Oleh Agus Kusman
(Mahasiswa Sejarah Kebudayaan Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon)
(Mahasiswa Sejarah Kebudayaan Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon)
Tanggal 9 Desember dunia memperingati Hari Anti Korupsi. Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia dirayakan tiap tahun sejak PBB mengeluarkan Konvensi Anti Korupsi pada 31 Oktober 2003.
Tujuan peringatan Hari Anti Korupsi sama dengan maksud dikeluarkannya konvensi ini yakni untuk mempromosikan strategi pemberantasan korupsi yang lebih efisien dan efektif , memfasilitasi kerjasama internasional dan bantuan tehnis dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi, serta meningkatkan integritas, akuntabilitas dan manajemen urusan publik yang baik (United Nations Convention Against Corruption )
Bicara soal korupsi rasanya malas banget. Korupsi itu perilaku buruk yang sepertinya semakin dilekatkan dengan Indonesia. Korupsi sudah menjadi sesuatu yang Indonesia banget. Dari tahun ke tahun Indonesia selalu berhasil meraih “prestasi” sebagai negara dengan tingkat korupsi tinggi.
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Tahun 2012 yang baru saja di-publish oleh Transparency International 5 Desember yang lalu menempatkan Indonesia di posisi 118 dari 174 negara yang disurvei. Meskipun IPK Indonesia meningkat dari 30 menjadi 32, namun peningkatan ini tidak begitu signifikan karena banyak negara tetangga kita yang tahun lalu berada di posisi di bawah Indonesia tahun ini mengalami capaian indeks yang cukup tinggi hingga berada di atas Indonesia.
Tahun ini Indonesia 'berhasil' menjadi negara terkorup di ASEAN bahkan IPK-nya di bawah Timor Leste dan Pilipina.
IPK Indonesia yang stagnan di skor 20 sampai kisaran 30an (skor terbersih 100) menunjukkan bahwa upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih lari di tempat. Tidak seperti di China yang berani menghukum mati pejabat-pejabatnya yang korup, di Indonesia belum ada satu pun hukuman berat yang dijatuhkan ke pejabat korup bahkan terkesan penegakan hukum hanya tajam untuk pejabat level bawah atau mantan pejabat dan tumpul untuk pejabat yang tengah berkuasa.
Menjelang Hari Anti Korupsi , kita disuguhi berita yang cukup mengejutkan yakni merebaknya isu Ketua DPR Setya Novanto yang dilaporkan meminta saham kepada Freeport, Ketua. Ini merupakan benih - benih korupsi di Indonesia karena baru kali ini pemberitaan Ketua DPR RI meminta jatah saham. Semoga saja kasus Setya Novanto tidak sampai disini namun kasus ini dijadikan gerbang dalam menumpas kongkalikong para pejabat negara dan pengusaha yang nakal.
Ibarat kanker, korupsi jika dibiarkan berlarut-larut akan mengakar kuat dan merusak peradaban suatu bangsa. Tidak ada bangsa yang bisa maju karena korupsinya. Jika kita lihat IPK dari tahun ke tahun, 10 negara yang menduduki rangking terbersih adalah negara-negara Skandinavia seperti Denmark, Finlandia, Swedia, Norwegia dan satu-satunya negara Asia yang langganan di posisi ini adalah Singapura.
Semua negara ini dikenal sebagai negara dengan administrasi dan tata kepemerintahan yang baik dan tertib serta pelayanan publik yang berkualitas.
Sebaliknya, IPK rendah didominasi negara-negara dengan kondisi politik tidak stabil dan sistem tertutup seperti Libya,Irak, Myanmar, Sudan, Afganistan, Korea Utara, Somalia, dsb.
Akar korupsi memang di manajemen kekuasaan. Bagaimana kekuasaan dikelola dan digunakan tidak bisa lepas dari kultur dan struktur. Kultur dan struktur itu sendiri adalah manifestasi dari nilai-nilai dalam masyarakat.
Nilai-nilai apa yang diyakini akan menentukan bagaimana seseorang memaknai suatu kekuasaan. Kekuasaan yang dikelola untuk kesejahteraan bersama atau kepentingan publik membutuhkan nilai atau ideologi yang meletakkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi dan kelompok. Kekuasaan yang dipahami sebagai amanah dari rakyat untuk dikelola sebaik-baiknya bagi kesejahteraan publik adalah roh demokrasi.
Indonesia selama ini mengklaim sebagai negara demokrasi baru sebatas pada permukaan –adanya pemilu, lembaga perwakilan, lembaga kontrol,dll – namun secara esensial roh demokrasi berupa etos pengabdian kepada pelayanan publik sangat lemah.
Kultur kekuasaan patrimonial (Weber,1978) yang memaknai kekuasaan sebagai milik pribadi atau kekuasaan sebagai simbol status seorang raja atau penguasa yang menentukan segalanya, masih menjadi anutan banyak pejabat di Indonesia.
