
oleh: Drs. Dodo Suwondo, MSi ( FB. Hyang Purwa Galuh )
Di sebuah sudut pertokoan
si abang pedagang bakso terlihat sedikit gemirang
─ dagangannya laku
keras diminati mereka yang
merasakan dinginnya hujan ─
semakin diburu pengisi perut
yang sambil menunggu hujan menyurut
begitu cekatan ia, walau tak sampai pula berdo’a agar hujan
tak gampang reda,
nampaknya ia menikmati sekali hujan lebat itu.
Ia tak peduli angin kencang, sambaran kilat petir dengan
guntur bergelegar.
Baginya hujan kali ini adalah anugrah Tuhan.
Terlihat ia menghitung pengembalian uang bayaran
─ dengan serta
mulutnya berkamit “Alhamdulillah”
Dalam pada itu sering pula dikagetkan oleh kilat yang
sepertinya ingin menyambar
─ “Subhanalloh, dahsyat sekali petir itu!”
Sesekali ia menoleh seorang kakek pedagang es lilin,
tak jauh dari tempatnya ─
ia hanya duduk merenung, tak dapat untung
kali ini dagangannya masih utuh, didera guyuran hujan sedari
pagi,
raut wajah terlihat kusam, roman sedihnya nampak sekali
walau sesekali terhibur oleh obrolan para pengojeg yang
turut berteduh
─ mereka mengobrolkan
macam-macam, nggak keruan, tak tentu topik
mulai dari berbagai kasus korupsi, ojeg onlen, sampai
kedatangan Raja Salman dengan membawa berbagai kemewahan
“Kasihan sekali”
pikir si abang bakso ─ diliriknya wajah
sedih si tukang es lilin lalu ia sodorkan semangkok untuknya.
Ia sengaja sisihkan satu mangkok sambil merapikan
dagangannya yang habis laku keras.
Terlihat ia menghitung hasil jualannya, sambil berkamit
“Alhamdulillah, ini
untuk kebutuhan ibuku di rumah sakit
─ sejurus ia
berkaca-kaca, ia gemirang, tapi bersedih pula.
Dan, bergegaslah ia pulang karena malam akan menjelang dan
dondangan telah kosong kerontang ─
sementara hujan masih kencang
Dalam benaknya, ia menghitung besaran biaya perawayan
ibunya,
di rumah sakit,
besok bisa pulang
Malam menjelang ia bergegas darang pada bulan bernasib
malang ─ tertawan awan hitam
Ia susuri gang berubin pada teras rumah sakit
tak ia hiraukan bunyi tiktak sepatu perawat, pula para
pelayat,
ada nada yang aneh yang terasa dari bunyi pijak kaki
─ terdengar ada raung
di kamar ujung ─ kamar yang akan
dijelang,
jantungnya berdegup kencang ─ dan telinga semakin dipasang
Langkahpun tersangkut pada tangis yang meraung,
ia dapati istrinya, adiknya, kakanya sedang merubung
Ibunya telah tiada tepat pada hujan reda.
Kuningan 14032017
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.