarnya guna melanjutkan operasi perusahaan, tapi bukan berarti harus mengabaikan kedua hal diatas tadi yaitu tanggung jawab sosial dan lingkungan.
People. Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia. Beberapa perusahaan mengembangkan program CSR seperti pemberian beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal dan bahkan ada perusahaan yang merancang skema perlindungan sosial bagi warga setempat. Model tanggung jawab yang satu ini banyak jenisnya dan banyak caranya, Tapi yang perlu diperhatikan disini yaitu terbagi pada tanggung jawab sosial yang sifatnya intern dan ekstern. Dimana intern yang meliputi kesejahteraan karyawan sedangkan ekstern yang meliputi tangung jawab sosial di luar perusahan, misalnya terhadap dunia pendidikan, kesejahteraan masyarakat dan lain sebagainya.
Plannet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan keragaman hayati. Menurut peraturan bank indonesia No. 7/2/PBI/2005, pasal 11 ayat 1 e menyatakan bahwa penilaian terhadap prospek usaha dilakukan berdasarkan penilaian terhadap komponen-komponen tersebut : (e) upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara lingkungan hidup. Menurut undang-undang No. 23/1997 pasal 6 ayat 1 menyatakan bahwa “Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan”. Setiap umat manusia berkewajiban untuk menjaga lingkungan hidup baik secara individu, kelompok ataupun korporasi.
Kecenderungan selama ini menunjukan makin banyak kalangan akademisi maupun praktisi bisnis yang semakin menyadari pentingnya CSR. Mencari keuntungan merupakan hal penting bagi perusahaan. Tetapi, hal itu tidak harus melepaskan diri dari hal lain diluar mencari keuntungan, yakni mengembangkan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. CSR sangat relevan diterapkan oleh dunia usaha di Indonesia. Selain karena kebijakan sosial dan kebijakan kesejahteraan cenderung bernuansa residul dan parsial (tidak melembaga dan terintegrasi dengan sistem perpajakan seperti halnya di Negara-negara yang menganut welfare state), mayoritas masyarakat Indonesia masih hidup dalam kondisi serba kekurangan.
Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan bukanlah hal baru bagi masyarakat di dunia secara umum. Gagasan pembangunan berkelanjutan sudah dimulai ketika Brundtland Comission merumuskan dan mendefisinisikan istilah pembangunan berkelanjutan tersebut. Prinsip pembangunan berkelanjutan adalah “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”.
Sebagaimana hasil Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Jeneiro Brazilia 1992, menyepakati perubahan paradigma pembangunan, dari pertumbuhan ekonomi (economic growth) menjadi pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Maka yang dimaksud dengan Pembangunan Berkelanjutan yaitu Jumlah total kapital sosial, ekonomi, lingkungan, budaya, politik, personal yang ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya minimal sama.
Dengan kata lain yang dimaksud dengan pembangunan berkelanjutan yaitu suatu konsep pembangunan dimana dalam prosesnya tidak menggangu apa yang akan diwarisi generasi setelahnya.
CSR untuk Pembangunan Berkelanjutan
Coorporate Social Responsibility (CSR), merupakan wacana yang lagi mengemuka di dunia perusahaan multinational. Wacana ini digunakan oleh perusahaan dalam rangka mengambil peran menghadapi perekonomian menuju pasar bebas, perkembangan pasar bebas yang telah membentuk ikatan-ikatan ekonomi dunia dengan terbentuknya AFTA, APEC dan sebagainya, telah mendorong perusahaan dari berbagai penjuru dunia untuk secara bersama melaksanakan aktivitasnya dalam rangka mensejahterakan masyarakat di sekitarnya.
Sesungguhnya substansi keberadaan CSR adalah dalam rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri disebuah kawasan, dengan jalan membangun kerjasama antar stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun program-program pengembangan masyarakat sekitarnya. Atau dalam pengertian kemampuan perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, komunitas dan stakeholder yang terkait dengannya, baik lokal, nasional, maupun global. Karenanya pengembangan CSR ke depan seyogianya mengacu pada konsep pembangunan yang berkelanjutan (Sustainability development).
Dalam perspektif perusahaan, di mana keberlanjutan dimaksud merupakan suatu program sebagai dampak dari usaha-usaha yang telah dirintis, berdasarkan konsep kemitraan dan rekanan dari masing-masing stakeholder. Ada lima elemen sehingga konsep keberlanjutan menjadi penting, di antaranya adalah ; (1) ketersediaan dana, (2) misi lingkungan (3) tanggung jawab sosial, (4) terimplementasi dalam kebijakan (masyarakat, korporat, dan pemerintah) (5) mempunyai nilai keuntungan.