Spirit di balik perjuangan meraih kekuasaan masih berwajah sangat maskulin : kekuasaan itu sumber kekuatan dan pengaruh (power), kekuasaan adalah penundukan, pengendalian dan otoritas, kekuasaan adalah puncak posisi pemimpin, dan pucuk kepemimpinan adalah sumber penghormatan, kepatuhan dan ketakutan. Kekuasaan tidak dilihat dari sisinya yang feminin : melayani, mengabdi, merawat, mendidik, melindungi dan mengayomi demi kesejahteraan dan kebahagiaan yang dilayani. Inilah spirit sejati dari administrasi publik. Melayani dan mengayomi rakyat, bukan melayani dan mengabdi pada kekuasaan, pada penguasa.
Selama motivasi orang duduk di lembaga kekuasaan semata untuk memenuhi hasrat kuasa (power-lust) bukan passion untuk mengabdi dan memberikan yang terbaik bagi rakyat, bagi bangsa dan negara maka hasrat untuk korupsi akan tinggi.
Hari Anti Korupsi mestinya dipromosikan bukan saja untuk membenahi kultur dan struktur pengelolaan urusan publik (governance) tapi juga menanamkan nilai-nilai spirit pengabdian pada kemaslahatan publik. Pabila spirit semacam ini tumbuh menjadi passion orang Indonesia, saya yakin akan tercipta kultur dan struktur administrasi publik yang baik.
Tapi sepanjang etos ini hanya ada di segelintir manusia Indonesia maka kemungkinan besar dia kurang daya melawan arus sistem yang busuk. Pejabat melakukan korupsi belum tentu karena niat pribadi tapi karena desakan sistem atau struktur kuasa yang busuk sehingga memperangkap orang yang sebenarnya baik menjadi tidak lagi berdaya atau bahkan tersedot oleh sistem yang ada.
Menanamkan spirit anti korupsi adalah langkah jangka panjang dan harus dilakukan terus menerus. Pembenahan bisa dimulai dari diri kita sendiri. Langkah awal bisa dilakukan di lingkungan terdekat kita : di keluarga, komunitas, atau di tempat kerja. Sebarkan virus anti korupsi ini setiap saat tidak harus menunggu Hari Anti Korupsi.
Akhirnya , selamat Hari Anti Korupsi Sedunia. Perjuangan terberat bangsa Indonesia saat ini tidak saja melawan penjajah, tapi melawan nafsu untuk merusak bangsa sendiri melalui korupsi. Tetap optimis dan berharap kita akan menang dalam perang ini. Yakin Indonesia akan menjadi lebih baik di masa datang.***
Tujuan peringatan Hari Anti Korupsi sama dengan maksud dikeluarkannya konvensi ini yakni untuk mempromosikan strategi pemberantasan korupsi yang lebih efisien dan efektif , memfasilitasi kerjasama internasional dan bantuan tehnis dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi, serta meningkatkan integritas, akuntabilitas dan manajemen urusan publik yang baik (United Nations Convention Against Corruption )
Bicara soal korupsi rasanya malas banget. Korupsi itu perilaku buruk yang sepertinya semakin dilekatkan dengan Indonesia. Korupsi sudah menjadi sesuatu yang Indonesia banget. Dari tahun ke tahun Indonesia selalu berhasil meraih “prestasi” sebagai negara dengan tingkat korupsi tinggi.
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Tahun 2012 yang baru saja di-publish oleh Transparency International 5 Desember yang lalu menempatkan Indonesia di posisi 118 dari 174 negara yang disurvei. Meskipun IPK Indonesia meningkat dari 30 menjadi 32, namun peningkatan ini tidak begitu signifikan karena banyak negara tetangga kita yang tahun lalu berada di posisi di bawah Indonesia tahun ini mengalami capaian indeks yang cukup tinggi hingga berada di atas Indonesia.
Tahun ini Indonesia 'berhasil' menjadi negara terkorup di ASEAN bahkan IPK-nya di bawah Timor Leste dan Pilipina.
IPK Indonesia yang stagnan di skor 20 sampai kisaran 30an (skor terbersih 100) menunjukkan bahwa upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih lari di tempat. Tidak seperti di China yang berani menghukum mati pejabat-pejabatnya yang korup, di Indonesia belum ada satu pun hukuman berat yang dijatuhkan ke pejabat korup bahkan terkesan penegakan hukum hanya tajam untuk pejabat level bawah atau mantan pejabat dan tumpul untuk pejabat yang tengah berkuasa.
Menjelang Hari Anti Korupsi , kita disuguhi berita yang cukup mengejutkan yakni merebaknya isu Ketua DPR Setya Novanto yang dilaporkan meminta saham kepada Freeport, Ketua. Ini merupakan benih - benih korupsi di Indonesia karena baru kali ini pemberitaan Ketua DPR RI meminta jatah saham. Semoga saja kasus Setya Novanto tidak sampai disini namun kasus ini dijadikan gerbang dalam menumpas kongkalikong para pejabat negara dan pengusaha yang nakal.
