Oleh Ahmad Syaiful Bahri
District Coordinator USAID PRIORITAS Kab. Kuningan
District Coordinator USAID PRIORITAS Kab. Kuningan
Di era modern seperti sekarang ini, kebutuhan akan alat transportasi mutlak bagi setiap manusia. Mulai dari mengantar anak ke sekolah, sampai orang dewasa bepergian ke kantor, mereka tentu membutuhkan alat transportasi. Masyarakat yang mobilitasnya tinggi, tentu sangat membutuhkannya, baik kendaraan roda dua maupun roda empat.
Tingginya kebutuhan memiliki alat transportasi mendorong masyarakat untuk membeli sepeda motor maupun mobil, bukan hanya di kota, namun sudah sampai merambah desa. Bisa dilihat, jalan-jalan kecil sampai gang-gang kecil berseliweran kendaraan bermotor. Rame. itu sudah pasti apalagi di jam sibuk pagi dan sore hari. Semua saling berebut untuk lebih dulu.
Fenomena masyarakat yang ingin memiliki kendaraan bermotor semakin mudah dengan hanya modal 500 ribu sudah bisa membawa pulang satu buah sepeda motor baru.
Pernahkah kita menghitung, berapa banyak dalam setahun di satu Kabupaten mengeluarkan kendaraan baru yang dibeli oleh masyarakat. Suatu saat pasti akan jadi bom waktu. Sedangkan jalan tidak pernah bertambah.
Atas mudahnya memiliki kendaraan pula, banyak orang tua membelikan kendaraan sepeda motor baru untuk anaknya yang akan bepergian ke sekolah dengan alasan praktis dan mudah. Mereka tidak berfikir akan keselamatan anaknya.
Pengendara Cilik
Salah satu fenomena yang cukup menarik adalah banyaknya anak-anak yang masih di bawah umur sudah mengendarai sepeda motor. Miris melihatnya. Mereka yang tanpa SIM dan pengetahuan cukup tentang berkendara yang baik sudah lalu lalang hilir mudik di setiap jalanan beraspal.
Anak-anak biasanya belum memiliki kecakapan mental yang baik dalam berkendara. Tentu kita pernah melihat mereka berkendara bukan ? rata-rata dari mereka menjalankan kendaraan roda dua dengan kecepatan tinggi, tidak memakai helm, bahkan terkadang sambil main handphone.
Miris. Itulah satu kata yang kita rasakan. Lantas apakah kita hanya tinggal diam menyaksikan fenomena pengendara cilik ini ? tentu tidak, semua bisa ambil bagian dan yang paling utama adalah peran orang tua dan pemerintah.
Berdasarkan data dari Jaringan Aksi Keselamatan Jalan (Jarak Aman) sebagaimana dikutip dari Kompas.com bahwa pengendara anak-anak menyumbangkan 5 persen sebagai pelaku kecelakaan, dengan rata-rata melibatkan 4.000-an anak per tahun, dengan korban kecelakaan usia 15 tahun ke bawah mencapai sekitar 18 persen dari total korban kecelakaan di Indonesia.
Tingginya angka kecelakaan yang melibatkan anak-anak membuat kita prihatin. Ada begitu banyak anak-anak yang dibiarkan merajalela di jalanan dengan mengendarai sepeda motor di Indonesia, sedangkan di negara asal pembuat motor di Jepang, justru anak-anak di negara tersebut tidak menggunakan kendaraan bermotor. Mereka lebih suka jalan kaki atau naik sepeda.
Perlunya Ketegasan Orang Tua
Dalam hal ini, kita sepakat, tanpa ketegasan dan kesadaran orang tua maka akan terus menjamur anak-anak di bawah umur yang mengendarai sepeda motor. Mereka harus sadar bahwa kendaraan bermotor adalah kendaraan yang tidak main-main dengan nyawa taruhannya, masih ingat kejadian di Yogyakarta yang menewaskan seorang bocah berumur 14 tahun dengan mengendarai Sepeda Motor Ninja dengan kecepatan sangat tinggi. Selain menewaskan pengendara tersebut, juga menewaskan seorang mahasiswi, bahkan sepeda motor itu terbelah menjadi dua bagian karena saking kerasnya benturan.
Sebagai orang tua, bukan hanya ketegasan namun juga kesadaran, bahwa anak-anak yang belum cukup umur tidak boleh membawa kendaraan sendirian. Orang tua tidak perlu gengsi akan hal ini. Lebih baik repot di pagi hari dengan mengantarkan sendiri atau langganan ojek, ketimbang membiarkan anak kita membawa motor sendirian. Bagaimanapun juga, mereka adalah anak-anak yang masih dalam tahap tumbuh kembang fikiran dan mentalnya.