Prinsip keberlanjutan ini mengedepankan pertumbuhan, khususnya bagi masyarakat miskin dalam mengelola lingkungannya dan kemampuan institusinya dalam mengelola pembangunan, serta strateginya adalah kemampuan untuk mengintegrasikan dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial yang menghargai kemajemukan ekologi dan sosial budaya. Kemudian dalam proses pengembangannya tiga stakeholder inti diharapkan mendukung penuh, di antaranya adalah; perusahaan, pemerintah dan masyarakat.
Dengan melihat deskripsi diatas maka adanya hubungan yang erat antara CSR dan pembangunan berkelanjutan. Karena pada dasarnya CSR mengedepankan 3 prinsipnya yaitu economy, society, environment yang kemudian sesuai dengan piramida keberlanjutan. Maka dari itu dengan penerapan CSR yang kontinuitas akan membantu dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan.***
Dengan kata lain tanggungjawab sosial perusahaan merupakan peranan perusahaan dalam menyikapi masalah–masalah yang berkaitan dengan operasi perusahaan yang berdampak pada sosial dan lingkungan.
Munculnya konsep CSR didorong oleh terjadinya kecenderungan pada masyarakat industri yang dapat disingkat sebagai fenomena DEAF sebuah akronim dari Dehumanisasi, Equalisasi, Aquariumisasi Dan Feminisasi. Dehumanisasi industri, Efisiensi dan mekanisme yang semakin menguat di dunia industri telah menciptakan persoalan-persoalan kemanusiaan baik bagi kalangan buruh di perusahaan tersebut, maupun bagi masyarakat di sekitar perusahaan. Equalisasi hak-hak publik, Masyarakat kini semakin sadar akan haknya untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan atas berbagai masalah sosial yang seringkali ditimbulkan oleh beroperasinya perusahaan.
Kesadaran ini semakin menuntut akuntabilitas perusahaan bukan saja dalam proses produksi, melainkan pula dalam kaitannya dengan kepededulian perusahaan terhadap berbagai dampak sosial yang ditimbulkannya. Aquariumisasi dunia industri, Dunia kerja ini semakin transparan dan terbuka laksana sebuah akuarium. Perusahaan yang hanya memburu rente ekonomi dan cenderung mengabaikan hukum, prinsip etis, dan filantropis tidak akan dapat dukungan publik.
Feminisasi dunia kerja, semakin banyaknya wanita yang bekerja, semakin menuntut penyesuaian perusahaan, bukan saja terhadap lingkungan internal organisasi, seperti pemberian cuti hamil dan melahirkan, keselamatan dan kesehatan kerja, melainkan pula terhadap timbulnya biaya-biaya sosial.
Dimensi Corporate Social Responsibility
Elkington menyatakan bahwa perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Tapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Di sini bottom lines lainnya selain finansial juga adalah sosial dan lingkungan. Karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan hanya akan terjamin apabila, perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar, di berbagai tempat dan waktu muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidupnya.
Profit. Fisher mendefinisikan laba sebagai serangkaian kejadian yang berhubungan dengan kondisi yang berbeda dalam tiga hal. Pertama, laba kepuasan batin, adalah laba yang muncul dari konsumsi sesungguhnya atas barang dan jasa yang menghasilkan kesenangan batin dan kepuasan atas keinginan. Kedua ialah laba sesungguhnya yaitu pernyataan atas kejadian yang memberikan peningkatan kesenangan batin. Ketiga adalah laba uang yang menunjukan semua uang yang diterima dan dengan tujuan digunakan untuk konsumsi guna memenuhi biaya hidup.
Maka dari itu laba untuk pemenuhan kebutuhan karyawan dapat berupa gaji karyawan yang sesuai dengan standar kebutuhan hidup, perhatian terhadap masalah kesehatan dan kualitas karyawan, dipenuhinya aspek-aspek psikologi karyawan dan penciptaan iklim-iklim kerja yang kondusif bagi terciptanya suasana kerja yang baik. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang. Memang pada dasarnya perusahaan juga dituntut untuk menghasilkan laba yang sebesar-besarnya guna melanjutkan operasi perusahaan, tapi bukan berarti harus mengabaikan kedua hal diatas tadi yaitu tanggung jawab sosial dan lingkungan.
People. Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia. Beberapa perusahaan mengembangkan program CSR seperti pemberian beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal dan bahkan ada perusahaan yang merancang skema perlindungan sosial bagi warga setempat. Model tanggung jawab yang satu ini banyak jenisnya dan banyak caranya, Tapi yang perlu diperhatikan disini yaitu terbagi pada tanggung jawab sosial yang sifatnya intern dan ekstern. Dimana intern yang meliputi kesejahteraan karyawan sedangkan ekstern yang meliputi tangung jawab sosial di luar perusahan, misalnya terhadap dunia pendidikan, kesejahteraan masyarakat dan lain sebagainya.
