Oleh: Novy Khusnul Khotimah*)
Program Rehabilitasi Penyalahguna Narkoba merupakan salah satu bagian dari 4 pilar (pencegahan, pemberdayaan masyarakat, pemberantasan, dan rehabilitasi. dalam perka BNN no.4 Tahun 2015 dijelaskan perlunya peningkatan lembaga rehabilitasi medis dan sosial baik yang diselenggarakan oleh pemerintah/ pemerintah daerah maupun masyarakat.
Berdasarkan perka tersebut, Lembaga rehabilitasi medis adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan rehabilitasi medis bagi Pecandu, Korban Penyalahgunaan Narkotika dan Penyalah Guna Narkotika yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Sedangkan Lembaga rehabilitasi sosial adalah tempat atau panti yang melaksanakan rehabilitasi sosial bagi Pecandu, Korban Penyalahgunaan dan Penyalah Guna Narkotika yang ditetapkan oleh Menteri Sosial.
Dari berbagai Lembaga rehabilitasi social dan medis ini ternyata tidak semua melakukan fungsi serta visi dan misi untuk merehabilitasi penyalahguna narkoba dengan baik. Atau dengan kata lain tolok ukur keberhasilan program rehabilitasi ini masih dipertanyakan. Karena ternyata tingkat relapse (kambuh) dari penyalahguna berdasarkan data masih sekitar 90% dari semua total penyalahguna yang direhabilitasi. oleh sebab itu, ada perlunya kita saling melakukan koreksi terhadap program rehabilitasi penyalahguna narkoba di Indonesia.
Menyoroti problema program rehabilitasi ini, kami ingin memberikan masukan dalam rangka pembenahan lembaga rehabilitasi yang dikelola oleh masyarakat. berbeda dengan lembaga rehabilitasi milik pemerintah seperti balai rehabilitasi dan rumah sakit yang sudah memiliki prosedur standar operasional yang jelas, lembaga rehabilitasi komponen masyarakat masih banyak yang perlu dibenahi.
Berdasarkan penuturan Juju Junaedi selaku direktur Rumah Damping Tenjo Laut yang pernah mendapatkan penghargaan dari presiden atas sepak terjangnya didunia anti narkoba, memetakan ada beberapa sebab mengapa lembaga rehabilitasi komponen masyarakat perlu pembenahan :
1. Tempat pelayanan yang tidak representatif
Untuk seringkali tempat pelayanan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Artinya Kurangnya ruangan khusus untuk perawatan klien antaraq lain ruang pemeriksaan, ruamg detoksifikasi, euang konseling,serta sarana penting lainnya.
2. Metode pelayanan yang tidak jelas
Berbeda dengan lembaga rehabilitasi milik pemerintah yang metode pelayanannya jelas, di Lembaga Rehabilitasi KM memiliki metode yang tidak terpola atau lebih berdasrkan pengalaman pemilik dan pengurus yayasan. Sehingga efektivitas keberhasilan tidak dapat dibuktikan secara ilmiah.
3. SDM yang tidak berkompeten / professional (asal-asalan)
Menghadapi penyalahguna narkoba tidak bisa sembarangan sebab berbeda dengan manusia normal, penyalahguna narkoba banyak mengalami masalah psikis. Dengan keadaan ini tidak bisa penanganan terhadap mereka dilakukan oleh tenaga yang tidak professional atau ahli dibidangnya. Seharusnya para petugas yang menangani penyalahguna dibekali dengan sertifikat yang menyatakan kompeten seperti konselor, psikolog dan dokter yang sudah bersertifikat.
4. Dalam melaksanakan lembaga KM bersifat situasional
Artinya Lembaga KM sekadar mengandalkan kerjasama dengan pihak pemerintah , kalau tidak ada kerjasama dengan pemerintah tidak jalan (proyek) yang melaksanakan program rehabilitasi.
5. Administrasi yang tidak rapih
Proses pencatatan dan laporan yang menyangkut kegiatan maupun keuangan cenderung masih apa adanya. Administrasi masih perlu untuk ditingkatkan.
6. Klien yang direhabilitasi tidak jelas
Lembaga rehabilitasi KM sering kali berorientasi yang penting ada orang untuk memenuhi target jumlah orang. Dimana yang dilayani sesuai dengan jumlah yang harus dipenuhi oleh lembaga rehabilitasi sesuai dengan perjanjian kerjasama pemberi donor.
7. Petugas yang melayani tidak sebanding dengan jumlah klien
Dimana yang dalam pelayanan seorang petugas konselor berbanding 20-30 klien, padahal idealnya satu orang menangani maksimal 5 klien dalam satu periode rehabilitasi.
8. Tidak memiliki standar layanan minimal
Seluruh lembaga rehabilitasi berbasis Masyarakat di Indonesia sampai saat ini belum ada standarisasi layanan rehabilitasi narkoba baik yang dikeluarkan lembaga tersebut maupun oleh pemerintah.
9. Kurangnya Pengawasan (Kontrol) Pemerintah terhadap Lembaga Rehabilitasi KM
Pemerintah perlu melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan dan hasil kinerja lembaga Rehabilitasi KM agar dapat dihasilkan output yang optimal dan efektif.