Memberikan ketegasan dalam melarang anak membawa sepeda motor juga akan membuat anak menjadi prihatin dalam menjalani kehidupan ini, karena tidak semuanya di dunia ini bisa didapatkan dengan cara instan. Semua harus melalui proses dan itu semua demi kebaikan sang anak.
Buat Aturan Tegas
Kalau mau bersikap tegas, pemerintah hendaknya membuat aturan tegas anak-anak di bawah umur tidak boleh membawa sepeda motor, misalnya ke sekolah, karena tidak cukup dengan himbauan dan ajakan.
Ketika ada kendaraan dengan jenis merk baru keluar, tidak lama kemudian sudah ada kelompok komunitas kendaraan tersebut. Ini karena mudahnya masyarakat membeli kendaraan bermotor dengan uang muka murah. Harusnya sistem bayar tunai, saat ini justru ketika membayar dengan uang tunai akan dipersulit, dan ketika membayar kredit akan dipermudah.
Pemerintah juga bisa melakukan kajian penghentian sementara jual beli sepeda motor baru jika ketahuan digunakan oleh anak di bawah umur. Pihak penjual kendaraan bermotor juga memiliki tanggung jawab sosial kepada pembeli untuk memberikan edukasi agar kendaraan bermotor tidak digunakan oleh anak yang belum cukup umur.
Berapa banyak kendaraan baru bertambah di jalan raya, semakin penuh kendaraan bermotor juga semakin rawan kecelakaan. Ditambah dengan pengendara anak-anak yang mengemudikan kendaraannya dengan cukup tinggi. Jika kendaraan terus bertambah, sedangkan jalan raya tidak bertambah maka akan semakin ramai dan imbasnya adalah macet.
Selain itu, Pemerintah daerah sudah harus memikirkan menyediakan transportasi umum yang aman dan nyaman. Angkutan kota yang sudah lama ada, harus di remajakan. Manusia semakin bertambah, kendaraan juga semakin bertambah, tentu harus dipikirkan moda transportasi massal. Bupati atau Walikota antar Kabupaten/Kota bisa membuat semacam nota kesepakatan bersama kerjasama menyediakan transportasi massal antar Kabupaten. Ini menjadi alternatif pilihan agar masyarakat mau beralih menggunakan transportasi umum.
Oleh karenanya, untuk menekan anak-anak berkendara, orang tua memiliki peran yang paling penting dalam mencegah terjadinya fenomena pengendara cilik yang semakin merajalela. Jangan sampai menyesal di akhir waktu karena membiarkan putri putri kita menjadi korban kecelakaan di jalan raya.***
Tingginya kebutuhan memiliki alat transportasi mendorong masyarakat untuk membeli sepeda motor maupun mobil, bukan hanya di kota, namun sudah sampai merambah desa. Bisa dilihat, jalan-jalan kecil sampai gang-gang kecil berseliweran kendaraan bermotor. Rame. itu sudah pasti apalagi di jam sibuk pagi dan sore hari. Semua saling berebut untuk lebih dulu.
Fenomena masyarakat yang ingin memiliki kendaraan bermotor semakin mudah dengan hanya modal 500 ribu sudah bisa membawa pulang satu buah sepeda motor baru.
Pernahkah kita menghitung, berapa banyak dalam setahun di satu Kabupaten mengeluarkan kendaraan baru yang dibeli oleh masyarakat. Suatu saat pasti akan jadi bom waktu. Sedangkan jalan tidak pernah bertambah.
Atas mudahnya memiliki kendaraan pula, banyak orang tua membelikan kendaraan sepeda motor baru untuk anaknya yang akan bepergian ke sekolah dengan alasan praktis dan mudah. Mereka tidak berfikir akan keselamatan anaknya.
Pengendara Cilik
Salah satu fenomena yang cukup menarik adalah banyaknya anak-anak yang masih di bawah umur sudah mengendarai sepeda motor. Miris melihatnya. Mereka yang tanpa SIM dan pengetahuan cukup tentang berkendara yang baik sudah lalu lalang hilir mudik di setiap jalanan beraspal.
Anak-anak biasanya belum memiliki kecakapan mental yang baik dalam berkendara. Tentu kita pernah melihat mereka berkendara bukan ? rata-rata dari mereka menjalankan kendaraan roda dua dengan kecepatan tinggi, tidak memakai helm, bahkan terkadang sambil main handphone.
Miris. Itulah satu kata yang kita rasakan. Lantas apakah kita hanya tinggal diam menyaksikan fenomena pengendara cilik ini ? tentu tidak, semua bisa ambil bagian dan yang paling utama adalah peran orang tua dan pemerintah.
