oleh: Achmad Asikin
Pemuda adalah harapan bangsa, tumpuan, dan tulang punggung negara. Sebagai tulang punggung negara seharusnya para pemuda mampu memberikan kontribusi untuk memajukan bangsa, khususnya pada pemerintahan dimana ia berada.
Sebab hanya para pemuda lah satu-satunya harapan bangsa yang mampu membawa perubahan ke arah positif di tengah carut-marutnya Bangsa Indonesia. Hanya di tangan para pemudalah maju atau mundurnya negara tercinta.
Indonesia merdeka dari penjajahan bangsa kolonial bukan semata-mata karena kebetulan, melainkan karena adanya upaya serta semangat perjuangan dari para pemuda untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur, seperti yang tertuang dalam teks pembukaan Undang-undang Dasar tahun 1945. Tidak dapat dipungkiri bahwa para pemuda juga turut berpartisifasi aktif dalam upaya persiapan kemerdekaan Indonesia. Bahkan setelah Indonesia merdeka, para pemudalah yang dipercaya untuk meneruskan perjuangan para pahlawan sebagai generasi penerus bangsa.
Namun, saat ini semangat para pemuda dalam meneruskan perjuangan para pahlawan seolah luntur. Seolah tak ada motivasi, bahkan terkesan acuh tak acuh dalam memajukan bangsanya sendiri. Saat ini, mayoritas para pemuda khususnya di Kabupaten Kuningan lebih menyukai hal-hal yang sifatnya kesenangan sesaat, seperti hura-hura, mengkonsumsi obat-obatan terlarang, minuman keras, sex bebas, dan lain-lain.
Mereka seolah enggan memikirkan kondisi pemerintahannya sendiri, baik pemerintah desa maupun kota. Mereka seolah tidak perduli akan maju mundurnya pemerintah Kabupaten Kuningan. Hal tersebut bukan berarti suatu permasalahan tanpa sebab, tentu ada sebab dan alasan mengapa hal seperti itu bisa terjadi.
Permasalahan-permasalahan yang terjadi di Kabupaten Kuningan seperti yang disebutkan di atas merupakan Pekerjaan Rumah (PR) bagi kita bersama, bukan hanya tanggung jawab Bupati sebagai kepala daerah saja, melainkan tanggung jawab kita bersama sebagai masyarakat Kuningan.
Untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, tentu kita harus tahu akar permasalahannya, faktor penyebabnya, kemudian barulah kita tentukan upaya apa yang harus dilakukan untuk menyiasati permasalahan tersebut agar dapat diminimalisasi, sehingga permasalahan-permasalahan tersebut tidak terjadi lagi.
Saya sebagai pemuda tentu sangat prihatin dengan kondisi Kabupaten Kuningan saat ini. Saya kira, salah satu faktor penyebab terjadinya jiwa muda acuh terhadap maju mundurnya pemerintahan di Kabupaten Kuningan yakni tidak adanya peluang bagi para pemuda untuk menjadi seorang pemimpin. Para pemuda terkesan dipandang sebelah mata, seolah tidak diberi kepercayaan dan kesempatan untuk menduduki kursi kepemimpinan.
Hal tersebut dapat dibuktikan pada struktur aparatur pemerintahan desa yang ada di Kabupaten Kuningan. Mayoritas yang menduduki jabatan Kepala Desa adalah orang yang usianya rata-rata 35 tahun ke atas. Begitupun dengan Sekretaris Desa, Kaur Umum, Kaur Keuangan, Kaur Pemerintahan, Kaur Ekbang, Kaur Kesra, sampai Kepala Dusun. Mayoritas yang menduduki jabatan-jabatan tersebut adalah orang-orang yang usianya 35 tahun ke atas.
Bahkan jabatan Ketua Rukun Tetangga (RT) dan Ketua Rukun Warga (RW) pun demikian. Padahal jika melihat kualitas dan kinerja aparatur pemerintahan desa, saya kira para pemudalah yang lebih efektif untuk menduduki jabatan-jabatan tersebut.
Saya banyak menemukan kasus-kasus yang berkaitan dengan kualitas para perangkat desa yang tidak maksimal. Banyak para perangkat desa dari mulai Kepala Desa sampai Kepala Dusun yang tidak bisa mengoprasikan komputer. Padahal pengetahuan, keterampilan, serta kemampuan menggunakan teknologi seperti komputer merupakan hal paling substansi dalam pengadministrasian di setiap desa. Sungguh ironis, jika para perangkat desa yang ada di Kabupaten Kuningan hanya sebagian kecil yang mampu mengoperasikan komputer.
