Hot News
20 Mei 2018

Jalan Panjang Menemukan Setitik Cahaya

Oleh : Hendi Suhendar
(Mahasiswa Sejarah Universitas Siliwangi)


Perjalanan hidup sudah sepatutnya dimiliki oleh setiap manusia yang lahir ke dunia ini, catatan perjalan yang begitu penting akan menjadi saksi dihadapan Sang Pencipta yang telah menentukan segala urusan dimuka bumi ini dengan sebaik-baiknya. Tak banyak yang menyadari di era milineal kali ini tentang sejatinya kehidupan dan kehidupan yang sejati.

Hari ini banyak manusia yang sudah memisahkan dirinya dari sebuah rantai yang sudah dibuat, bukan tanpa alasan hal ini bisa terjadi, semua jalan ini merupakan pilihan dari manusia untuk memilih jalan hidupnya sesuai dengan cita-cita dan harapan yang sudah ditentukan, tidak memandang kehidupan ini akan selesai namun seolah-olah keabadian akan didapat dan kematian bisa ditunda.

Tak banyak orang yang memikirkan bahwa kehidupan ini hanya panggung sandiwara yang sedang memerankan sebuah drama kolosal yang ditonton oleh Sang Pencipta untuk menghibur kesehariannya. Hidup bukanlah tentang sebuah perjuangan, bukan pula tentang perjalanan, namun hidup ini adalah tentang kemanfaatan dan kemaslahatan. Manusia diciptakan untuk memperbaiki tatanan dan menjaga keseimbangan. Namun, hari ini manusia menjadi penghancur keseimbangan malah berat sebelah tidak memiliki nilai dan makna untuk menyeimbangkan alam semesta.

Alam sebagai pusat dari peradaban manusia, merespon perlakuan yang tidak nyaman itu dengan nyata, alam memberikan air, alam menggerakan badannya, alam meniupkan anginnya, alam menghembuskan apinya dan alam mengeluarkan laharnya. Semuanya dimuntahkan. Meski dengan rasa sakit alam menyiksa dirinya, hal ini supaya manusia sadar akan tugasnya, alam bukan menyiksa manusia, namun alam hanya mengigatkan manusia akan tugas dan kewajibannya agar kembali lahi kedalam garis edar dan rotasinya.

Setiap manusia mempunyai kerinduan akan keseimbangan alam semesta, namun tak banyak manusia yang sudah mengabdikan dirinya pada hakikat asal, masih sedikit dari banyak manusia yang menghuni dunia ini yang sudah kembali kepada garis edarnya. Dalam tatanan kehidupan manusia saat ini, individualis menjadi pedoman masing-masing, tak menghiraukan orang lain, apalagi alam semesta yang menjadi pijakan kakinya selama ini.

Alam yang indah dibuat dan ditata sesuai dengan keinginan dan kepentingan nafsu yang menggebu-gebu. Pohon yang tinggi digantikan oleh beton-beton yang kokoh menjulang, tanpa menghasilkan oksigen yang menjadi sumber utama manusia dalam menjalankan kehidupan.
Cahaya terang sinar matahari dilawan dengan pantulan-pantulan kaca yang seolah-olah menantang matahari untuk saling menyerang dengan pantulan-pantulan sinyalnya. Aliran air dibendung dan dihalangi jalannya, sehingga air mengamuk dan menerobis bendungan tersebut.

Kesempurnaan manusia sudah disalahgunakan, tak banyak yang bisa dilakukan sekarang, diri ini menjadi super power tak dapat terkendali. Manusia hanya menjadi penghancur, manusia hanya menjadi bom waktu untuk menghancurkan dirinya sendiri.***
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.

Item Reviewed: Jalan Panjang Menemukan Setitik Cahaya Rating: 5 Reviewed By: SuaraKuningan