By. Ade Zezen MZM, S.Pd.
(Ketua KAMMI Daerah Kuningan)
Gusti urang sarerea (Tuan kita semuanya)
Kanjeng Nabi anu mulya (Sang Nabi yang Mulia)
Muhammad jenenganana (Muhammad namanya)
Arab quresy nya bangsana (Dari Arab, Quraisy Kabilahnya)
Ramana bapak Abdulloh (Bapaknya bernama Abdulloh)
Ibuna Siti Aminah (Ibunya bernama Siti Aminah)
Dibabarkeuna di mekah (Dilahirkannya di kota Makkah)
Wengi senen taun gajah (Malam Senin pada Tahun Gajah)
...
Maulid Nabi menjadi sebuah 'momen' yang setiap tahun diperingati. Karena fungsi sebuah momen adalah untuk mengingatkan kembali peristiwa yang pernah terjadi. Menurut penulis momen itu berarti remember in memorial, mengingat kembali sebuah ingatan. Mengingat bukan sembarang mengingat, namun mengingat yang melahirkan sebuah aksi nyata dan membuat perubahan ke arah yang lebih baik.
Karena kata 'ingat' bisa berarti sebuah pengetahuan yang tersimpan, dan bisa juga berarti himbauan untuk kebaikan, misal; polisi itu memperingati pengendara motor yang tidak memakai helm. Maka mengingat, sejatinya ada aksi nyata untuk perubahan ke arah yang lebih baik.
Memperingati momen 'Muludan' seharusnya melahirkan sebuah aksi nyata masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim ke arah yang lebih baik dan lebih beradab. Karena mengingat kelahiran Nabi Muhammad SAW. berarti membaca kembali sejarah singkat kehidupan Rasul yang di dalamnya ada kebahagiaan, perjuangan, dan perubahan peradaban manusia, bahkan merupakan peradaban yang paling beradab sepanjang ketamadunan manusia. Membaca sejarah kehidupan Rasul merupakan bahtera wawasan dan sumber uswatun hasanah (suri tauladan yang baik).
"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah."
-Surat Al-Ahzab, Ayat 21
Meneladani Rasulullah adalah kewajiban bagi kita umat Islam, karena Allah telah menganugerahkan akhlak yang agung kepada beliau. Mengikuti Rasulullah menjadi salah satu syarat diterimanya amal seseorang. Selain meneladani akhlak Rasul, umat Islam pun dianjurkan untuk meneladani akhlak para sahabat beliau, perilaku sahabat dan nasehat-nasehat mereka.
Begitupun meneladani para sahabat Rasul dalam mencintai baginda Nabi Muhammad SAW. Para sahabat mencintai Rasulullah melebihi cintanya kepada keluarganya bahkan dirinya sendiri. Cinta para sahabat kepada Rasul begitu besar dan dalam, sehingga dikatakan, “Cintanya seorang prajurit kepada rajanya pun tidak dapat menandingi cintanya para sahabat nabi kepada Nabi Muhammad.”
Rasa cinta yang ada dalam hati menimbulkan sikap siap berkorban untuk orang yang dicintainya, begitupun sikap para sahabat kepada Rasul. Para sahabat telah menjadikan Rasul sebagai idola dalam hidupnya. Maka wajar sejarah mencatat pada masa itu adalah peradaban yang paling beradab sepanjang ketamadunan manusia, karena manusia pada masa itu mengidolakan manusia paling beradab di muka bumi ya’ni baginda Nabi.
Maka benar apa yang disabdakan Nabi Muhammad SAW., “Seseorang itu tergantung pada agama temannya. Oleh karena itu, salah satu diantara kalian hendaknya memperhatikan siapa yang dia jadikan teman.” (H.R Abu Daud, no. 4833 dan At-Tirmidzi, no. 2378)
Degradasi moral hari ini; pergaulan bebas, tawuran, dan yang terbaru adalah rivalitas klub sepak bola yang berlebihan adalah salah satunya disebabkan salah memilih idola dalam hidup. Karena sejatinya cinta akan memberikan energi yang besar. Maka kepada hal yang positif atau negatifkah cinta itu diberikan, kepadanyalah energi yang besar itu disalurkan.
Oleh karena itu penting kiranya di dalam memperingati kelahiran Nabi Muhammad ini sambil kita membaca sejarah beliau, juga kita jadikan sebagai momen untuk menumbuh kembangkan cinta kita kepada Nabi Muhammad SAW. yang kemudian selanjutnya menjadikan Nabi Muhammad sebagai idola dalam hidup kita yang setiap gerak-geriknya, tingkah lakunya, serta sikapnya ingin selalu kita ikuti.
