Oleh: Ahmad Syaiful Bahri (DC USAID PRIORITAS Kab. Kuningan)
SDN 2 Purwasari merupakan salah satu sekolah penyelenggara pendidikan inklusif di Kab. Kuningan Jawa Barat. Sekolah yang berlokasi di pinggiran sawah ini sejak tahun 2011 telah menerima anak – anak berkebutuhan khusus.
Sekolah ini adalah sekolah umum, artinya bukan sekolah khusus untuk anak – anak berkebutuhan khusus (ABK), namun karena komitmen yang tinggi dari semua pemangku kepentingan di sekolah, seperti kepala sekolah dan orang tua siswa terhadap anak – anak berkebutuhan khusus, mengantarkan sekolah ini mendapatkan kepercayaan dari Pemerintah Daerah Kab. Kuningan sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
Semua warga sekolah mendukung jika sekolah ini menerima anak – anak berkebutuhan khusus, karena mereka berpendapat bahwa setiap anak yang dilahirkan di dunia ini adalah amanah dari Tuhan, sehingga mereka juga harus dididik dengan baik seperti anak lainnya.
Di setiap kelas yang ada, ada siswa yang lambat dalam menerima pelajaran, ada yang belum bisa menulis dan membaca.
Sekolah ini memiliki beberapa peserta didik anak berkebutuhan khusus (ABK), seperti tuna daksa (1 orang), tuna ganda (10 orang). Pada awalnya guru kelas yang mendampingi, tetapi karena sekolah ini menerapkan program peran serta masyarakat (PSM), maka sekolah ini menjajaki untuk mengajak orang tua siswa untuk mendampingi anak – anak berkebutuhan khusus selama pembelajaran berlangsung.
Atas dasar itulah, kepala sekolah SDN 2 Purwasari, Supandi, S.Pd mengajak orang tua siswa untuk berperan serta lebih dalam meningkatkan prestasi belajar anak berkebutuhan khusus. Tentu dengan melibatkan komite sekolah dan orang tua siswa segala sesuatunya akan lebih mudah dilaksanakan.
Sekolah ini adalah sekolah umum, artinya bukan sekolah khusus untuk anak – anak berkebutuhan khusus (ABK), namun karena komitmen yang tinggi dari semua pemangku kepentingan di sekolah, seperti kepala sekolah dan orang tua siswa terhadap anak – anak berkebutuhan khusus, mengantarkan sekolah ini mendapatkan kepercayaan dari Pemerintah Daerah Kab. Kuningan sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
Semua warga sekolah mendukung jika sekolah ini menerima anak – anak berkebutuhan khusus, karena mereka berpendapat bahwa setiap anak yang dilahirkan di dunia ini adalah amanah dari Tuhan, sehingga mereka juga harus dididik dengan baik seperti anak lainnya.
Di setiap kelas yang ada, ada siswa yang lambat dalam menerima pelajaran, ada yang belum bisa menulis dan membaca.
Sekolah ini memiliki beberapa peserta didik anak berkebutuhan khusus (ABK), seperti tuna daksa (1 orang), tuna ganda (10 orang). Pada awalnya guru kelas yang mendampingi, tetapi karena sekolah ini menerapkan program peran serta masyarakat (PSM), maka sekolah ini menjajaki untuk mengajak orang tua siswa untuk mendampingi anak – anak berkebutuhan khusus selama pembelajaran berlangsung.
Atas dasar itulah, kepala sekolah SDN 2 Purwasari, Supandi, S.Pd mengajak orang tua siswa untuk berperan serta lebih dalam meningkatkan prestasi belajar anak berkebutuhan khusus. Tentu dengan melibatkan komite sekolah dan orang tua siswa segala sesuatunya akan lebih mudah dilaksanakan.
Libatkan orang tua siswa
Setelah kepala sekolah menyampaikan gagasan tersebut kepada para guru, setelah itu mengundang komite sekolah untuk merapatkan bersama bagaimana caranya melibatkan orang tua.
Salah satu fokus kerjasama dengan orang tua adalah mendorong anak – anak berkebutuhan khusus dalam membaca buku. Dikarenakan diantara mereka ada yang belum bisa membaca, Kemungkinan karena banyak anak berkebutuhan khusus di sekolah ini tidak nyaman manakala belajar bersama guru di kelas, maklum karena ini adalah sekolah umum, bukan sekolah khusus ABK.
Setelah disepakati, orang tua yang memiliki anak – anak berkebutuhan khusus seperti sulit menerima pelajaran, selalu tertinggal dari yang lainnya, sulit membaca dan menulis, maka harus didampingi orang tuanya, sebagai bukti bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama masyarakat.
Tiara (8 th) kelas 2 ABK yang mengalami tuna daksa, awalnya dia berangkat digendong bersama temannya, namun tidak membuahkan hasil dalam membaca buku. Mungkin dikarenakan malu, tidak fokus sampai kurangnya perhatian dari guru. Akhirnya setelah orang tuanya Tiara yaitu Titin Maemunah (41 th) ikut serta, Tiara lambat laun bisa mulai mengeja huruf – huruf mulai dari A sampai Z. Bahkan saat ini sudah bisa membaca kata – kata yang mudah.
