Cerpen Karya: Eman Sukmana
Sukma adalah sapaan akrabnya, seorang mantan anggota Paskibraka Kab. Kuningan, 8 tahun yang lalu ia seakan menjadi pahlawan sehari seumur hidupnya. Mengawal kibar Dwi Warna sang merah putih menjadi kebanggaan terbesar dalam hidupnya.
Kini ia tengah menempuh pendidikan di Universitas Indonesia untuk program Magister Pendidikan, kepeduliannya terhadap pendidikan anak bangsa dan keprihatinannya terhadap moral generasi muda, menjadi sebab baginya sebagai awardee (penerima) beasiswa dari LPDP tahun ini.
Hanya satu impian terbesarnya yaitu menyatukan Pemerintah dan Swasta untuk membangkitkan Pendidikan Indonesia. Berbagai penelitian telah ia lakukan, untuk mendapatkan gambaran nyata kehidupan anak bangsa, dari mulai golongan berdarah biru sampai anak jalanan yang mengemis mencari makan.
Semua data ia kumpulkan dengan sempurna, mencari benang merah dari kain warna-warni penuh masalah, persoalan ini tidaklah mudah, karena menyangkut sebuah bangsa besar yang belum berbenah.
Hanya satu impian terbesarnya yaitu menyatukan Pemerintah dan Swasta untuk membangkitkan Pendidikan Indonesia. Berbagai penelitian telah ia lakukan, untuk mendapatkan gambaran nyata kehidupan anak bangsa, dari mulai golongan berdarah biru sampai anak jalanan yang mengemis mencari makan.
Semua data ia kumpulkan dengan sempurna, mencari benang merah dari kain warna-warni penuh masalah, persoalan ini tidaklah mudah, karena menyangkut sebuah bangsa besar yang belum berbenah.
Sampai larut malam pun laptopnya masih terbuka, sayup-sayup matanya tak kuasa menahan kantuk tetap ia tegarkan untuk gerakan besar di masa mendatang. Di malam itu pikirannya sudah tak karuan, kemudian ia membuka halaman facebook sekadar untuk hiburan, menemaninya bersama rintik hujan, di tengah malam untuk me-refresh perasaan.
“Ya Allah, udah lama banget nih baru buka fb, kira-kira ada berapa ribu pemberitahuan ya, hehe” celetus Sukma sambil tersenyum melihat foto-foto usangnya jaman SMA.
“Parah, ada 999 pemberitahuan, dari mana aja nih ?”. Sukma makin penasaran, seketika rasa ngantuknya pun menghilang. Ia buka halaman pemberitahuan, mungkin sebagian besar adalah ucapan “selamat ulang tahun” dari teman-teman fbnya.
“Bentar bentar, ini siapa sih yang nandain aku dikirimannya ?”. Ada sebuah “tag” dari seorang nama yang tidak asing baginya. “Dian Lestari? Siapa ya? Ko dia tag aku di Group Ewangga’08?”. Sukma mengernyitkan dahinya, sembari mengingat kenangan yang mungkin terlupakan.
“Cuuuuurrrrrrrrr…….” Ia tuangkan air panas ke dalam gelas berisi campuran kopi arabica dan setengah sendok gula pasir. Saat kopi panas hendak diminum, tiba-tiba…. “Lhooo…… ini kan Teh Dian Paskibraka Jawa Barat, Oh iya kita kan seangkatan. Nama angkatannya Ewangga, ampun dah masih muda udah pikun aja”. Akhirnya Sukma mengingatnya, namun ia telah lupa hendak meminum kopi itu, tangannya sigap membuka kenangan di Group Ewangga.
“Hahahaha..... Eetttdaaahhh culunnya diriku jaman SMA”. Ia buka satu persatu lembaran foto jadulnya saat menjadi Paskibraka. “Sumpah kangen banget sama mereka”. Hatinya terenyuh, merasakan rindu begitu menggebu, menggelora mengguncangkan jiwa. Ingin rasanya kembali bersua dengan sahabat lama tempo dulu.
