From Kuningan to PSS Sleman
oleh: Fiki Priyatna
oleh: Fiki Priyatna
Sore itu saya sudah bersiap siap untuk pergi menonton sepak bola Indonesia yang sudah lama sekali saya tidak berangkat ke stadion.
Pesan singkat saudara saya, Dedit Andrianto yang mungkin dia sering nonton untuk membawa masker. Saya pikir kenapa harus bawa masker? tapi tetep bawa aja lah ngikut aja kata saudara.
Sesampainya di stadion, saya terheran karena dalam hati saya ini divisi utama kan? LPIS? ko seramai ini liga yang waktu itu sangat sulit kita cari beritanya di media nasional? Sampai di depan loket saya kmbali kaget harga tiket yang begitu mahal. Menurut saya karena ini kompetisi kasta kedua seingat saya waktu itu harga tiket 50 rb VIP, 30 rb Kelas 2 tribun tertutup, 20 rb tribun terbuka.
Dan yang membuat saya kagum.. mereka semua beli di loket bukan di calo “No Ticket No Game” katanya? waow sebuah gebrakan baru kesadaran penonton yang luar biasa. Menurut saya ditengah tengah jaman sekarang suporter yang katanya maniak mati matian dukung tim nya sampai tawuran terkadang mereka ga beli tiket loh hehehe...
Sampai dalam stadion.. oh my God! tribun penuh sesak sampai saya duduk di tangga jalan tribun merah stadion itu. ya benar saya memang berada di stadion Maguwoharjo International Stadium malam itu untuk melihat tim yg saya dukung PSS Sleman menghadapi tamunya dari Purbalingga.
Terakhir saya kesana, stadion yang sangat megah dengan atapnya dan lampu penerangan standar serta papan skor digitalnya dan juga membuat saya heran berikutnya di sisi tribun selatan atau kuning penuh sesak manusia yang rata-rata pake baju hitam-hitam.
Saya pun bertanya kepada saudara saya “siapa mereka, A Dedit?”
Saudara saya menjawab dengan senyum “Brigata Curva Sud supporter ultras nya PSS”.
Dalam hati saya? eh sekarang PSS punya SLEMANIA dan BCS ini dong. Lalu saya bertanya lagi sama saudara saya “A Dedit itu item item anak Hardcore atau Metal yah? hehe… Tapi damai kan?” (karena memang hardcore dan metal emang baru booming di jogja)
Saudara saya menjawab, “ya mereka rata rata suka musik cadas dan cinta damai ko malah ga koalisi koalisian juga independent, kamu nanti pasti susah mindah pandangan dari tribun selatan.”
“heh?” saya semakin penasaran sama supporter yg satu ini.
Dan memang unik saya dengarkan chants mereka italy banget dan ga pernah denger di Indonesia di sisi Slemania juga semangat banget nyanyinya dan saya mulai merasa seperti dulu lagi yang setia nonton Super Elja.
Dan akhirnya bendera fair play pun masuk ke lapangan tanda dimulainya pertandingan perdana malam itu.
Dan saya pun terkejut ratusan red flare membakar stadion MIS malam itu dalam hati kecil saya berkata apa ini? Ini di Indonesia? buset gokil banget.. ini indah banget mirip di sansiro beneran. Decak kagum dan senyum lebar tidak bisa saya bendung lagi keren banget soalnya.
Dan akhirnya prtandingan ditunda hampir 15 menit karena memang asapnya menutupi semua lapangan dan jarak pandang mungkin cuma 5 cm. Setelah asap mereda genderang perang dimulai.
PSS yang dibilang bertabur bintang nampaknya kesulitan membongkar pertahanan berlapis yang menumpuk dibelakang PERSIBANGA. Segala bentuk variasi serangan berusaha dilancarkan oleh Elang Jawa namun pertahanan sang lawan tak goyah.