Hal tersebut merupakan salah satu sampel realita dilapangan. Kita dapat membayangkan, bagaimana Kabupaten Kuningan bisa maju, berkembang, serta mampu bersaing dengan Kabupaten lain jika kenyataanya seperti ini. Sebab, kualitas para perangkat desa dan majunya sebuah desa merupakan salah satu indikator kemajuan Kabupaten Kuningan.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang semakin pesat seperti saat ini, ternyata tak diimbangi dengan Sumber Daya Manusia (SDM) para perangkat desa yang usianya 35 tahun ke atas. Hal ini disebabkan karena masyarakat yang usianya di atas 35 tahun biasanya malas untuk mengikuti perkembangan teknologi.
Malas mempelajari sesuatu yang baru dan tidak ada kemauan untuk mengembangkan segala potensi dalam diri. Padahal jika mereka sungguh-sungguh, tentu siapapun akan bisa. Buktinya banyak juga para pendidik seperti guru, dosen, maupun tenaga kependidikan yang sudah lanjut usia namun mampu mengikuti perkembangan teknologi.
Berbeda dengan pemuda, biasanya jiwa muda lebih semangat, kreatif, serta inovatif dalam mencari hal-hal baru untuk perubahan ke arah positif. Kita harus mengakui, bahwa meskipun banyak para pemuda yang terjerumus ke hal-hal negatif seperti disebutkan di atas tetapi banyak juga para pemuda yang berkompeten, berpengalaman, mempunyai keterampilan, dan aktif di berbagai organisasi.
Misalnya para pemuda yang aktif di KNPI Kuningan, ataupun para pemuda yang aktif di organisasi lain. Mengapa pemerintah desa tidak memberikan kepercayaan kepada mereka untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan desa. Padahal kualitas, kompetensi, keterampilan, serta pengalaman para pemuda tersebut sudah terbukti.
Setiap tahun perguruan tinggi yang ada di Kabupaten Kuningan, seperti Universitas Kuningan (Uniku), Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP), Universitas Islam Al-Ihya (Unisa) meluluskan ratusan bahkan ribuan sarjana. Sebagian dari mereka banyak yang masih menganggur. Mengapa pemerintah desa tidak mendayagunakan mereka agar ilmu pengetahuan, keterampilan, serta pengalamannya pada saat kuliah bisa bermanfaat untuk memajukan sebuah desa.
Bayangkan jika dalam aparatur pemerintah desa hanya ada beberapa orang saja yang mampu mengoperasikan komputer, tentu suatu pekerjaan akan terhambat. Padahal pemerintah Kabupaten Kuningan sudah memfasilitasi setiap desa berupa komputer lengkap beserta printernya, tetapi fasilitas tersebut tidak dimanfaatkan secara optimal. Kadang saya melihat komputer yang ada di kantor Kepala Desa hanya sebagai hiasan meja kerja. Mereka cenderung lebih memilih menggunakan mesin Tik dalam hal pembuatan surat izin, surat rekomendasi, surat pengantar dan lain-lain.
Dalam hal penulisan surat resmi pun, kadangkala bagi perangkat desa yang sudah lanjut usia banyak kesalahan-kesalahan dalam penulisan surat. Baik kesalahan dalam teknik penulisan, seperti kesalahan pada stuktur surat, penggunaan tanda baca, dan penempatan posisi tanda tangan, maupun kesalahan dalam penggunaan bahasa baku. Sebagai seorang mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), tentu saya mengetahui dimana letak kesalahan-kesalahan tersebut. Sebab, itu merupakan objek kajian mahasiswa PBSI.
Biasanya kesalahan-kesalahan tersebut terjadi karena para perangkat desa mengikuti arsip surat yang ada, sebab mereka tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Mereka tidak tahu bagaimana teknik menulis surat resmi yang sesuai dengan kaidah, akhirnya mereka mengikuti arsip yang ada.
Atas dasar itulah mengapa Kuningan butuh para pemimpin muda untuk menggerakan roda pembangunan, khususnya pembangunan di setiap desa. Sebab, jika tidak ada para pemuda yang menduduki jabatan di sebuah pemerintahan, maka tidak akan ada regenerasi untuk memajukan pemerintahan desa maupun kota, tidak ada yang meneruskan perjuangan bangsa dan negara. Saya kira ini merupakan bahan evaluasi bagi pemerintah desa maupun pemerintah kota, karena tanpa pemuda Kuningan bukanlah apa-apa!!!***
*) Tulisan ini diikutsertakan Lomba Penulis Muda Kuningan 2015 yang diselenggarakan DPD KNPI Kuningan pekan lalu.