Namun matanya hanya tertuju pada satu wajah bertulis nama “Ega Pusgitasari”, jantungnya berdegup kencang, bibirnya tersenyum, matanya berbinar seolah ia melihat harapan yang begitu indah. Mungkin di masa lalu atau masa depan yang masih misteri.
Ega adalah Pembawa Baki Paskibraka 2008, parasnya yang anggun, sikapnya santun, membuat siapa saja yang melihatnya tertegun, merasa kagum karena usahanya yang tekun.
Ya begitulah manusia, kegiatan bersama laki-laki dan wanita ada saja yang menumbuhkan rasa cinta. Ega adalah cinta pertama dan satu-satunya yang pernah dirasakan Sukma, karena kesibukan kuliah rasa itu mulai terpendam. Namun rasa itu tak pernah terbalas, karena Sukma tak pernah mengungkapkannya sampai sekarang, sampai kesibukan dan jarak yang semakin memisahkan. Ega tak pernah tahu, tak ada yang memberi tahu, dan tak seorang pun yang tahu, Sukma hanya menggantungnya di atas kata “Rindu”.
“Semoga Kamu baik-baik saja Ega, Aku tak pernah tahu hembusan kabarmu 8 tahun ini”. Sukma merasakan kegalauan dari flashback kenangan yang mendalam.
Ada sebuah Tautan belum lama ini dibagikan Iman Hidayat (teman Paskibraka seangkatan Sukma) di Group Ewangga dari suarakuningan.com tentang Paskibraka tahun 2016, mungkin seminggu yang lalu, Tautan itu telah mengundang banyak komentar dari alumnus Paskibraka 2008.
Sukma membaca satu persatu komentar teman-temannya, tetapi nama yang dicarinya tak juga muncul, mungkin Ega masih sibuk dengan aktifitasnya. Tautan itu berakhir dengan pembuatan Group Ewangga baru di WhatsApp. Sukma pun diundang oleh Deny masuk ke Group itu.
Betapa bahagianya nama yang dicari-carinya muncul di bagian anggota group itu lengkap dengan nomor telepon, dan tanpa pikir panjang Sukma langsung menyimpan nomor itu. Tapi belum juga ia berani untuk menghubunginya.
Akhirnya untuk menghilangkan rasa canggung Sukma memancing teman-temannya bercanda, dengan gayanya yang khas dan konyol ia mengundang gelak tawa teman-temannya seperti di masa itu saat mereka masih bersama. Begitupun Ega yang tak luput dari sindiran-sindiran kalimat konyolnya Sukma, meski begitu Sukma merasa sangat bahagia dan menantikan agenda Reuni yang telah dibahas, bukan hanya kerinduan bertemu dengan teman lama, tetapi kebahagiaan bersua kembali dengan gadis impian, yang telah lama dinantikan.
Hari itu tiba, tanggal 11 September 2016, tepat satu hari sebelum Idul Adha, karena hari minggu suasana Taman Kota Kuningan ramai dengan kerumunan masyarakatnya yang datang dari berbagai penjuru Kota Kuda, untuk satu hari menikmati sejuknya alun-alun Kota tanpa asap sisa (Car Free Day).
8 tahun terakhir ini mungkin Sukma telah menjadi pribadi yang berbeda, di usianya yang sudah 24 tahun ia sedikit lebih memperhatikan gaya, untuk memantaskan diri menjadi pemuda yang enak dipandang mata. Hari ini sama nervousnya dengan ujian Tesis seminggu yang akan datang. Bahagia bercampur malu ia bergaya di depan kaca, mempersiapkan tatapan mata di hadapan si Dia.
Mereka berkumpul di kursi berjajar di Taman Kota, menikmati sejuknya Kota kecil di Timur Jawa Barat. Gunung Ciremai tetap menjulang dengan gagahnya tak sedikitpun berubah saat mereka berjuang di tengah Kota, 8 tahun silam jasa mereka tak terlupa, walau berganti masa.