Dengan dapat diatasinya problem diatas, diharapkan upaya rehabilitasi penyalahguna narkoba di Indonesia dapat dioptimalkan. Terutama untuk menekan angka relapse (kekambuhan) pecandu yang sampai saat ini masih 90%. Pembenahan tempat rehabilitasi menjadi kebutuhan penting untuk menekan prevalensi penyalahguna narkoba di Indonesia.***
Berdasarkan perka tersebut, Lembaga rehabilitasi medis adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan rehabilitasi medis bagi Pecandu, Korban Penyalahgunaan Narkotika dan Penyalah Guna Narkotika yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Sedangkan Lembaga rehabilitasi sosial adalah tempat atau panti yang melaksanakan rehabilitasi sosial bagi Pecandu, Korban Penyalahgunaan dan Penyalah Guna Narkotika yang ditetapkan oleh Menteri Sosial.
Dari berbagai Lembaga rehabilitasi social dan medis ini ternyata tidak semua melakukan fungsi serta visi dan misi untuk merehabilitasi penyalahguna narkoba dengan baik. Atau dengan kata lain tolok ukur keberhasilan program rehabilitasi ini masih dipertanyakan. Karena ternyata tingkat relapse (kambuh) dari penyalahguna berdasarkan data masih sekitar 90% dari semua total penyalahguna yang direhabilitasi. oleh sebab itu, ada perlunya kita saling melakukan koreksi terhadap program rehabilitasi penyalahguna narkoba di Indonesia.
Menyoroti problema program rehabilitasi ini, kami ingin memberikan masukan dalam rangka pembenahan lembaga rehabilitasi yang dikelola oleh masyarakat. berbeda dengan lembaga rehabilitasi milik pemerintah seperti balai rehabilitasi dan rumah sakit yang sudah memiliki prosedur standar operasional yang jelas, lembaga rehabilitasi komponen masyarakat masih banyak yang perlu dibenahi.
Berdasarkan penuturan Juju Junaedi selaku direktur Rumah Damping Tenjo Laut yang pernah mendapatkan penghargaan dari presiden atas sepak terjangnya didunia anti narkoba, memetakan ada beberapa sebab mengapa lembaga rehabilitasi komponen masyarakat perlu pembenahan :
1. Tempat pelayanan yang tidak representatif
Untuk seringkali tempat pelayanan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Artinya Kurangnya ruangan khusus untuk perawatan klien antaraq lain ruang pemeriksaan, ruamg detoksifikasi, euang konseling,serta sarana penting lainnya.
2. Metode pelayanan yang tidak jelas
Berbeda dengan lembaga rehabilitasi milik pemerintah yang metode pelayanannya jelas, di Lembaga Rehabilitasi KM memiliki metode yang tidak terpola atau lebih berdasrkan pengalaman pemilik dan pengurus yayasan. Sehingga efektivitas keberhasilan tidak dapat dibuktikan secara ilmiah.
3. SDM yang tidak berkompeten / professional (asal-asalan)
Menghadapi penyalahguna narkoba tidak bisa sembarangan sebab berbeda dengan manusia normal, penyalahguna narkoba banyak mengalami masalah psikis. Dengan keadaan ini tidak bisa penanganan terhadap mereka dilakukan oleh tenaga yang tidak professional atau ahli dibidangnya. Seharusnya para petugas yang menangani penyalahguna dibekali dengan sertifikat yang menyatakan kompeten seperti konselor, psikolog dan dokter yang sudah bersertifikat.
4. Dalam melaksanakan lembaga KM bersifat situasional
Artinya Lembaga KM sekadar mengandalkan kerjasama dengan pihak pemerintah , kalau tidak ada kerjasama dengan pemerintah tidak jalan (proyek) yang melaksanakan program rehabilitasi.
5. Administrasi yang tidak rapih
Proses pencatatan dan laporan yang menyangkut kegiatan maupun keuangan cenderung masih apa adanya. Administrasi masih perlu untuk ditingkatkan.
6. Klien yang direhabilitasi tidak jelas
Lembaga rehabilitasi KM sering kali berorientasi yang penting ada orang untuk memenuhi target jumlah orang. Dimana yang dilayani sesuai dengan jumlah yang harus dipenuhi oleh lembaga rehabilitasi sesuai dengan perjanjian kerjasama pemberi donor.
7. Petugas yang melayani tidak sebanding dengan jumlah klien
Dimana yang dalam pelayanan seorang petugas konselor berbanding 20-30 klien, padahal idealnya satu orang menangani maksimal 5 klien dalam satu periode rehabilitasi.
8. Tidak memiliki standar layanan minimal
Seluruh lembaga rehabilitasi berbasis Masyarakat di Indonesia sampai saat ini belum ada standarisasi layanan rehabilitasi narkoba baik yang dikeluarkan lembaga tersebut maupun oleh pemerintah.
9. Kurangnya Pengawasan (Kontrol) Pemerintah terhadap Lembaga Rehabilitasi KM
Pemerintah perlu melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan dan hasil kinerja lembaga Rehabilitasi KM agar dapat dihasilkan output yang optimal dan efektif.
Dengan dapat diatasinya problem diatas, diharapkan upaya rehabilitasi penyalahguna narkoba di Indonesia dapat dioptimalkan. Terutama untuk menekan angka relapse (kekambuhan) pecandu yang sampai saat ini masih 90%. Pembenahan tempat rehabilitasi menjadi kebutuhan penting untuk menekan prevalensi penyalahguna narkoba di Indonesia.***
*) Penulis: Penyuluh Narkoba BNN Kabupaten Kuningan
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.