Pemuda adalah harapan bangsa, tumpuan, dan tulang punggung negara. Sebagai tulang punggung negara seharusnya para pemuda mampu memberikan kontribusi untuk memajukan bangsa, khususnya pada pemerintahan dimana ia berada.
Sebab hanya para pemuda lah satu-satunya harapan bangsa yang mampu membawa perubahan ke arah positif di tengah carut-marutnya Bangsa Indonesia. Hanya di tangan para pemudalah maju atau mundurnya negara tercinta.
Indonesia merdeka dari penjajahan bangsa kolonial bukan semata-mata karena kebetulan, melainkan karena adanya upaya serta semangat perjuangan dari para pemuda untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur, seperti yang tertuang dalam teks pembukaan Undang-undang Dasar tahun 1945. Tidak dapat dipungkiri bahwa para pemuda juga turut berpartisifasi aktif dalam upaya persiapan kemerdekaan Indonesia. Bahkan setelah Indonesia merdeka, para pemudalah yang dipercaya untuk meneruskan perjuangan para pahlawan sebagai generasi penerus bangsa.
Namun, saat ini semangat para pemuda dalam meneruskan perjuangan para pahlawan seolah luntur. Seolah tak ada motivasi, bahkan terkesan acuh tak acuh dalam memajukan bangsanya sendiri. Saat ini, mayoritas para pemuda khususnya di Kabupaten Kuningan lebih menyukai hal-hal yang sifatnya kesenangan sesaat, seperti hura-hura, mengkonsumsi obat-obatan terlarang, minuman keras, sex bebas, dan lain-lain.
Mereka seolah enggan memikirkan kondisi pemerintahannya sendiri, baik pemerintah desa maupun kota. Mereka seolah tidak perduli akan maju mundurnya pemerintah Kabupaten Kuningan. Hal tersebut bukan berarti suatu permasalahan tanpa sebab, tentu ada sebab dan alasan mengapa hal seperti itu bisa terjadi.
Permasalahan-permasalahan yang terjadi di Kabupaten Kuningan seperti yang disebutkan di atas merupakan Pekerjaan Rumah (PR) bagi kita bersama, bukan hanya tanggung jawab Bupati sebagai kepala daerah saja, melainkan tanggung jawab kita bersama sebagai masyarakat Kuningan.
Untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, tentu kita harus tahu akar permasalahannya, faktor penyebabnya, kemudian barulah kita tentukan upaya apa yang harus dilakukan untuk menyiasati permasalahan tersebut agar dapat diminimalisasi, sehingga permasalahan-permasalahan tersebut tidak terjadi lagi.
Saya sebagai pemuda tentu sangat prihatin dengan kondisi Kabupaten Kuningan saat ini. Saya kira, salah satu faktor penyebab terjadinya jiwa muda acuh terhadap maju mundurnya pemerintahan di Kabupaten Kuningan yakni tidak adanya peluang bagi para pemuda untuk menjadi seorang pemimpin. Para pemuda terkesan dipandang sebelah mata, seolah tidak diberi kepercayaan dan kesempatan untuk menduduki kursi kepemimpinan.
Hal tersebut dapat dibuktikan pada struktur aparatur pemerintahan desa yang ada di Kabupaten Kuningan. Mayoritas yang menduduki jabatan Kepala Desa adalah orang yang usianya rata-rata 35 tahun ke atas. Begitupun dengan Sekretaris Desa, Kaur Umum, Kaur Keuangan, Kaur Pemerintahan, Kaur Ekbang, Kaur Kesra, sampai Kepala Dusun. Mayoritas yang menduduki jabatan-jabatan tersebut adalah orang-orang yang usianya 35 tahun ke atas.
Bahkan jabatan Ketua Rukun Tetangga (RT) dan Ketua Rukun Warga (RW) pun demikian. Padahal jika melihat kualitas dan kinerja aparatur pemerintahan desa, saya kira para pemudalah yang lebih efektif untuk menduduki jabatan-jabatan tersebut.
Saya banyak menemukan kasus-kasus yang berkaitan dengan kualitas para perangkat desa yang tidak maksimal. Banyak para perangkat desa dari mulai Kepala Desa sampai Kepala Dusun yang tidak bisa mengoprasikan komputer. Padahal pengetahuan, keterampilan, serta kemampuan menggunakan teknologi seperti komputer merupakan hal paling substansi dalam pengadministrasian di setiap desa. Sungguh ironis, jika para perangkat desa yang ada di Kabupaten Kuningan hanya sebagian kecil yang mampu mengoperasikan komputer.