Berdasarkan data dari Jaringan Aksi Keselamatan Jalan (Jarak Aman) sebagaimana dikutip dari Kompas.com bahwa pengendara anak-anak menyumbangkan 5 persen sebagai pelaku kecelakaan, dengan rata-rata melibatkan 4.000-an anak per tahun, dengan korban kecelakaan usia 15 tahun ke bawah mencapai sekitar 18 persen dari total korban kecelakaan di Indonesia.
Tingginya angka kecelakaan yang melibatkan anak-anak membuat kita prihatin. Ada begitu banyak anak-anak yang dibiarkan merajalela di jalanan dengan mengendarai sepeda motor di Indonesia, sedangkan di negara asal pembuat motor di Jepang, justru anak-anak di negara tersebut tidak menggunakan kendaraan bermotor. Mereka lebih suka jalan kaki atau naik sepeda.
Perlunya Ketegasan Orang Tua
Dalam hal ini, kita sepakat, tanpa ketegasan dan kesadaran orang tua maka akan terus menjamur anak-anak di bawah umur yang mengendarai sepeda motor. Mereka harus sadar bahwa kendaraan bermotor adalah kendaraan yang tidak main-main dengan nyawa taruhannya, masih ingat kejadian di Yogyakarta yang menewaskan seorang bocah berumur 14 tahun dengan mengendarai Sepeda Motor Ninja dengan kecepatan sangat tinggi. Selain menewaskan pengendara tersebut, juga menewaskan seorang mahasiswi, bahkan sepeda motor itu terbelah menjadi dua bagian karena saking kerasnya benturan.
Sebagai orang tua, bukan hanya ketegasan namun juga kesadaran, bahwa anak-anak yang belum cukup umur tidak boleh membawa kendaraan sendirian. Orang tua tidak perlu gengsi akan hal ini. Lebih baik repot di pagi hari dengan mengantarkan sendiri atau langganan ojek, ketimbang membiarkan anak kita membawa motor sendirian. Bagaimanapun juga, mereka adalah anak-anak yang masih dalam tahap tumbuh kembang fikiran dan mentalnya.
Memberikan ketegasan dalam melarang anak membawa sepeda motor juga akan membuat anak menjadi prihatin dalam menjalani kehidupan ini, karena tidak semuanya di dunia ini bisa didapatkan dengan cara instan. Semua harus melalui proses dan itu semua demi kebaikan sang anak.
Buat Aturan Tegas
Kalau mau bersikap tegas, pemerintah hendaknya membuat aturan tegas anak-anak di bawah umur tidak boleh membawa sepeda motor, misalnya ke sekolah, karena tidak cukup dengan himbauan dan ajakan.
Ketika ada kendaraan dengan jenis merk baru keluar, tidak lama kemudian sudah ada kelompok komunitas kendaraan tersebut. Ini karena mudahnya masyarakat membeli kendaraan bermotor dengan uang muka murah. Harusnya sistem bayar tunai, saat ini justru ketika membayar dengan uang tunai akan dipersulit, dan ketika membayar kredit akan dipermudah.
Pemerintah juga bisa melakukan kajian penghentian sementara jual beli sepeda motor baru jika ketahuan digunakan oleh anak di bawah umur. Pihak penjual kendaraan bermotor juga memiliki tanggung jawab sosial kepada pembeli untuk memberikan edukasi agar kendaraan bermotor tidak digunakan oleh anak yang belum cukup umur.
Berapa banyak kendaraan baru bertambah di jalan raya, semakin penuh kendaraan bermotor juga semakin rawan kecelakaan. Ditambah dengan pengendara anak-anak yang mengemudikan kendaraannya dengan cukup tinggi. Jika kendaraan terus bertambah, sedangkan jalan raya tidak bertambah maka akan semakin ramai dan imbasnya adalah macet.
Selain itu, Pemerintah daerah sudah harus memikirkan menyediakan transportasi umum yang aman dan nyaman. Angkutan kota yang sudah lama ada, harus di remajakan. Manusia semakin bertambah, kendaraan juga semakin bertambah, tentu harus dipikirkan moda transportasi massal. Bupati atau Walikota antar Kabupaten/Kota bisa membuat semacam nota kesepakatan bersama kerjasama menyediakan transportasi massal antar Kabupaten. Ini menjadi alternatif pilihan agar masyarakat mau beralih menggunakan transportasi umum.
Oleh karenanya, untuk menekan anak-anak berkendara, orang tua memiliki peran yang paling penting dalam mencegah terjadinya fenomena pengendara cilik yang semakin merajalela. Jangan sampai menyesal di akhir waktu karena membiarkan putri putri kita menjadi korban kecelakaan di jalan raya.***
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.