Tergambar sebuah aliran sungai yang tak bisa lagi mampu menopang kehidupan penghuni setempat, yang selayaknya sungai di perkampungan masih menjadi tempat mencuci, tempat bermandi, dan di bagian hilirnya adalah tempat be-a-be menjadi tak lagi bersahabat. Namun itu bukanlah kesalahan sungai, akan tetapi kebiadaban penghuninya yang tak lagi berperadaban. Namun itu pun bukan mutlak kesalahan penghuninya, akan tetapi keadaan yang memaksa.
Kampung "Barok" adalah kampung penyamun yang di dalamnya terdapat copet dan jambret yang bertokoh sentral Barok yang beraja di kerajaan copet. Ini merupakan ide utuh dari seorang Aan Sugiantomas. Dia secara apik mengangkat alam pikirannya untuk diangkat ke atas panggung -- dari panggung kehidupan ke panggung pentas.
Baca Juga:
Tiga Sihir Waktu Teater Sado
Dalam "Barok", Aki masih setia dengan sungainya, ia menganggap bahwa sungai masih bisa memberi kehidupan. Padahal Aki tahu bahwa sungainya tak dapat lagi memberinya kehidupan. Ia gambarkan filosofis mancing dari berbagai sudut pandang. Untuk hobikah, untuk kehidupankah, untuk pemuaskah, atau untuk menghindar dari kepungan permasalahan pribadinya?
Dalam "Barok" ada watak "jojodog unggah ka salu" yang diperankan oleh sang pejabat berjabat Camat beserta ibu dan anaknya. Namun di sana ada bodoh, dan ada pula pintar. Sang pejabat itu pintar dalam menapaki kariernya, namun bodoh dalam memimpin dan bersosialisasi di masyarakat. Demikian pula nyonya dan anaknya.
"Barok" dalam Aan Sugiantomas mengkaitkan diri dengan "Karnadi" dalam "Rusiah Nu Goreng Patut" -- yang konon kabarnya inipun bukan kisah imajinasi, namun kisah nyata pada jaman kolonial. Ketertarikan dengan cerita ini: Barok (tdak bodoh, tidak tahu, sebab tidak pernah) tentu saja sangat beralasan -- karena "Barok" adalah sebuah kecerdikan. Baik barok maupun Karnadi tidak pula mewakili karakter Ki Sunda secara umum yang secara filosofisnya digambarkan oleh Kabayan dan Lamsijan yang terkenal dalam sastra lisan Sunda. Jika Si Kabayan adalah tokoh "bodo tapi pinter", maka dalam Si Lamsijan ada;ah "bodo katotoloyoh". Hal ini yang membuat "Barok" menjadi tokoh keempat setelah Si Lamsijan, Si Kabayan, dan Karnadi.
Selamat buat Barok, Aan Sugiantomas, para artis pendukung. Sukses selalu, dan lanjutkan.
Dalam "Barok" ada watak "jojodog unggah ka salu" yang diperankan oleh sang pejabat berjabat Camat beserta ibu dan anaknya. Namun di sana ada bodoh, dan ada pula pintar. Sang pejabat itu pintar dalam menapaki kariernya, namun bodoh dalam memimpin dan bersosialisasi di masyarakat. Demikian pula nyonya dan anaknya.
"Barok" dalam Aan Sugiantomas mengkaitkan diri dengan "Karnadi" dalam "Rusiah Nu Goreng Patut" -- yang konon kabarnya inipun bukan kisah imajinasi, namun kisah nyata pada jaman kolonial. Ketertarikan dengan cerita ini: Barok (tdak bodoh, tidak tahu, sebab tidak pernah) tentu saja sangat beralasan -- karena "Barok" adalah sebuah kecerdikan. Baik barok maupun Karnadi tidak pula mewakili karakter Ki Sunda secara umum yang secara filosofisnya digambarkan oleh Kabayan dan Lamsijan yang terkenal dalam sastra lisan Sunda. Jika Si Kabayan adalah tokoh "bodo tapi pinter", maka dalam Si Lamsijan ada;ah "bodo katotoloyoh". Hal ini yang membuat "Barok" menjadi tokoh keempat setelah Si Lamsijan, Si Kabayan, dan Karnadi.
Selamat buat Barok, Aan Sugiantomas, para artis pendukung. Sukses selalu, dan lanjutkan.
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.