suarakuningan.com - Banyak yang mengatakan, "Bangsa yang besar dan maju adalah bangsa yang menghargai budaya." Pas banget nih sama perjalananku kali ini. Serasa napak tilas.
Sejak kepemimpinan Drs. H. Maman Hermansyah, M.Si, PLT. Kepala Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan, Nopember 2018 lalu, sudah tiga Jumat waktu olahraga di isi dengan olahraga paling murah, jalan kaki. Ya, jalan kaki dari halaman Dinas ke berbagai tempat yang terdekat. Pertama ke Hutan Kota Bungkirit, kedua ke Hutan Kota Mayasih, dan hari ini, tanggal 8 Maret 2019 rute terjauh di tempuh. Dengan jarak 3,6 km aku beserta kawan-kawan berjalan kaki dari Dinas menuju Taman Purbakala Cipari.
Sebagian ada yang mengeluh karena memang belum terbiasa jalan jauh. Tapi bagiku pribadi, hal ini sungguh mengasyikkan sekali. Hitung-hitung melatih fisik, sebelum keliling Kabah dan keliling dunia. Dengan menyusuri sebagian jalan tikus, dan di isi dengan mengobrol sepanjang jalan, hingga tidak terasa capainya. Jika menggunakan kendaraan umum, bisa naik 09 jurusan Cirendang - Kota. Turun di Cipari, lanjut jalan sedikit menuju Taman Purbakala.
Sepanjang jalan menuju Cipari, aku melewati Cagar Budaya Nasional, Paseban Tri Panca Tunggal. Dari jalan raya lalu berbelok kanan, ke jalan desa yang berada tepat di samping Paseban. Setelah itu melewati Situ Paleben Cigugur. Keluar jalan desa, lurus mengikuti jalan raya menuju Cipari.
Sesampai di Cipari, telah banyak kawan-kawan yang sengaja membawa kendaraan karena mengangkut makanan dan minuman untuk jamuan. Alhamdulillah, alamat makan besar, hehe. Karena memang acara setelah jalan, ya makan-makan, nasi liweut.
Sebagai orang Kuningan, tinggal dan besar di Kuningan. Rasanya belum afdal, jika belum pernah berkunjung ke Taman Purbakala Cipari. Ini memang bukan kunjungan pertamaku. Tapi baru kali ini aku menuliskannya. Berbagi cerita kepada semua.
Site Museum Taman Purbakala Cipari secara geografis memiliki luas 7.000m², terdiri dari lokasi taman yaitu yang di kelilingi tembok batu setinggi 2m yang luasnya 2.500m², dan sisanya tempat parkir dan halaman lainnya berikut rumah jaga. Berada di lingkungan Kel. Cipari, Kec. Cigugur, Kab. Kuningan, Prov. Jawa Barat, dengan ketinggian 661 mdpl, di bawah kaki Gunung Ciremai. Jarak dari Ibu Kota Kuningan 4km dan jarak dari Kota Cirebon 35km.
Karena jalan paling duluan sampai, aku dan seorang teman, Lina Yuliawati. Langsung menuju wilayah paling kanan luar, untuk foto selfie di batu bertuliskan, "SITE MUSEUM, TAMAN PURBAKALA CIPARI KABUPATEN KUNINGAN."
Di kanannya ada gedung, dan aku tidak sempat memasukinya, karena pintu terkunci, semua petugas Pamong Budaya ada di wilayah Taman Purbakala Cipari di dekat Museumnya. Karena memang acara makan nasi liweut diadakan di sana. Tapi aku ingat, di dalam gedungnya terdapat foto-toto sejarah Kuningan. Ada foto-foto para Bupati yang memimpin Kuningan dari yang pertama, terus pada setiap periodenya, hingga yang sedang menjabat, ada semua tanpa terkecuali. Selain itu, ada foto-foto sebaran Peti Kubur Batu yang ada di Kabupaten Kuningan.
Sebelum memasuki wilayah taman, di depan tengah antara pintu kanan - kiri terdapat sebuah batu peresmian dengan tulisan, "DENGAN RAKHMAT TUHAN Y M E, TAMAN PURBAKALA CIPARI, DI DESA CIGUGUR, KAB KUNINGAN, DIRESMIKAN OLEH MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, PADA HARI : KAMIS WAGE, TANGGAL : 23 PEBRUARI 1978, MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, tertanda SJARIF THAJEB".
Selanjutnya bisa bebas memilih mau masuk pintu dari kanan atau kiri. Setelah memasukinya aku sudah berada di areal luar Museum, pandangan yang sangat-sangat _waw_di masanya. Aku melihat ada Peti Kubur Batu, Altar Batu (Punden Berundak), Dolmen (Batu Meja), Batu Temu Gelang, Batu Menhir, Batu Dakon. Ada juga dua bangunan Rumah Adat Sunda, tipe Heulang Ngapak dan tipe Badak Heuay.
Sebelah kiri ada Museum, di dalamnya aku melihat banyak jenis-jenis Benda Cagar Budaya di pajang di dalam lemari kaca. Diantaranya ada Kapak Batu, Gelang Batu, Kapak Perunggu, Gelang Perunggu, Lumpang Batu, Batu Obsidian, Hematit, Batu Bahan, Bulatan Tanah, Kendi, Pendil, Jembaran, Kekeb, Delepak (lampu), Bokor, Cangkir, Tempat Sayur.