“Oky........ Ya Allah masih putih aja” teriak Sukma sambil memeluk Oky dan menggelitiknya.
“Nyindir nih nyindir, emang kalihatan ya kalau aku udah putihan, biasalah perawatan” balas Oky dengan santai.
“Hahahaha......” teman-temannya tertawa.
“Lihat nih ada yang lebih parah” Oky menunjuk Deden untuk mengalihkan topik.
“Ini seriusan Deden ?” Tanya Erda.
“Seriusan ini aku Deden, kenapa emang ?” jawab Deden penasaran.
“Kamu kok......... ” saut Dicky memotong. “Aku kenapa ?” Deden makin penasaran. “Kamu makin .....” Anggi membalas sambil menutup mulut.
“Kenapa? Aku makin ganteng ya” jawab Deden berpose ala Boy Band Korea.
“Iiiuuuccchhhh, PeDe Gilaaa” Dian memotong ala anak lebay jaman sekarang.
“Udah udah gak usah diperpanjang, To the point aja coba” Wildan mencoba melerai.
“to de point gimana Dan?” tanya Deden. “Kamu itu makin ........... Bengkaaaakkkk” mereka menjawabnya kompak. “Dasar, Oky nih biangnya” Deden mengejar Oky, berlarian seperti anak kecil.
“Bu Dian, nemu anak di mana?” Tanya Sukma mulai beralih obyek. “Buset, ini anak aku Sukmaaa, ya nemu dari bapaknya lah” jawab Dian.
“Ade ganteng banget sih kaya Om” Sukma menggoda anaknya Dian sambil mencubit pipinya.
“Dihhhh, gantengan ayahnya lah” Dian membalas.
“Emang nanya situ? Ade bilangin Papah gih, buatin ade buat Ade gitu, hahahaha” Sukma membalas sambil tertawa.
“Hahahaha.... nanti yah, satu aja ribet” jawab Dian.
Sambil mereka melepas rindu satu sama lain, Sukma masih menanti kedatangan Ega yang masih belum kelihatan. Matanya melirik kanan berganti kiri, melihat sekeliling wajah yang dirindukan tak kunjung datang.
“Hayoooo Sukma nyariin Ega ya?” Wiwi menepuk Sukma.
“Eeeehhhh Wiwi ngagetin aja, iya nih kok dia belum dateng ya?” Sukma makin gelisah.
“Katanya lagi OTW, Cieeee ada yang kangen sama pembawa Baki” jawab Wiwi menggoda.
“Apaan sih? Kalian juga kangen kan?” Sukma mengelak tapi wajahnya memerah.
Saat mereka asyik bercanda, tiba-tiba Sukma mendapat telpon dari nomor tak dikenal.
“Assalamu’alaikum, selamat pagi, dengan siapa ya?” Sukma mengawali perbincangan.
“Wa’alaikumsalam, ini Sukma kan? Sukma ini A Oyo, kamu bisa ke Jakarta sekarang gak?” jawab seseorang dari smartphonenya dengan tergesa-gesa.
“Sekarang? Emang ada apa A?” Sukma menjawab dengan gelisah.
“Iya sekarang banget, ini Kakak kamu lagi di rumah sakit, dia kritis kena serangan jantung pagi ini” jawab A Oyo menjelaskan.
“Innalillah...... Ya Allah, iya A, Sukma sekarang berangkat ke Jakarta” Sukma menyanggupi dengan perasaan gak karuan.
“Ya udah kamu hati-hati di jalan” A Oyo menutup telpon.
Sukma langsung berpamitan, rasanya berat meninggalkan teman-temannya yang sudah 8 tahun baru ketemu, ingin rasanya seharian ini bersama mengenang cerita yang dulu terpendam. Apalagi Sukma belum ketemu Ega, gadis yang selama ini ingin dijumpainya, sekadar untuk menanyakan kabar. Sukma berjalan meninggalkan teman-temannya, tapi air mata tertinggal di Taman Kota, membawa sejuta rindu yang tak tersampaikan, semurni cinta yang tak pernah terucap, setulus kasih sayang yang tak pernah dikenang. Cintanya terhenti di persimpangan hati.
