SuaraKuningan.com - KH Asep S Ahmad SAg, Pengurus Bagian Hukum dan Dakwah di Ormas Gamas, menjelaskan bahwa maraknya aliran sesat tidak terlepas dari lemahnya pemahaman masyarakat terhadap Tsaqofah (peradaban Islam) dan lemahnya payung hukum untuk menindaknya.
“Disamping itu kekosongan spiritual, dalam pengertian ummat sudah jauh dari ruh ajaran agamanya, yang memandang ibadah hanya sebuah formalistik tanpa menyadari bahwa ibadah adalah juga ruh dalam berperilaku dalam kehidupan keseharian, “ jelasnya.
Hal tersebut disampaikannya selaku pembicara pertama pada acara Sosialisasi Peran Serta Masyarakat dalam Menangkal Bahaya Penyebaran Aliran Sesat dan Radikalisasi di Wilayah Hukum Kabupaten Kuningan, di Pesantren Darul Mukhlisin Desa Cisantana Kecamatan Cigugur, Sabtu (27/2). Kegiatan ini digelar oleh Ormas Gamas Kabupaten Kuningan.
Mengenai radikalisme, Asep memaparkan bahwa cikal bakalnya sudah terjadi sejak munculnya golongan Khawarij pada jaman sahabat Nabi. Golongan Khawarij tersebut. menurut Asep, sudah punah dan tidak pernah masuk ke Indonesia, namun ajaran-ajarannya banyak mengilhami aliran-aliran sesat yang ada di Indonesia.
“Salah satu cirinya adalah mereka sangat patuh pada teks formal Al Quran dan As Sunnah tanpa mempedulikan yang tersirat dari ayat-ayat tersbut. Dan juga, mereka cenderung taat beribadah ritual, namun sangat kurang dalam hal Ukhuwah, “ ungkapnya.
Pembicara kedua, Lettu Arm Esa Advanisa, Pasi Intel Kodim 0615 Kuningan membedah bahwa bahaya aliran sesat dan radikalisme sangat mengancam pada keutuhan NKRI. Menurutnya, radikalisme disebarkan melalui tiga upaya yakni Cyber War, Proxy War dan gabungan dari keduanya. Upaya penyebaran faham radikal tersebut akan menghembuskan isu-isu dan menunggangi pihak lain yang sebenarnya tidak faham betul akan permasalahan yang dihembuskan oleh mereka, untuk memecah belah masyarakat.
Kepala Badan Kesbangpol Kabupaten Kuningan, Indra Purwantoro SAP, yang menjadi pembicara terakhir dalam sosialisasi tersebut, menjelaskan bahwa memudarnya rasa nasionalisme di kalangan masyarakat saat ini, bisa menjadi potensi bagi tersebarnya faham radikalisme dan aliran sesat.
“Kita miris, masyarakat saat ini cenderung tidak mempunyai rasa memiliki dan bangga pada bangsa dan negaranya, budaya menghormati simbol-simbol negara pun sudah mulai luntur. Maka tidak heran jika MUI mensinyalir saat ini ada 144 aliran sesat yang ada di Jawa Barat," jelasnya.
"Hal ini membuat kita harus senantiasa meningkatkan kewaspadaan, jangan sampai dengan mudahnya melegalisasi kekerasan atas dasar kehendak mayoritas. Upaya konkrit sederhana yang bisa dilakukan adalah menggalakan kembali Siskamling dan tetap memberlakukan 1 x 24 jam tamu wajib lapor di desa-desa,” tukasnya. *** (Nars/Kontributor)
“Disamping itu kekosongan spiritual, dalam pengertian ummat sudah jauh dari ruh ajaran agamanya, yang memandang ibadah hanya sebuah formalistik tanpa menyadari bahwa ibadah adalah juga ruh dalam berperilaku dalam kehidupan keseharian, “ jelasnya.
Hal tersebut disampaikannya selaku pembicara pertama pada acara Sosialisasi Peran Serta Masyarakat dalam Menangkal Bahaya Penyebaran Aliran Sesat dan Radikalisasi di Wilayah Hukum Kabupaten Kuningan, di Pesantren Darul Mukhlisin Desa Cisantana Kecamatan Cigugur, Sabtu (27/2). Kegiatan ini digelar oleh Ormas Gamas Kabupaten Kuningan.
Mengenai radikalisme, Asep memaparkan bahwa cikal bakalnya sudah terjadi sejak munculnya golongan Khawarij pada jaman sahabat Nabi. Golongan Khawarij tersebut. menurut Asep, sudah punah dan tidak pernah masuk ke Indonesia, namun ajaran-ajarannya banyak mengilhami aliran-aliran sesat yang ada di Indonesia.
“Salah satu cirinya adalah mereka sangat patuh pada teks formal Al Quran dan As Sunnah tanpa mempedulikan yang tersirat dari ayat-ayat tersbut. Dan juga, mereka cenderung taat beribadah ritual, namun sangat kurang dalam hal Ukhuwah, “ ungkapnya.
Pembicara kedua, Lettu Arm Esa Advanisa, Pasi Intel Kodim 0615 Kuningan membedah bahwa bahaya aliran sesat dan radikalisme sangat mengancam pada keutuhan NKRI. Menurutnya, radikalisme disebarkan melalui tiga upaya yakni Cyber War, Proxy War dan gabungan dari keduanya. Upaya penyebaran faham radikal tersebut akan menghembuskan isu-isu dan menunggangi pihak lain yang sebenarnya tidak faham betul akan permasalahan yang dihembuskan oleh mereka, untuk memecah belah masyarakat.
Kepala Badan Kesbangpol Kabupaten Kuningan, Indra Purwantoro SAP, yang menjadi pembicara terakhir dalam sosialisasi tersebut, menjelaskan bahwa memudarnya rasa nasionalisme di kalangan masyarakat saat ini, bisa menjadi potensi bagi tersebarnya faham radikalisme dan aliran sesat.
“Kita miris, masyarakat saat ini cenderung tidak mempunyai rasa memiliki dan bangga pada bangsa dan negaranya, budaya menghormati simbol-simbol negara pun sudah mulai luntur. Maka tidak heran jika MUI mensinyalir saat ini ada 144 aliran sesat yang ada di Jawa Barat," jelasnya.
"Hal ini membuat kita harus senantiasa meningkatkan kewaspadaan, jangan sampai dengan mudahnya melegalisasi kekerasan atas dasar kehendak mayoritas. Upaya konkrit sederhana yang bisa dilakukan adalah menggalakan kembali Siskamling dan tetap memberlakukan 1 x 24 jam tamu wajib lapor di desa-desa,” tukasnya. *** (Nars/Kontributor)
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.