Hal tersebut merupakan salah satu sampel realita dilapangan. Kita dapat membayangkan, bagaimana Kabupaten Kuningan bisa maju, berkembang, serta mampu bersaing dengan Kabupaten lain jika kenyataanya seperti ini. Sebab, kualitas para perangkat desa dan majunya sebuah desa merupakan salah satu indikator kemajuan Kabupaten Kuningan.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang semakin pesat seperti saat ini, ternyata tak diimbangi dengan Sumber Daya Manusia (SDM) para perangkat desa yang usianya 35 tahun ke atas. Hal ini disebabkan karena masyarakat yang usianya di atas 35 tahun biasanya malas untuk mengikuti perkembangan teknologi.
Malas mempelajari sesuatu yang baru dan tidak ada kemauan untuk mengembangkan segala potensi dalam diri. Padahal jika mereka sungguh-sungguh, tentu siapapun akan bisa. Buktinya banyak juga para pendidik seperti guru, dosen, maupun tenaga kependidikan yang sudah lanjut usia namun mampu mengikuti perkembangan teknologi.
Berbeda dengan pemuda, biasanya jiwa muda lebih semangat, kreatif, serta inovatif dalam mencari hal-hal baru untuk perubahan ke arah positif. Kita harus mengakui, bahwa meskipun banyak para pemuda yang terjerumus ke hal-hal negatif seperti disebutkan di atas tetapi banyak juga para pemuda yang berkompeten, berpengalaman, mempunyai keterampilan, dan aktif di berbagai organisasi.
Misalnya para pemuda yang aktif di KNPI Kuningan, ataupun para pemuda yang aktif di organisasi lain. Mengapa pemerintah desa tidak memberikan kepercayaan kepada mereka untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan desa. Padahal kualitas, kompetensi, keterampilan, serta pengalaman para pemuda tersebut sudah terbukti.
Setiap tahun perguruan tinggi yang ada di Kabupaten Kuningan, seperti Universitas Kuningan (Uniku), Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP), Universitas Islam Al-Ihya (Unisa) meluluskan ratusan bahkan ribuan sarjana. Sebagian dari mereka banyak yang masih menganggur. Mengapa pemerintah desa tidak mendayagunakan mereka agar ilmu pengetahuan, keterampilan, serta pengalamannya pada saat kuliah bisa bermanfaat untuk memajukan sebuah desa.
Bayangkan jika dalam aparatur pemerintah desa hanya ada beberapa orang saja yang mampu mengoperasikan komputer, tentu suatu pekerjaan akan terhambat. Padahal pemerintah Kabupaten Kuningan sudah memfasilitasi setiap desa berupa komputer lengkap beserta printernya, tetapi fasilitas tersebut tidak dimanfaatkan secara optimal. Kadang saya melihat komputer yang ada di kantor Kepala Desa hanya sebagai hiasan meja kerja. Mereka cenderung lebih memilih menggunakan mesin Tik dalam hal pembuatan surat izin, surat rekomendasi, surat pengantar dan lain-lain.
Dalam hal penulisan surat resmi pun, kadangkala bagi perangkat desa yang sudah lanjut usia banyak kesalahan-kesalahan dalam penulisan surat. Baik kesalahan dalam teknik penulisan, seperti kesalahan pada stuktur surat, penggunaan tanda baca, dan penempatan posisi tanda tangan, maupun kesalahan dalam penggunaan bahasa baku. Sebagai seorang mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), tentu saya mengetahui dimana letak kesalahan-kesalahan tersebut. Sebab, itu merupakan objek kajian mahasiswa PBSI.
Biasanya kesalahan-kesalahan tersebut terjadi karena para perangkat desa mengikuti arsip surat yang ada, sebab mereka tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Mereka tidak tahu bagaimana teknik menulis surat resmi yang sesuai dengan kaidah, akhirnya mereka mengikuti arsip yang ada.
Atas dasar itulah mengapa Kuningan butuh para pemimpin muda untuk menggerakan roda pembangunan, khususnya pembangunan di setiap desa. Sebab, jika tidak ada para pemuda yang menduduki jabatan di sebuah pemerintahan, maka tidak akan ada regenerasi untuk memajukan pemerintahan desa maupun kota, tidak ada yang meneruskan perjuangan bangsa dan negara. Saya kira ini merupakan bahan evaluasi bagi pemerintah desa maupun pemerintah kota, karena tanpa pemuda Kuningan bukanlah apa-apa!!!***
*) Tulisan ini diikutsertakan Lomba Penulis Muda Kuningan 2015 yang diselenggarakan DPD KNPI Kuningan pekan lalu.
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.