Mungkin baru 100 meter ia meninggalkan tempat itu, terlihat jelas di spion motornya sosok yang dirindukan, Ega datang beberapa detik setelah Sukma pergi. Sukma berhenti di persimpangan jalan, membuka helmnya, untuk memastikan siapa yang datang. Dia tersenyum bahagia melihat Ega baik-baik saja.
“Kamu makin cantik Ega, semoga di lain kesempatan aku bisa benar-benar menyapamu secara langsung” suara hatinya menggelora tetapi mulut tak bisa berkata, langkahnya pun tak bisa berbalik arah, mengingat sang Kakak sedang terbujur tak berdaya di Kota yang jauh di sana. Sukma melanjutkan perjalanannya, dengan hati yang pasrah, lagi-lagi perasaannya terhenti di persimpangan, yang mengharuskannya memilih jalan berbeda...***
“Ya Allah, udah lama banget nih baru buka fb, kira-kira ada berapa ribu pemberitahuan ya, hehe” celetus Sukma sambil tersenyum melihat foto-foto usangnya jaman SMA.
“Parah, ada 999 pemberitahuan, dari mana aja nih ?”. Sukma makin penasaran, seketika rasa ngantuknya pun menghilang. Ia buka halaman pemberitahuan, mungkin sebagian besar adalah ucapan “selamat ulang tahun” dari teman-teman fbnya.
“Bentar bentar, ini siapa sih yang nandain aku dikirimannya ?”. Ada sebuah “tag” dari seorang nama yang tidak asing baginya. “Dian Lestari? Siapa ya? Ko dia tag aku di Group Ewangga’08?”. Sukma mengernyitkan dahinya, sembari mengingat kenangan yang mungkin terlupakan.
“Cuuuuurrrrrrrrr…….” Ia tuangkan air panas ke dalam gelas berisi campuran kopi arabica dan setengah sendok gula pasir. Saat kopi panas hendak diminum, tiba-tiba…. “Lhooo…… ini kan Teh Dian Paskibraka Jawa Barat, Oh iya kita kan seangkatan. Nama angkatannya Ewangga, ampun dah masih muda udah pikun aja”. Akhirnya Sukma mengingatnya, namun ia telah lupa hendak meminum kopi itu, tangannya sigap membuka kenangan di Group Ewangga.
“Hahahaha..... Eetttdaaahhh culunnya diriku jaman SMA”. Ia buka satu persatu lembaran foto jadulnya saat menjadi Paskibraka. “Sumpah kangen banget sama mereka”. Hatinya terenyuh, merasakan rindu begitu menggebu, menggelora mengguncangkan jiwa. Ingin rasanya kembali bersua dengan sahabat lama tempo dulu.
Namun matanya hanya tertuju pada satu wajah bertulis nama “Ega Pusgitasari”, jantungnya berdegup kencang, bibirnya tersenyum, matanya berbinar seolah ia melihat harapan yang begitu indah. Mungkin di masa lalu atau masa depan yang masih misteri.
Ega adalah Pembawa Baki Paskibraka 2008, parasnya yang anggun, sikapnya santun, membuat siapa saja yang melihatnya tertegun, merasa kagum karena usahanya yang tekun.
Ya begitulah manusia, kegiatan bersama laki-laki dan wanita ada saja yang menumbuhkan rasa cinta. Ega adalah cinta pertama dan satu-satunya yang pernah dirasakan Sukma, karena kesibukan kuliah rasa itu mulai terpendam. Namun rasa itu tak pernah terbalas, karena Sukma tak pernah mengungkapkannya sampai sekarang, sampai kesibukan dan jarak yang semakin memisahkan. Ega tak pernah tahu, tak ada yang memberi tahu, dan tak seorang pun yang tahu, Sukma hanya menggantungnya di atas kata “Rindu”.