Berikut penulis sampaikan beberapa kisah cinta para sahabat terahadap Nabi Muhammad SAW.;
Kisah pertama adalah tentang seorang sahabat bernama Rabi’ah bin ka’ab Al-Aslami, seorang remaja berumur 7 tahun. Rabia’ah sangat mengidolakan baginda Nabi, dia yang selalu menuangkan air wudhu untuk baginda Nabi jika hendak sholat. Sehingga pada suatu ketika, atas kebaikan Rabi’ah itu, baginda menawarkan upah apa yang dia inginkan. Rasul bersabda, “Mintalah sesuatu!” maka sayapun (Rabi’ah) menjawab: “Aku meminta kepadamu agar memberi petunjuk kepadaku tentang sebab-sebab agar aku bisa menemanimu di syurga.” Beliau (Rasul) bertanya, “Ada lagi selain itu?”. “Itu saja cukup Ya Rasulullah” jawabku (Rabia’ah). Kemudian Rasul bersabda: “Jika demikian, bantulah aku atas dirimu (untuk mewujudkan permintaanmu) dengan memperbanyak sujud (sholat)”. (H.R Muslim, no. 489).
Dari kisah diatas kita dapat melihat seorang Rabi’ah yang masih belia begitu mencintai dan mengidolakan Nabi Muhammad SAW., sampai-sampai ketika ditanya apa yang dia inginkan dari jasa-jasanya karena berkhidmah kepada Nabi dia hanya meminta agar dia bisa bersama Rasul tidak hanya di dunia namun juga kelak di Syurga. Sungguh sebuah jawaban yang mungkin tidak akan kita temukan pada saat anak remaja hari ini ditanya, “Ingin apa?”. Tentu jawaban ini berasal dari sebuah energi yang bernama cinta kepada orang yang menjadi idola.
Kisah kedua adalah pada saat perang badar. Abdurrahman bin Auf didatangi dua orang remaja dari kaum anshar, yaitu Muaz bin Amr Al-jamuh, 14 tahun dan Muawwiz bin Afra berumur 13 tahun. Kedua-duanya bersenjatakan pedang. Tentara Quraisy seolah-olah tidak menghiraukan kehadiran dua remaja itu karena menganggap kedua-duanya tidak berbahaya.
Dalam kondisi kerusuhan pertempuran, Abdurrahman bin Auf berteriak ,” Wahai anak, kamu masih terlalu muda untuk terlibat di peperangan ini, sebaiknya engkau menjauhlah dari tempat ini.”
“Kami sudah mendapat izin dari ibu dan ayah kami untuk menyertai pasukan Nabi Muhammad,” teriak Muaz.
“Saya datang kesini hanya untuk membunuh Abu Jahal. Tunjukkan dimana dia?” Kata Muawwiz dengan penuh semangat.
Pada awalnya Abdurrahman bin Auf tidak menghiraukan kata-kata dua remaja itu, tetapi Muaz dan Muawwiz terus mendesaknya supaya menunjukkan dimana Abu Jahal sehingga akhirnya Abdurrahman terpaksa menyetujuinya.
“Paman akan tunjukkan kepada kamu dimana Abu Jahal, boleh tahu apa yang akan kamu lakukan apabila berjumpa dengannya? Tanya Abdurrahman bin Auf.
“Ibu saya berpesan jangan pulang ke rumah selagi kepala Abu Jahal tidak dipisahkan dari badannya,” jawab Muaz bersungguh-sungguh.
“Abu Jahal menghina serta menyakiti Rasulullah, saya ingin membunuhnya,” kata Muawwiz pula.
Singkat cerita kedua remaja itu dapat mengalahkan Abu Jahal yang sebetulnya bukan tandingannya. Begitulah cinta telah mengantarkan manusia kepada sebuah pengorbanan dengan energi diluar nalar.
Dari kisah tersebut penulis menggaris bawahi percakapan dua remaja tersebut dengan Abdurrahman bin Auf. Dari percakapan tersebut terpancar sebuah cinta yang membara terhadap sang idola baginda Nabi Muhammad. Yaitu perasaan ingin membela saat sang idola dihina, “Abu Jahal menghina serta menyakiti Rasulullah, saya ingin membunuhnya,” sungguh ini adalah perkataan yang kita rindukan terlontar dari remaja hari ini yang mengaku cinta kepada sang idola baginda Nabi Muhammad SAW.
Selain itu, dari percakapan tersebut ternyata ada peran penting orang tua dalam penanaman cinta kepada sang idola, “Ibu saya berpesan jangan pulang ke rumah selagi kepala Abu Jahal tidak diceraikan dari badannya,” ini merupakan doktrinisasi orang tua yang berhasil kepada sang anak agar mencintai sang idola sepenuh jiwa raga.
Seperti itulah sejarah telah mencatat tentang cinta, idola, dan peran orang tua. Oleh karena itu, kita yang hari ini sedang memperingati kelahiran Nabi Muhammad hendaknya mengambil ibrah dari kisah para sahabat dalam mencintai dan menjadikan idola baginda Nabi, serta menjadikan suri tauladan dari orang tua para sahabat yang mengambil peran dalam memilihkan idola bagi anaknya dengan penanaman cintanya.
Cinta telah merubah manusia menjadi hamba sahaya, idola telah merubah perilaku sedemikian rupa, dan orang tua adalah sang penanamnya. Kelak bersama siapa kita di akhirat adalah tergantung kepada siapa kita cinta dan menjadikan idola. Semoga kita semua dianugrahkan oleh Allah cinta kepadaNya dan RasulNya, serta cinta kepada makhlukNya atas dasar cinta kepada Allah semata. Aamiin..
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.