oleh: Kang Asep Kamaludin
Di dalam “muttaqin” terdapat dua dimensi, yakni kesalehan individu dan kesalehan sosial. Pertama, dalam berpuasa, latihan untuk membentuk kesalehan individu yang merupakan target utama mencapai muttaqim. Dengan berpuasa berarti telah menandakan kepatuhan dan ketakwaan kepada Ilahi dan sadar perannya sebagai khalifah di muka bumi.
Bentuk kesalehan inidividual yang terlatih dalam ibadah puasa yaitu memiliki semangat “spiritualitas” yang tinggi dan diwujudkan dalam sistem kepercayaan yang menuntut manusia untuk melaksanakan apa yang baik (taqwā), menolak apa yang batil (fujūr).
Kedua, kesalehan sosial adalah ibadah puasa melatih manusia untuk memiliki keperdulian sosial, memiliki sikap toleransi, sikap menghargai sesama manusia, meningkatkan kedisiplinan melalui pengaturan hidup sehari-hari di masyarakatdalam artian mematuhi semua aturan yang berlaku dalam kehidupan, baik itu norma, hukum, dan etika.***
Ibadah puasa ramadhan merupakan saranatarbiyah, ta’lim, ta’dib untuk mendidik, membina, melatih, membentuk kepribadian manusia, agar menjadi pribadi dewasa, unggul,dan bertaqwa kepada Allah.
Puasa ramadan merupakan latihan perwujudan diri sebagai proses untuk menjadi manusia yang sempurna-takwa-insan kamil. Puasa ramadhan memberi pengaruh posetif terhadap diri baik pada aspek jasmani, jiwa, dan kehidupan sosial.
Tentu saja mereka yang berpuasa terlatih dirinya untuk menjadi insan takwa, dewasa, kuat rohani, jasmaninya, dan tercerahkan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Maka pelaksanaan puasa ramadan merupakan titik balik peradaban manusia untuk melatih diri manusia membangun relasi manusia dengan Tuhan-nya (hablun minallah) dan relasi manusia dengan manusia (hablun minan naas).
Ibadah puasa ramadhan adalah wajib hukumnya bagi orang-orang yang beriman.Tujuan puasa ramadhan adalah“la’allakum tattaquun”, agar menjadi manusia yang bertakwa (baca:QS.Al-Baqarah:183). Maka dalam melaksanakan ibadah puasa ramadhan telah disyariatkan untuk membentuk insan bertakwa, yaitu pribadi manusia yang memiliki “dimensi ilahiyah” yang tinggi dan memiliki “dimensi insaniah”yang sempurna.
Tetapi, seruan kepada takwa itu tidak hanya dalam ibadah puasa saja, tetapi juga pada ibadah-ibadah lain, bahkan segala aspek dalam muamalah atau tata hubungan manusia dengan manusia.Sebab suatu kegiatan ibadah juga mempunyai tujuan agar manusia membiasakan diri untuk mempertajam kepekaan sosialnya.
Di dalam “muttaqin” terdapat dua dimensi, yakni kesalehan individu dan kesalehan sosial. Pertama, dalam berpuasa, latihan untuk membentuk kesalehan individu yang merupakan target utama mencapai muttaqim. Dengan berpuasa berarti telah menandakan kepatuhan dan ketakwaan kepada Ilahi dan sadar perannya sebagai khalifah di muka bumi.
Bentuk kesalehan inidividual yang terlatih dalam ibadah puasa yaitu memiliki semangat “spiritualitas” yang tinggi dan diwujudkan dalam sistem kepercayaan yang menuntut manusia untuk melaksanakan apa yang baik (taqwā), menolak apa yang batil (fujūr).
Kedua, kesalehan sosial adalah ibadah puasa melatih manusia untuk memiliki keperdulian sosial, memiliki sikap toleransi, sikap menghargai sesama manusia, meningkatkan kedisiplinan melalui pengaturan hidup sehari-hari di masyarakatdalam artian mematuhi semua aturan yang berlaku dalam kehidupan, baik itu norma, hukum, dan etika.***
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.