Plannet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan keragaman hayati. Menurut peraturan bank indonesia No. 7/2/PBI/2005, pasal 11 ayat 1 e menyatakan bahwa penilaian terhadap prospek usaha dilakukan berdasarkan penilaian terhadap komponen-komponen tersebut : (e) upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara lingkungan hidup. Menurut undang-undang No. 23/1997 pasal 6 ayat 1 menyatakan bahwa “Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan”. Setiap umat manusia berkewajiban untuk menjaga lingkungan hidup baik secara individu, kelompok ataupun korporasi.
Kecenderungan selama ini menunjukan makin banyak kalangan akademisi maupun praktisi bisnis yang semakin menyadari pentingnya CSR. Mencari keuntungan merupakan hal penting bagi perusahaan. Tetapi, hal itu tidak harus melepaskan diri dari hal lain diluar mencari keuntungan, yakni mengembangkan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. CSR sangat relevan diterapkan oleh dunia usaha di Indonesia. Selain karena kebijakan sosial dan kebijakan kesejahteraan cenderung bernuansa residul dan parsial (tidak melembaga dan terintegrasi dengan sistem perpajakan seperti halnya di Negara-negara yang menganut welfare state), mayoritas masyarakat Indonesia masih hidup dalam kondisi serba kekurangan.
Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan bukanlah hal baru bagi masyarakat di dunia secara umum. Gagasan pembangunan berkelanjutan sudah dimulai ketika Brundtland Comission merumuskan dan mendefisinisikan istilah pembangunan berkelanjutan tersebut. Prinsip pembangunan berkelanjutan adalah “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”.
Sebagaimana hasil Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Jeneiro Brazilia 1992, menyepakati perubahan paradigma pembangunan, dari pertumbuhan ekonomi (economic growth) menjadi pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Maka yang dimaksud dengan Pembangunan Berkelanjutan yaitu Jumlah total kapital sosial, ekonomi, lingkungan, budaya, politik, personal yang ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya minimal sama.
Dengan kata lain yang dimaksud dengan pembangunan berkelanjutan yaitu suatu konsep pembangunan dimana dalam prosesnya tidak menggangu apa yang akan diwarisi generasi setelahnya.
CSR untuk Pembangunan Berkelanjutan
Coorporate Social Responsibility (CSR), merupakan wacana yang lagi mengemuka di dunia perusahaan multinational. Wacana ini digunakan oleh perusahaan dalam rangka mengambil peran menghadapi perekonomian menuju pasar bebas, perkembangan pasar bebas yang telah membentuk ikatan-ikatan ekonomi dunia dengan terbentuknya AFTA, APEC dan sebagainya, telah mendorong perusahaan dari berbagai penjuru dunia untuk secara bersama melaksanakan aktivitasnya dalam rangka mensejahterakan masyarakat di sekitarnya.
Sesungguhnya substansi keberadaan CSR adalah dalam rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri disebuah kawasan, dengan jalan membangun kerjasama antar stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun program-program pengembangan masyarakat sekitarnya. Atau dalam pengertian kemampuan perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, komunitas dan stakeholder yang terkait dengannya, baik lokal, nasional, maupun global. Karenanya pengembangan CSR ke depan seyogianya mengacu pada konsep pembangunan yang berkelanjutan (Sustainability development).
Dalam perspektif perusahaan, di mana keberlanjutan dimaksud merupakan suatu program sebagai dampak dari usaha-usaha yang telah dirintis, berdasarkan konsep kemitraan dan rekanan dari masing-masing stakeholder. Ada lima elemen sehingga konsep keberlanjutan menjadi penting, di antaranya adalah ; (1) ketersediaan dana, (2) misi lingkungan (3) tanggung jawab sosial, (4) terimplementasi dalam kebijakan (masyarakat, korporat, dan pemerintah) (5) mempunyai nilai keuntungan.
Prinsip keberlanjutan ini mengedepankan pertumbuhan, khususnya bagi masyarakat miskin dalam mengelola lingkungannya dan kemampuan institusinya dalam mengelola pembangunan, serta strateginya adalah kemampuan untuk mengintegrasikan dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial yang menghargai kemajemukan ekologi dan sosial budaya. Kemudian dalam proses pengembangannya tiga stakeholder inti diharapkan mendukung penuh, di antaranya adalah; perusahaan, pemerintah dan masyarakat.
Dengan melihat deskripsi diatas maka adanya hubungan yang erat antara CSR dan pembangunan berkelanjutan. Karena pada dasarnya CSR mengedepankan 3 prinsipnya yaitu economy, society, environment yang kemudian sesuai dengan piramida keberlanjutan. Maka dari itu dengan penerapan CSR yang kontinuitas akan membantu dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan.***
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.