SuaraKuningan.com - Hampir sebelas ribu dari dua puluh ribu guru di Karawang merupakan guru honorer yang kualitas keprofesiannya masih rendah. Guru PNS pun belum cukup profesional, apalagi guru honorer. Diperlukan standarisasi guru honorer untuk meningkatkan kualitas mereka. Bila misi ketiga perencanaan pendidikan nasional adalah ‘mewujudkan pembelajaran yang bermutu,’ upaya utama yang bisa ditempuh tentunya meningkatkan mutu guru. Maka, sesuai dengan kebijakan nasional perencanaan pendidikan, daerah kab/kota memandang penting mengutamakan program peningkatan mutu guru dalam perencanaan strategis.
Demikian ungkap Dadan Sugardan, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Karawang, pada lokakarya penyusunan perencanaan strategis (renstra) bidang pendidikan pemerintah daerah kab/kota di Hotel Santika, Cirebon, Selasa (26/7). Lokakarya diikuti oleh para pemangku kepentingan pendidikan daerah kab/kota mitra USAID PRIORITAS di Jawa Barat, meliputi perwakilan dinas pendidikan, DPRD, Bappeda, dan dewan pendidikan.
Lebih lanjut Dadan mengatakan, dengan hanya memberikan honor sangat rendah, pemerintah belum bertindak adil terhadap guru honorer. Sebab itu, Dadang ingin renstra pendidikan lebih berpihak pada peningkatan kualitas pembelajaran dengan upaya peningkatan mutu guru. Menurut Dadan, program pelatihan guru oleh USAID PRIORITAS ini perlu disebarluaskan untuk menjangkau semua guru.
Aos Santosa, konsultan tata kelola pendidikan USAID PRIORITAS, persoalan kualitas rendah guru honorer di Karawang itu juga dihadapi oleh hamper semua daerah kab/kota. Sebenarnya, menurut Aos, solusi masalah mutu guru honorer ini sudah ada pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pada UU itu ditetapkan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan PNS minus dana pensiun. “Hanya saja, sudah dua tahun UU itu terbit, belum kunjung keluar juga peraturan pemerintahnya,” ujar Aos.
Demikian ungkap Dadan Sugardan, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Karawang, pada lokakarya penyusunan perencanaan strategis (renstra) bidang pendidikan pemerintah daerah kab/kota di Hotel Santika, Cirebon, Selasa (26/7). Lokakarya diikuti oleh para pemangku kepentingan pendidikan daerah kab/kota mitra USAID PRIORITAS di Jawa Barat, meliputi perwakilan dinas pendidikan, DPRD, Bappeda, dan dewan pendidikan.
Lebih lanjut Dadan mengatakan, dengan hanya memberikan honor sangat rendah, pemerintah belum bertindak adil terhadap guru honorer. Sebab itu, Dadang ingin renstra pendidikan lebih berpihak pada peningkatan kualitas pembelajaran dengan upaya peningkatan mutu guru. Menurut Dadan, program pelatihan guru oleh USAID PRIORITAS ini perlu disebarluaskan untuk menjangkau semua guru.
Aos Santosa, konsultan tata kelola pendidikan USAID PRIORITAS, persoalan kualitas rendah guru honorer di Karawang itu juga dihadapi oleh hamper semua daerah kab/kota. Sebenarnya, menurut Aos, solusi masalah mutu guru honorer ini sudah ada pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pada UU itu ditetapkan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan PNS minus dana pensiun. “Hanya saja, sudah dua tahun UU itu terbit, belum kunjung keluar juga peraturan pemerintahnya,” ujar Aos.
Ninin Nurwulan, Kepala Sub Bidang Pendidikan Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Bappeda Indramayu, menimpali Aos dan Dadan bahwa kelambanan peraturan pemerintah ini menjadi kendala tersendiri bagi pemerintah daerah dalam merancang program. Menurutnya, daerah sering tersandera oleh kebijakan pusat yang lamban. Selain itu, Ninin juga mengeluhkan ambiguitas kebijakan nasional semisal kriteria guru yang ‘baik’ yang tidak operasional dan perbedaan data antarlembaga semisal data APK (Angka Partisipasi Kasar) dan APM (Angka partisipasi Murni) antara data di disdik dan data di BPS.