Keberhasilan ini tidak lepas dari adanya dukungan penuh kepala sekolah dalam mengajak peran serta masyarakat yaitu orang tua. Bahkan semenjak sekolah ini menggulirkan program budaya baca, Tiara selalu tidak mau ketinggalan membaca buku seperti halnya teman – teman lainnya. Dengan digendong ibunya, Tiara tampak asyik membaca sebuah buku.
Setelah kepala sekolah menyampaikan gagasan tersebut kepada para guru, setelah itu mengundang komite sekolah untuk merapatkan bersama bagaimana caranya melibatkan orang tua.
Salah satu fokus kerjasama dengan orang tua adalah mendorong anak – anak berkebutuhan khusus dalam membaca buku. Dikarenakan diantara mereka ada yang belum bisa membaca, Kemungkinan karena banyak anak berkebutuhan khusus di sekolah ini tidak nyaman manakala belajar bersama guru di kelas, maklum karena ini adalah sekolah umum, bukan sekolah khusus ABK.
Setelah disepakati, orang tua yang memiliki anak – anak berkebutuhan khusus seperti sulit menerima pelajaran, selalu tertinggal dari yang lainnya, sulit membaca dan menulis, maka harus didampingi orang tuanya, sebagai bukti bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama masyarakat.
Tiara (8 th) kelas 2 ABK yang mengalami tuna daksa, awalnya dia berangkat digendong bersama temannya, namun tidak membuahkan hasil dalam membaca buku. Mungkin dikarenakan malu, tidak fokus sampai kurangnya perhatian dari guru. Akhirnya setelah orang tuanya Tiara yaitu Titin Maemunah (41 th) ikut serta, Tiara lambat laun bisa mulai mengeja huruf – huruf mulai dari A sampai Z. Bahkan saat ini sudah bisa membaca kata – kata yang mudah.
Keberhasilan ini tidak lepas dari adanya dukungan penuh kepala sekolah dalam mengajak peran serta masyarakat yaitu orang tua. Bahkan semenjak sekolah ini menggulirkan program budaya baca, Tiara selalu tidak mau ketinggalan membaca buku seperti halnya teman – teman lainnya. Dengan digendong ibunya, Tiara tampak asyik membaca sebuah buku.
Dukungan pemerintah daerah Kab. Kuningan
SDN 2 Purwasari yang terletak di Kec. Garawangi tentu tidak sendirian yang ditetapkan sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Ada 174 sekolah yang ditetapkan Bupati Kuningan menjadi sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, mulai dari SD, SMP sampai SMA/SMK.
Peraturan Bupati Kuningan nomor 421.9/KPTS.124-KESRA/2015 tentang penetapan sekolah inklusif di Kab. Kuningan ini menempatkan SDN 2 Purwasari di nomor 163. Dengan adanya peraturan Bupati ini, sekolah penyelenggara pendidikan inklusif mendapatkan anggaran dana dari APBD yang besarnya bervariasi setiap tahun.
Selain menetapkan sekolah – sekolah umum menjadi sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, kebijakan Bupati Kuningan lainnya yaitu mengangkat PNS penyandang disabilitas menduduki posisi penting dalam pemerintahan. Ini merupakan bukti nyata kepedulian Bupati Kuningan terhadap orang – orang yang berkebutuhan khusus, seperti Elon Carlan, M.Si, penyandang tuna netra yang menjadi Kasubbag kesejahteraan pada Bagian Kesra Setda Kab. Kuningan.
Selain Elon Carlan, masih ada sejumlah 28 orang PNS lainnya yang ada di lingkungan pemerintah daerah Kab. Kuningan. Bupati berpendapat bahwa jika para penyandang disabilitas ini memiliki kemampuan, kenapa tidak untuk menempatkan mereka di tempat strategis.
Selain penetapan sekolah – sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, Bupati Kuningan juga menerbitkan peraturan Bupati No. 421.9/KPTS.121-Kesra/2013 tentang Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) Pendidikan Inklusif di Kabupaten Kuningan Masa Bhakti tahun 2013 – 2018.***
Peraturan Bupati Kuningan nomor 421.9/KPTS.124-KESRA/2015 tentang penetapan sekolah inklusif di Kab. Kuningan ini menempatkan SDN 2 Purwasari di nomor 163. Dengan adanya peraturan Bupati ini, sekolah penyelenggara pendidikan inklusif mendapatkan anggaran dana dari APBD yang besarnya bervariasi setiap tahun.
Selain menetapkan sekolah – sekolah umum menjadi sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, kebijakan Bupati Kuningan lainnya yaitu mengangkat PNS penyandang disabilitas menduduki posisi penting dalam pemerintahan. Ini merupakan bukti nyata kepedulian Bupati Kuningan terhadap orang – orang yang berkebutuhan khusus, seperti Elon Carlan, M.Si, penyandang tuna netra yang menjadi Kasubbag kesejahteraan pada Bagian Kesra Setda Kab. Kuningan.
Selain Elon Carlan, masih ada sejumlah 28 orang PNS lainnya yang ada di lingkungan pemerintah daerah Kab. Kuningan. Bupati berpendapat bahwa jika para penyandang disabilitas ini memiliki kemampuan, kenapa tidak untuk menempatkan mereka di tempat strategis.
Selain penetapan sekolah – sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, Bupati Kuningan juga menerbitkan peraturan Bupati No. 421.9/KPTS.121-Kesra/2013 tentang Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) Pendidikan Inklusif di Kabupaten Kuningan Masa Bhakti tahun 2013 – 2018.***
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.