Oleh: Coach Ari (@ari_mohamad_ridwan)
Trainer Muda Kuningan / Trainer Senior Al-Multazam Connector (Amco) / Mahasiswa Semester 3 Magister Manajemen Universitas Kuningan/ Pengasuh Asrama Ponpes Terpadu Al-Multazam Kuningan
suarakuningan.com - Indonesia adalah sebuah negara hukum yang berbentuk kesatuan dengan pemerintahan berbentuk republik dan sistem pemerintahan presidensial dengan sifat parlementer. Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan melainkan pembagian kekuasaan.
Cabang eksekutif dipimpin oleh seorang presiden yang merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang dibantu oleh seorang wakil presiden yang kedudukannya sebagai pembantu presiden di atas para menteri yang juga pengawas presiden.
Kekuasaan legislatif dibagi di antara dua kamar di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat/MPR yaitu Dewan Perwakilan Rakyat/DPR dan Dewan Perwakilan Daerah/DPD. Cabang yudikatif terdiri dari Mahkamah Agung/MA yang dan sebuah Mahkamah Konstitusi/MK yang secara bersama-sama memegang kekuasaan kehakiman. Kekuasaan Inspektif dikendalikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki perwakilan di setiap provinsi dan kabupaten/kota di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Indonesia terdiri dari 34 provinsi yang memiliki otonomi, 5 di antaranya memiliki status otonomi yang berbeda, terdiri dari 3 Daerah Otonomi Khusus yaitu Aceh, Papua, dan Papua Barat; 1 Daerah Istimewa yaitu Yogyakarta; dan 1 Daerah Khusus Ibu kota yaitu Jakarta. Setiap provinsi dibagi-bagi lagi menjadi kota/kabupaten dan setiap kota/kabupaten dibagi-bagi lagi menjadi kecamatan/distrik kemudian dibagi lagi menjadi keluarahan/desa/nagari hingga terakhir adalah rukun tetangga.
Pemilihan Umum diselenggarakan setiap 5 tahun untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD yang disebut pemilihan umum legislatif (Pileg) dan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden atau yang disebut pemilihan umum presiden (Pilpres). Pemilihan Umum di Indonesia menganut sistem multipartai.
Ada perbedaan yang besar antara sistem politik Indonesia dan negara demokratis lainnya di dunia. Di antaranya adalah adanya Majelis Permusyawaratan Rakyat yang merupakan ciri khas dari kearifan lokal Indonesia, Mahkamah Konstitusi yang juga berwenang mengadili sengketa hasil pemilihan umum, bentuk negara kesatuan yang menerapkan prinsip-prinsip federalisme seperti adanya Dewan Perwakilan Daerah, dan sistem multipartai berbatas di mana setiap partai yang mengikuti pemilihan umum harus memenuhi ambang batas 2.5% untuk dapat menempatkan anggotanya di Dewan Perwakilan Rakyat maupun di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD Kabupaten/Kota (Wikipedia).
Untuk mencapai ambang batas tersebut setiap partai melakukan usaha dan strategi masing-masing. Mulai dari pemasangan baligho, spanduk, poster, atau media yang lain sampai datang door to door ke setiap rumah warga agar partainya dipilih.
Sayangnya, tidak semua pengurus atau anggota partai melakukannya. Ada juga yang melakukan hal-hal yang tidak diperbolehkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), seperti money politic (politik uang) atau black campaign (kampanye hitam). Apalagi mendekati hari H pemilihan, hal tersebut semakin merajalela sehingga masyarakat menilai bahwa politik itu tidak baik sebagaimana yang penulis rasakan ketika masuk usia 17 tahun dan mendapatkan kesempatan memilih. Penulis mulai tertarik memperhatikan kondisi politik di Indonesia, mulai dari cara kampanye sampai perhitungan suara. Yang penulis amati, politik yang terjadi menjadi polit*r*ik.
Trik demi trik dilakukan oleh setiap partai, mulai dari cara yang baik sampai cara yang tidak baik pun dilakukan. Dan yang penulis rasakan justru hal yang tidak baik lebih dominan daripada yang baik, mulai dari saling menghina, menjatuhkan, menyakiti, menyebarkan sara, bahkan sampai ada yang menghilangkan nyawa. Itu semua membuat penulis berpikir politik itu jahat.
Sudah hampir 15 tahun penulis mengamati dunia politik, ternyata sekarang penulis mulai merasakan bahwa bukan politiknya yang jahat tapi orang-orang yang terlibat dalam politiklah yang tidak baik. Karena jika para pelaku politik itu baik, maka politikpun akan menjadi baik.
Mari kita jadikan Indonesia lebih baik dengan memilih politikus-politikus yang baik!