Tatan Warsika, Kepala Sub Bagian Program Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya, lebih menyoroti hubungan antara renstra dan RPJMD. Menurutnya, saat menyusun renstra, dinas terpaku pada RPJMD sehingga tidak bisa merencanakan program yang tidak tercantum pada RPJMD. “Jadi,” tanya Tatan, “bagai ayam dan telur, apa yang mesti disusun terlebih dahulu, RPJMD atau Renstra?” Mengenai hal ini, Aos menganjurkan pemerintah daerah untuk mengacu pada Permendagri 2010 bahwa dinas sebaiknya membuat ranwal (rancangan awal) sebagai bahan penyusunan RPJMD, sehingga semua rencana program dinas pendidikan sudah termuat dalam RPJMD.
Alhasil, segenap stakeholder pendidikan yang hadir pada lokakarya ini bersepakat untuk lebih menyasar kualitas pembelajaran dengan menyusun renstra yang lebih berpihak pada misi nasional mewujudkan pembelajaran yang bermutu. Pemerintah daerah memandang sudah saatnya melangkah lebih jauh dari soal akses ke soal kualitas pendidikan. Kalaupun masih memikirkan akses, tentu itu dimaksudkan sebagai akses pendidikan yang berkualitas.
“APK dan APM sudah sesuai standar, tapi mutu masih relatif jauh, maka renstra perlu menukik pada kualitas, khususnya kualitas pembelajaran, tidak lagi terlalu fokus pada sarana dan prasarana pendidikan,” tegas Aos Santosa.
Pemerintah daerah yakin, banyak praktik pembelajaran yang baik di level sekolah seiring dengan program USAID PRIORITAS yang perlu diprogramkan secara serius untuk penyebarluasannya melalui renstra. Ini sesuai dengan semangat renstra pendidikan nasional 2015-2019 yang fokus pada membangun ‘daya saing regional’ dengan salah satu misinya ‘Mewujudkan Pembelajaran yang Bermutu.’ Tahap evaluasi pembiayaan pendidikan juga perlu fokus pada efisiensi dan efektivitas anggaran, khususnya dalam meningkatkan mutu pembelajaran, bukan lagi sebatas tingkat penyerapan anggaran. [DS/USAID/Rilis].
Tatan Warsika, Kepala Sub Bagian Program Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya, lebih menyoroti hubungan antara renstra dan RPJMD. Menurutnya, saat menyusun renstra, dinas terpaku pada RPJMD sehingga tidak bisa merencanakan program yang tidak tercantum pada RPJMD. “Jadi,” tanya Tatan, “bagai ayam dan telur, apa yang mesti disusun terlebih dahulu, RPJMD atau Renstra?” Mengenai hal ini, Aos menganjurkan pemerintah daerah untuk mengacu pada Permendagri 2010 bahwa dinas sebaiknya membuat ranwal (rancangan awal) sebagai bahan penyusunan RPJMD, sehingga semua rencana program dinas pendidikan sudah termuat dalam RPJMD.
Alhasil, segenap stakeholder pendidikan yang hadir pada lokakarya ini bersepakat untuk lebih menyasar kualitas pembelajaran dengan menyusun renstra yang lebih berpihak pada misi nasional mewujudkan pembelajaran yang bermutu. Pemerintah daerah memandang sudah saatnya melangkah lebih jauh dari soal akses ke soal kualitas pendidikan. Kalaupun masih memikirkan akses, tentu itu dimaksudkan sebagai akses pendidikan yang berkualitas.
“APK dan APM sudah sesuai standar, tapi mutu masih relatif jauh, maka renstra perlu menukik pada kualitas, khususnya kualitas pembelajaran, tidak lagi terlalu fokus pada sarana dan prasarana pendidikan,” tegas Aos Santosa.
Pemerintah daerah yakin, banyak praktik pembelajaran yang baik di level sekolah seiring dengan program USAID PRIORITAS yang perlu diprogramkan secara serius untuk penyebarluasannya melalui renstra. Ini sesuai dengan semangat renstra pendidikan nasional 2015-2019 yang fokus pada membangun ‘daya saing regional’ dengan salah satu misinya ‘Mewujudkan Pembelajaran yang Bermutu.’ Tahap evaluasi pembiayaan pendidikan juga perlu fokus pada efisiensi dan efektivitas anggaran, khususnya dalam meningkatkan mutu pembelajaran, bukan lagi sebatas tingkat penyerapan anggaran. [DS/USAID/Rilis].
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.