- Ilham Akbar
Merdeka! Merdeka! Merdeka!
Setiap tahun, per tanggal 17 Agustus, telinga kita pasti sesak sebab teriakan merdeka. Tangan terkepal dan terangkat semangat kemerdekaan. Bendera dan segala macam pernak-pernik sebuah perayaan berseliweran di seantero maya memandang. Dari yang lumrah hingga paling mewah —acara demi acara terlaksana di mana-mana. "Merayakan kemerdekaan," katanya.
Kemerdekaan kita hari adalah wujud dari akumulatif perjuangan para pendahulu kita. Yang pantang menyerah melawan penjajah. Bambu runcing! Ya, dengan bambu runcing yang konon mereka gunakan adalah pengejewantahan dari apa yang sebenarnya meledak-ledak di dalam dada mereka. Kobar api perjuangan untuk memerdekakan Indonesia dari cengkaraman penjajah —Belanda, Sekutu, dan Jepang.
Kini, 2019, kita sudah yang ke 74 kalinya bernostalgia dengan euforia pada kata merdeka. Namun, sadar tidak sadar, apakah semua ini berdampak pada kita? Kebersatuan dan juga keutuhan para pendahulu kita untuk melawan musuh-musuhnya; sudahkah tertatam dalam tatanan bermasyarakat kita hari ini —yang sudah 74 tahun merdeka?
Barangkali, pekikan kata merdeka adalah motivasi para penjajah kita hari ini, bangsa sendiri. Untuk menindas rakyat biasa, untuk mengeruk kekayaan alam, untuk memanipulasi konflik demi sebuah kekuasaan.
Ah, entah. Karena bagi saya, selebrasi kemerdekaan adalah motivasi untuk diri agar lebih mengerti bahwa kita, bangsa Indonesia adalah hebat. Hebat karena berbeda tetapi tetap satu jua.
Merdeka!
Kuningan, 21 Agustus 2019
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.