Trainer Muda Kuningan / Trainer Senior Al-Multazam Connector (Amco) / Mahasiswa Semester 3 Magister Manajemen Universitas Kuningan/ Pengasuh Asrama Ponpes Terpadu Al-Multazam Kuningan
suarakuningan.com - Indonesia adalah sebuah negara hukum yang berbentuk kesatuan dengan pemerintahan berbentuk republik dan sistem pemerintahan presidensial dengan sifat parlementer. Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan melainkan pembagian kekuasaan.
Cabang eksekutif dipimpin oleh seorang presiden yang merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang dibantu oleh seorang wakil presiden yang kedudukannya sebagai pembantu presiden di atas para menteri yang juga pengawas presiden.
Kekuasaan legislatif dibagi di antara dua kamar di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat/MPR yaitu Dewan Perwakilan Rakyat/DPR dan Dewan Perwakilan Daerah/DPD. Cabang yudikatif terdiri dari Mahkamah Agung/MA yang dan sebuah Mahkamah Konstitusi/MK yang secara bersama-sama memegang kekuasaan kehakiman. Kekuasaan Inspektif dikendalikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki perwakilan di setiap provinsi dan kabupaten/kota di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Indonesia terdiri dari 34 provinsi yang memiliki otonomi, 5 di antaranya memiliki status otonomi yang berbeda, terdiri dari 3 Daerah Otonomi Khusus yaitu Aceh, Papua, dan Papua Barat; 1 Daerah Istimewa yaitu Yogyakarta; dan 1 Daerah Khusus Ibu kota yaitu Jakarta. Setiap provinsi dibagi-bagi lagi menjadi kota/kabupaten dan setiap kota/kabupaten dibagi-bagi lagi menjadi kecamatan/distrik kemudian dibagi lagi menjadi keluarahan/desa/nagari hingga terakhir adalah rukun tetangga.
Pemilihan Umum diselenggarakan setiap 5 tahun untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD yang disebut pemilihan umum legislatif (Pileg) dan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden atau yang disebut pemilihan umum presiden (Pilpres). Pemilihan Umum di Indonesia menganut sistem multipartai.
Ada perbedaan yang besar antara sistem politik Indonesia dan negara demokratis lainnya di dunia. Di antaranya adalah adanya Majelis Permusyawaratan Rakyat yang merupakan ciri khas dari kearifan lokal Indonesia, Mahkamah Konstitusi yang juga berwenang mengadili sengketa hasil pemilihan umum, bentuk negara kesatuan yang menerapkan prinsip-prinsip federalisme seperti adanya Dewan Perwakilan Daerah, dan sistem multipartai berbatas di mana setiap partai yang mengikuti pemilihan umum harus memenuhi ambang batas 2.5% untuk dapat menempatkan anggotanya di Dewan Perwakilan Rakyat maupun di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD Kabupaten/Kota (Wikipedia).
Untuk mencapai ambang batas tersebut setiap partai melakukan usaha dan strategi masing-masing. Mulai dari pemasangan baligho, spanduk, poster, atau media yang lain sampai datang door to door ke setiap rumah warga agar partainya dipilih.
Sayangnya, tidak semua pengurus atau anggota partai melakukannya. Ada juga yang melakukan hal-hal yang tidak diperbolehkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), seperti money politic (politik uang) atau black campaign (kampanye hitam). Apalagi mendekati hari H pemilihan, hal tersebut semakin merajalela sehingga masyarakat menilai bahwa politik itu tidak baik sebagaimana yang penulis rasakan ketika masuk usia 17 tahun dan mendapatkan kesempatan memilih. Penulis mulai tertarik memperhatikan kondisi politik di Indonesia, mulai dari cara kampanye sampai perhitungan suara. Yang penulis amati, politik yang terjadi menjadi polit*r*ik.
Trik demi trik dilakukan oleh setiap partai, mulai dari cara yang baik sampai cara yang tidak baik pun dilakukan. Dan yang penulis rasakan justru hal yang tidak baik lebih dominan daripada yang baik, mulai dari saling menghina, menjatuhkan, menyakiti, menyebarkan sara, bahkan sampai ada yang menghilangkan nyawa. Itu semua membuat penulis berpikir politik itu jahat.
Sudah hampir 15 tahun penulis mengamati dunia politik, ternyata sekarang penulis mulai merasakan bahwa bukan politiknya yang jahat tapi orang-orang yang terlibat dalam politiklah yang tidak baik. Karena jika para pelaku politik itu baik, maka politikpun akan menjadi baik.
Mari kita jadikan Indonesia lebih baik dengan memilih politikus-politikus yang baik!
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.