Menit akhir babak pertama pertahanan PERSIBANGA goyah tendangan jarak jauh Anang Hadi mengoyak gawang tim tamu tersebut 1 - 0 untuk PSS dan kala itu saya berteriak gol dengan lantang.
Jeda babak kedua pandangan saya tak lepas dari tribun selatan dan utara dalam hati saya apa yang akan mereka lakukan? kenapa membagi kertas berwarna warni? ketika kick off babak kedua dibunyikan serentak tribun utara yang ditempati Slemania membuat koreo yang sangat bagus bendera merah putih dengan gambar supporter ditengahnya membawa syal. hemm inilah dulu supporter terbaik di Indonesia.
Selang beberapa detik giliran tribun selatan yang bergelora waaaaooww.. ini luar biasa BCS menampilkan koreo yg membuat saya merinding untuk melihatnya. Saya rasa bukan cuma saya, se isi stadion pasti merasakan hal yang sama dan seketika PSS yg mendapat tendangan bebas bisa mencuri goal mungkin karena pemain lawan merinding juga yah melihat koreo luar biasa dari BCS.
Salut dan bangga itu yang saya rasakan malam itu melihat langsung atmosfer gila nya kedua supporter Sleman ini.
Saya rasa tiket 30 rb tadi jadi sangat murah karena apa yang dipertontonkan di panggung lapangan hijau dg panggung tribun begitu luar biasa.
Sampai akhirnya peluit akhir pertandingan PSS menang 2 - 0atas tamunya. Luar biasa yang hanya terlukis dalam benak saya. Tim kecil yang jarang nongol di TV bisa sehebat ini, euforianya masih sangat terasa sampai saat ini mungkin orang yang melihat pertandingan itu mempunyai rasa yang sama seperti saya.
Hentakan kata Super Elja masi sangat kental di pikiran saya Sleman bruntung mempunyai supporter sperti Slemania & BCS, Yogyakarta beruntung mmpunyai tim yang profesional dan mandiri. Indonesia beruntung mmpunyai ini semua.
Forza Sleman Ale AleSampai Kau Bisa !!!
Semoga PESIK KUNINGAN bangkit.****
Pesan singkat saudara saya, Dedit Andrianto yang mungkin dia sering nonton untuk membawa masker. Saya pikir kenapa harus bawa masker? tapi tetep bawa aja lah ngikut aja kata saudara.
Sesampainya di stadion, saya terheran karena dalam hati saya ini divisi utama kan? LPIS? ko seramai ini liga yang waktu itu sangat sulit kita cari beritanya di media nasional? Sampai di depan loket saya kmbali kaget harga tiket yang begitu mahal. Menurut saya karena ini kompetisi kasta kedua seingat saya waktu itu harga tiket 50 rb VIP, 30 rb Kelas 2 tribun tertutup, 20 rb tribun terbuka.
Dan yang membuat saya kagum.. mereka semua beli di loket bukan di calo “No Ticket No Game” katanya? waow sebuah gebrakan baru kesadaran penonton yang luar biasa. Menurut saya ditengah tengah jaman sekarang suporter yang katanya maniak mati matian dukung tim nya sampai tawuran terkadang mereka ga beli tiket loh hehehe...
Sampai dalam stadion.. oh my God! tribun penuh sesak sampai saya duduk di tangga jalan tribun merah stadion itu. ya benar saya memang berada di stadion Maguwoharjo International Stadium malam itu untuk melihat tim yg saya dukung PSS Sleman menghadapi tamunya dari Purbalingga.
Terakhir saya kesana, stadion yang sangat megah dengan atapnya dan lampu penerangan standar serta papan skor digitalnya dan juga membuat saya heran berikutnya di sisi tribun selatan atau kuning penuh sesak manusia yang rata-rata pake baju hitam-hitam.
Saya pun bertanya kepada saudara saya “siapa mereka, A Dedit?”
Saudara saya menjawab dengan senyum “Brigata Curva Sud supporter ultras nya PSS”.