“Semoga Kamu baik-baik saja Ega, Aku tak pernah tahu hembusan kabarmu 8 tahun ini”. Sukma merasakan kegalauan dari flashback kenangan yang mendalam.
Ada sebuah Tautan belum lama ini dibagikan Iman Hidayat (teman Paskibraka seangkatan Sukma) di Group Ewangga dari suarakuningan.com tentang Paskibraka tahun 2016, mungkin seminggu yang lalu, Tautan itu telah mengundang banyak komentar dari alumnus Paskibraka 2008.
Sukma membaca satu persatu komentar teman-temannya, tetapi nama yang dicarinya tak juga muncul, mungkin Ega masih sibuk dengan aktifitasnya. Tautan itu berakhir dengan pembuatan Group Ewangga baru di WhatsApp. Sukma pun diundang oleh Deny masuk ke Group itu.
Betapa bahagianya nama yang dicari-carinya muncul di bagian anggota group itu lengkap dengan nomor telepon, dan tanpa pikir panjang Sukma langsung menyimpan nomor itu. Tapi belum juga ia berani untuk menghubunginya.
Akhirnya untuk menghilangkan rasa canggung Sukma memancing teman-temannya bercanda, dengan gayanya yang khas dan konyol ia mengundang gelak tawa teman-temannya seperti di masa itu saat mereka masih bersama. Begitupun Ega yang tak luput dari sindiran-sindiran kalimat konyolnya Sukma, meski begitu Sukma merasa sangat bahagia dan menantikan agenda Reuni yang telah dibahas, bukan hanya kerinduan bertemu dengan teman lama, tetapi kebahagiaan bersua kembali dengan gadis impian, yang telah lama dinantikan.
Hari itu tiba, tanggal 11 September 2016, tepat satu hari sebelum Idul Adha, karena hari minggu suasana Taman Kota Kuningan ramai dengan kerumunan masyarakatnya yang datang dari berbagai penjuru Kota Kuda, untuk satu hari menikmati sejuknya alun-alun Kota tanpa asap sisa (Car Free Day).
8 tahun terakhir ini mungkin Sukma telah menjadi pribadi yang berbeda, di usianya yang sudah 24 tahun ia sedikit lebih memperhatikan gaya, untuk memantaskan diri menjadi pemuda yang enak dipandang mata. Hari ini sama nervousnya dengan ujian Tesis seminggu yang akan datang. Bahagia bercampur malu ia bergaya di depan kaca, mempersiapkan tatapan mata di hadapan si Dia.
Mereka berkumpul di kursi berjajar di Taman Kota, menikmati sejuknya Kota kecil di Timur Jawa Barat. Gunung Ciremai tetap menjulang dengan gagahnya tak sedikitpun berubah saat mereka berjuang di tengah Kota, 8 tahun silam jasa mereka tak terlupa, walau berganti masa.
“Oky........ Ya Allah masih putih aja” teriak Sukma sambil memeluk Oky dan menggelitiknya.
“Nyindir nih nyindir, emang kalihatan ya kalau aku udah putihan, biasalah perawatan” balas Oky dengan santai.
“Hahahaha......” teman-temannya tertawa.
“Lihat nih ada yang lebih parah” Oky menunjuk Deden untuk mengalihkan topik.
“Ini seriusan Deden ?” Tanya Erda.
“Seriusan ini aku Deden, kenapa emang ?” jawab Deden penasaran.
“Kamu kok......... ” saut Dicky memotong. “Aku kenapa ?” Deden makin penasaran. “Kamu makin .....” Anggi membalas sambil menutup mulut.
“Kenapa? Aku makin ganteng ya” jawab Deden berpose ala Boy Band Korea.
“Iiiuuuccchhhh, PeDe Gilaaa” Dian memotong ala anak lebay jaman sekarang.
“Udah udah gak usah diperpanjang, To the point aja coba” Wildan mencoba melerai.