Ibarat kanker, korupsi jika dibiarkan berlarut-larut akan mengakar kuat dan merusak peradaban suatu bangsa. Tidak ada bangsa yang bisa maju karena korupsinya. Jika kita lihat IPK dari tahun ke tahun, 10 negara yang menduduki rangking terbersih adalah negara-negara Skandinavia seperti Denmark, Finlandia, Swedia, Norwegia dan satu-satunya negara Asia yang langganan di posisi ini adalah Singapura.
Semua negara ini dikenal sebagai negara dengan administrasi dan tata kepemerintahan yang baik dan tertib serta pelayanan publik yang berkualitas.
Sebaliknya, IPK rendah didominasi negara-negara dengan kondisi politik tidak stabil dan sistem tertutup seperti Libya,Irak, Myanmar, Sudan, Afganistan, Korea Utara, Somalia, dsb.
Akar korupsi memang di manajemen kekuasaan. Bagaimana kekuasaan dikelola dan digunakan tidak bisa lepas dari kultur dan struktur. Kultur dan struktur itu sendiri adalah manifestasi dari nilai-nilai dalam masyarakat.
Nilai-nilai apa yang diyakini akan menentukan bagaimana seseorang memaknai suatu kekuasaan. Kekuasaan yang dikelola untuk kesejahteraan bersama atau kepentingan publik membutuhkan nilai atau ideologi yang meletakkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi dan kelompok. Kekuasaan yang dipahami sebagai amanah dari rakyat untuk dikelola sebaik-baiknya bagi kesejahteraan publik adalah roh demokrasi.
Indonesia selama ini mengklaim sebagai negara demokrasi baru sebatas pada permukaan –adanya pemilu, lembaga perwakilan, lembaga kontrol,dll – namun secara esensial roh demokrasi berupa etos pengabdian kepada pelayanan publik sangat lemah.
Kultur kekuasaan patrimonial (Weber,1978) yang memaknai kekuasaan sebagai milik pribadi atau kekuasaan sebagai simbol status seorang raja atau penguasa yang menentukan segalanya, masih menjadi anutan banyak pejabat di Indonesia.
Spirit di balik perjuangan meraih kekuasaan masih berwajah sangat maskulin : kekuasaan itu sumber kekuatan dan pengaruh (power), kekuasaan adalah penundukan, pengendalian dan otoritas, kekuasaan adalah puncak posisi pemimpin, dan pucuk kepemimpinan adalah sumber penghormatan, kepatuhan dan ketakutan. Kekuasaan tidak dilihat dari sisinya yang feminin : melayani, mengabdi, merawat, mendidik, melindungi dan mengayomi demi kesejahteraan dan kebahagiaan yang dilayani. Inilah spirit sejati dari administrasi publik. Melayani dan mengayomi rakyat, bukan melayani dan mengabdi pada kekuasaan, pada penguasa.
Selama motivasi orang duduk di lembaga kekuasaan semata untuk memenuhi hasrat kuasa (power-lust) bukan passion untuk mengabdi dan memberikan yang terbaik bagi rakyat, bagi bangsa dan negara maka hasrat untuk korupsi akan tinggi.
Hari Anti Korupsi mestinya dipromosikan bukan saja untuk membenahi kultur dan struktur pengelolaan urusan publik (governance) tapi juga menanamkan nilai-nilai spirit pengabdian pada kemaslahatan publik. Pabila spirit semacam ini tumbuh menjadi passion orang Indonesia, saya yakin akan tercipta kultur dan struktur administrasi publik yang baik.
Tapi sepanjang etos ini hanya ada di segelintir manusia Indonesia maka kemungkinan besar dia kurang daya melawan arus sistem yang busuk. Pejabat melakukan korupsi belum tentu karena niat pribadi tapi karena desakan sistem atau struktur kuasa yang busuk sehingga memperangkap orang yang sebenarnya baik menjadi tidak lagi berdaya atau bahkan tersedot oleh sistem yang ada.
Menanamkan spirit anti korupsi adalah langkah jangka panjang dan harus dilakukan terus menerus. Pembenahan bisa dimulai dari diri kita sendiri. Langkah awal bisa dilakukan di lingkungan terdekat kita : di keluarga, komunitas, atau di tempat kerja. Sebarkan virus anti korupsi ini setiap saat tidak harus menunggu Hari Anti Korupsi.
Akhirnya , selamat Hari Anti Korupsi Sedunia. Perjuangan terberat bangsa Indonesia saat ini tidak saja melawan penjajah, tapi melawan nafsu untuk merusak bangsa sendiri melalui korupsi. Tetap optimis dan berharap kita akan menang dalam perang ini. Yakin Indonesia akan menjadi lebih baik di masa datang.***
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.