Dari papan Pengantar yang berada di pintu masuk Museum, siapapun bisa dengan jelas dan leluasa untuk membacanya. Berdasarkan tipologi dan stratigrafi di situs ini diperkirakan mengalami 2 kali masa permukiman, yaitu permukiman manusia pada akhir masa neolitik dan awal pengenalan bahan perunggu (masa perundagian) berkisar ±1000 SM sd. 500 SM.
Situs ini pertama kali di temukan pada tahun 1971/ 1972 oleh penduduk, selanjutnya di bantu petugas pemerintah daerah setempat dilakukan eskavasi (penggalian) dan menemukan peti kubur berukuran besar dengan posisi membujur barat daya - timur laut. Di sekitarnya pada kedalaman 15 cm, terdapat fragmen periuk, kendi, piring, gelang batu, kapak perunggu, manik-manik, dan tulang hewan.
Penelitian Arkeologi selanjutnya tahun 1975, menemukan kubur batu kedua lengkap dengan penutupnya berukuran 16 x 56 x 59 cm. Di dalam peti kubur tidak ditemukan jasad manusia, tetapi bekal kubur yaitu fragmen tembikar (pernik, pedupaan, cawan), gelang batu, beliung persegi, kapak perunggu dan manik-manik.
Berdasarkan hasil penelitian, situs ini dinyatakan sebagai tinggalan purbakala yang memenuhi kriteria sebagai Cagar Budaya Tingkat Provinsi Jawa Barat dan dilindungi oleh Undang-Undang No. 11 Tahun 2010, menyatakan : "Benda Cagar Budaya merupakan kekayaan Budaya yang sangat penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah ilmu pengetahuan, dan kebudayaan sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jati diri bangsa dan kepentingan Nasional."
Dengan perlindungan dan pelestarian Benda Cagar Budaya/ Situs dapat dikembangkan menjadi tempat studi, aset objek dan daya tarik wisata budaya nasional.
Telah seminggu lalu, keluarga besar Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan kehilangan sosok pengelola Situs yang bernama Uu Mardia. Di tangannya dan beberapa Pamong Budaya, Situs ini menjadi terawat.
Melihat buku tamu, alhamdulillah banyak yang berkunjung ke sini. Termasuk dari luar kota, ada yang dari Surabaya, Indramayu, Cirebon, Banten, Karawang, Jakarta. Sungguh ironis jika pribumi belum mengenal Situs Cipari ini. Semoga semua pihak tersadarkan betapa pentingnya peninggalan jaman purba masa Neolitik dan masa Perundagian yang mesti kita lestarikan. Sehingga setiap pihak bahu membahu untuk mengenalkan Situs Cipari ini minimal pada keluarga, dan dapat menyebarluaskan lagi informasinya.
Semoga Catatan Perjalananku kali ini, membawa manfaat bagi semua yang membaca. Langkah ini akan terus melaju, menyusuri bumi-Nya.
Catatan Perjalanan
Nita Juanita
Kuningan, 9 Maret 2019
Situs ini pertama kali di temukan pada tahun 1971/ 1972 oleh penduduk, selanjutnya di bantu petugas pemerintah daerah setempat dilakukan eskavasi (penggalian) dan menemukan peti kubur berukuran besar dengan posisi membujur barat daya - timur laut. Di sekitarnya pada kedalaman 15 cm, terdapat fragmen periuk, kendi, piring, gelang batu, kapak perunggu, manik-manik, dan tulang hewan.
Penelitian Arkeologi selanjutnya tahun 1975, menemukan kubur batu kedua lengkap dengan penutupnya berukuran 16 x 56 x 59 cm. Di dalam peti kubur tidak ditemukan jasad manusia, tetapi bekal kubur yaitu fragmen tembikar (pernik, pedupaan, cawan), gelang batu, beliung persegi, kapak perunggu dan manik-manik.
Berdasarkan hasil penelitian, situs ini dinyatakan sebagai tinggalan purbakala yang memenuhi kriteria sebagai Cagar Budaya Tingkat Provinsi Jawa Barat dan dilindungi oleh Undang-Undang No. 11 Tahun 2010, menyatakan : "Benda Cagar Budaya merupakan kekayaan Budaya yang sangat penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah ilmu pengetahuan, dan kebudayaan sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jati diri bangsa dan kepentingan Nasional."
Dengan perlindungan dan pelestarian Benda Cagar Budaya/ Situs dapat dikembangkan menjadi tempat studi, aset objek dan daya tarik wisata budaya nasional.
Telah seminggu lalu, keluarga besar Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan kehilangan sosok pengelola Situs yang bernama Uu Mardia. Di tangannya dan beberapa Pamong Budaya, Situs ini menjadi terawat.
Melihat buku tamu, alhamdulillah banyak yang berkunjung ke sini. Termasuk dari luar kota, ada yang dari Surabaya, Indramayu, Cirebon, Banten, Karawang, Jakarta. Sungguh ironis jika pribumi belum mengenal Situs Cipari ini. Semoga semua pihak tersadarkan betapa pentingnya peninggalan jaman purba masa Neolitik dan masa Perundagian yang mesti kita lestarikan. Sehingga setiap pihak bahu membahu untuk mengenalkan Situs Cipari ini minimal pada keluarga, dan dapat menyebarluaskan lagi informasinya.
Semoga Catatan Perjalananku kali ini, membawa manfaat bagi semua yang membaca. Langkah ini akan terus melaju, menyusuri bumi-Nya.
Catatan Perjalanan
Nita Juanita
Kuningan, 9 Maret 2019
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.