Dalam hati saya? eh sekarang PSS punya SLEMANIA dan BCS ini dong. Lalu saya bertanya lagi sama saudara saya “A Dedit itu item item anak Hardcore atau Metal yah? hehe… Tapi damai kan?” (karena memang hardcore dan metal emang baru booming di jogja)
Saudara saya menjawab, “ya mereka rata rata suka musik cadas dan cinta damai ko malah ga koalisi koalisian juga independent, kamu nanti pasti susah mindah pandangan dari tribun selatan.”
“heh?” saya semakin penasaran sama supporter yg satu ini.
Dan memang unik saya dengarkan chants mereka italy banget dan ga pernah denger di Indonesia di sisi Slemania juga semangat banget nyanyinya dan saya mulai merasa seperti dulu lagi yang setia nonton Super Elja.
Dan akhirnya bendera fair play pun masuk ke lapangan tanda dimulainya pertandingan perdana malam itu.
Dan saya pun terkejut ratusan red flare membakar stadion MIS malam itu dalam hati kecil saya berkata apa ini? Ini di Indonesia? buset gokil banget.. ini indah banget mirip di sansiro beneran. Decak kagum dan senyum lebar tidak bisa saya bendung lagi keren banget soalnya.
Dan akhirnya prtandingan ditunda hampir 15 menit karena memang asapnya menutupi semua lapangan dan jarak pandang mungkin cuma 5 cm. Setelah asap mereda genderang perang dimulai.
PSS yang dibilang bertabur bintang nampaknya kesulitan membongkar pertahanan berlapis yang menumpuk dibelakang PERSIBANGA. Segala bentuk variasi serangan berusaha dilancarkan oleh Elang Jawa namun pertahanan sang lawan tak goyah.
Menit akhir babak pertama pertahanan PERSIBANGA goyah tendangan jarak jauh Anang Hadi mengoyak gawang tim tamu tersebut 1 - 0 untuk PSS dan kala itu saya berteriak gol dengan lantang.
Jeda babak kedua pandangan saya tak lepas dari tribun selatan dan utara dalam hati saya apa yang akan mereka lakukan? kenapa membagi kertas berwarna warni? ketika kick off babak kedua dibunyikan serentak tribun utara yang ditempati Slemania membuat koreo yang sangat bagus bendera merah putih dengan gambar supporter ditengahnya membawa syal. hemm inilah dulu supporter terbaik di Indonesia.
Selang beberapa detik giliran tribun selatan yang bergelora waaaaooww.. ini luar biasa BCS menampilkan koreo yg membuat saya merinding untuk melihatnya. Saya rasa bukan cuma saya, se isi stadion pasti merasakan hal yang sama dan seketika PSS yg mendapat tendangan bebas bisa mencuri goal mungkin karena pemain lawan merinding juga yah melihat koreo luar biasa dari BCS.
Salut dan bangga itu yang saya rasakan malam itu melihat langsung atmosfer gila nya kedua supporter Sleman ini.
Saya rasa tiket 30 rb tadi jadi sangat murah karena apa yang dipertontonkan di panggung lapangan hijau dg panggung tribun begitu luar biasa.
Sampai akhirnya peluit akhir pertandingan PSS menang 2 - 0atas tamunya. Luar biasa yang hanya terlukis dalam benak saya. Tim kecil yang jarang nongol di TV bisa sehebat ini, euforianya masih sangat terasa sampai saat ini mungkin orang yang melihat pertandingan itu mempunyai rasa yang sama seperti saya.
Hentakan kata Super Elja masi sangat kental di pikiran saya Sleman bruntung mempunyai supporter sperti Slemania & BCS, Yogyakarta beruntung mmpunyai tim yang profesional dan mandiri. Indonesia beruntung mmpunyai ini semua.
Forza Sleman Ale AleSampai Kau Bisa !!!
Semoga PESIK KUNINGAN bangkit.****
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.