“to de point gimana Dan?” tanya Deden. “Kamu itu makin ........... Bengkaaaakkkk” mereka menjawabnya kompak. “Dasar, Oky nih biangnya” Deden mengejar Oky, berlarian seperti anak kecil.
“Bu Dian, nemu anak di mana?” Tanya Sukma mulai beralih obyek. “Buset, ini anak aku Sukmaaa, ya nemu dari bapaknya lah” jawab Dian.
“Ade ganteng banget sih kaya Om” Sukma menggoda anaknya Dian sambil mencubit pipinya.
“Dihhhh, gantengan ayahnya lah” Dian membalas.
“Emang nanya situ? Ade bilangin Papah gih, buatin ade buat Ade gitu, hahahaha” Sukma membalas sambil tertawa.
“Hahahaha.... nanti yah, satu aja ribet” jawab Dian.
Sambil mereka melepas rindu satu sama lain, Sukma masih menanti kedatangan Ega yang masih belum kelihatan. Matanya melirik kanan berganti kiri, melihat sekeliling wajah yang dirindukan tak kunjung datang.
“Hayoooo Sukma nyariin Ega ya?” Wiwi menepuk Sukma.
“Eeeehhhh Wiwi ngagetin aja, iya nih kok dia belum dateng ya?” Sukma makin gelisah.
“Katanya lagi OTW, Cieeee ada yang kangen sama pembawa Baki” jawab Wiwi menggoda.
“Apaan sih? Kalian juga kangen kan?” Sukma mengelak tapi wajahnya memerah.
Saat mereka asyik bercanda, tiba-tiba Sukma mendapat telpon dari nomor tak dikenal.
“Assalamu’alaikum, selamat pagi, dengan siapa ya?” Sukma mengawali perbincangan.
“Wa’alaikumsalam, ini Sukma kan? Sukma ini A Oyo, kamu bisa ke Jakarta sekarang gak?” jawab seseorang dari smartphonenya dengan tergesa-gesa.
“Sekarang? Emang ada apa A?” Sukma menjawab dengan gelisah.
“Iya sekarang banget, ini Kakak kamu lagi di rumah sakit, dia kritis kena serangan jantung pagi ini” jawab A Oyo menjelaskan.
“Innalillah...... Ya Allah, iya A, Sukma sekarang berangkat ke Jakarta” Sukma menyanggupi dengan perasaan gak karuan.
“Ya udah kamu hati-hati di jalan” A Oyo menutup telpon.
Sukma langsung berpamitan, rasanya berat meninggalkan teman-temannya yang sudah 8 tahun baru ketemu, ingin rasanya seharian ini bersama mengenang cerita yang dulu terpendam. Apalagi Sukma belum ketemu Ega, gadis yang selama ini ingin dijumpainya, sekadar untuk menanyakan kabar. Sukma berjalan meninggalkan teman-temannya, tapi air mata tertinggal di Taman Kota, membawa sejuta rindu yang tak tersampaikan, semurni cinta yang tak pernah terucap, setulus kasih sayang yang tak pernah dikenang. Cintanya terhenti di persimpangan hati.
Mungkin baru 100 meter ia meninggalkan tempat itu, terlihat jelas di spion motornya sosok yang dirindukan, Ega datang beberapa detik setelah Sukma pergi. Sukma berhenti di persimpangan jalan, membuka helmnya, untuk memastikan siapa yang datang. Dia tersenyum bahagia melihat Ega baik-baik saja.
“Kamu makin cantik Ega, semoga di lain kesempatan aku bisa benar-benar menyapamu secara langsung” suara hatinya menggelora tetapi mulut tak bisa berkata, langkahnya pun tak bisa berbalik arah, mengingat sang Kakak sedang terbujur tak berdaya di Kota yang jauh di sana. Sukma melanjutkan perjalanannya, dengan hati yang pasrah, lagi-lagi perasaannya terhenti di persimpangan, yang mengharuskannya memilih jalan berbeda...***
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.