Fudzi Hanafi
Founder Komunitas Inspiring Generation
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
suarakuningan - Jagat media sosial sempat ramai oleh kelakuan pengurus organisasi mahasiswa (ormawa) di beberapa kampus berlabel Negeri.
Mereka para elit mahasiswa ini melakukan aksi mengunggah foto susunan pengurus ormawa dengan foto blur melekat di wajah pengurus wanita, sementara yang dibiarkan eksis hanya wajah pengurus pria.
Perilaku macam ini kemudian mendapat respon beragam dari kalangan netizen yang maha benar dan bijaksana, dari mulai aktivis agamis yang menilai itu bagian dari ranah ideologis dalam mengamalkan nilai religius, sampai aktivis feminis yang paling menentang keras hal itu, karena bagian dari budaya seksis dan misoginis.
Sampai pada akhirnya semua berhenti membahas hal ini lagi, tatkala pengurus ormawa yang buat ulah sudah bikin klarifikasi. Karena sudah selesai dibahas, ya sudah. Saya tidak akan membuat tulisan mengenai hal itu, nanti saja kita cerita tentang buramnya foto ukhty pengurus ormawa. Kita cerita saja tentang gerakan organisasi mahasiswa, hari ini !!! bukan nanti-nanti.
Tulisan lain: Suara Millenial Kuningan
Pernah ga sih kalian nanya ke masyarakat umum atau ke Bapak,Ibu Om, Tante, Amang, Aa, Teteh,” tau gak apa itu BEM, SEMA, atau organisasi mahasiswa ekstra seperti HMI, PMII, IMM, GMNI? Jangan jauh-jauh deh, Tanya teman seperjuanganmu di kampus kalangan tiktoker, yotuber atau influencer. Gimana respon mereka? Paling banter mereka tau nama singkatnya dong, dan ujung-ujungnya ditanya “oh yang suka demo itu ya? Emang kerjanya apa aja, selain demo?”
Dari persoalan dikenal atau tidak dikenal organisasi mahasiswa ditambah frame berpikir masyakarat umum yang menggap kerja-kerja organisasi mahasiswa hanya demo-demo saja, kita (aktivis ormawa) sudah bingung mau jawab apa. Padahal ya, setiap malam mikirin ibu peritiwi, tak lupa secangkir kopi menemani, sambil diskusi teori abad 19, buku-buku kiri, agenda reformasi, kita lahap sampai larut pagi.
Nah itu loh, bu pak, amang, teteh, neng, aa. Kerja kita selain demo, ya menjalankan amanah konstitusi UUD’45 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, salah satunya dengan diskusi.
Entah disadari atau tidak, nampaknya gerakan organisasi mahasiswa di era 4.0 masih menggunakan pola gerakan organisasi mahasiswa di era 90-an. Padahal, transformasi gerakan di kalangan organisasi mahasiswa perlu digalakan. Bukankah ada ungkapan, setiap masa ada orangnya dan setiap orang ada masanya?
Perlu bukti bahwa gerakan mahasiswa masih penggunakan pola lama? Dari hal sedehana saja di jagat dunia maya. Platform-platform media sosial yang seharusnya bisa dijadikan mimbar-mibar orasi, diskusi, sekarang kebanyakan di manfaatkan oleh siapa? Para aktivis yang berpengetahuan luas dan memiliki jiwa bebas atau para sobat senja yang jiwanya terpenjara cinta? Atau oleh para kaum penebar virus kebencian yang mengatasnamakan ajaran agama?
Bukankah akan lebih bermakna, jika platform-platform semacam youtube diisi dengan konten-konten berkelas dan berkualitas besutan aktivis yang berjiwa kritis, humanis dan nasionalis? Ketimbang konten-koten prank-prank ojol yang dicancel orderannya, dibuat baper, bingung, menangis histeris.. Bukankah lebih ngena, ketika para ojol diajak diskusi mengenai revolusi kelas sosial, ala-ala marxis, menuntut hak asuransi kerja, asuransi kecelakan, biar gak ditanggung pengendara.
Ini baru persoalan dan hal sederhana yang bisa diperbicangakan dan dilakuakan dalam mentranformasikan gerakan organisasi mahasiswa. Ada banyak hal yang tentunya bisa diperbuat untuk mengejawantahkan gerakan mahasiswa di era revolusi 4.0 saat ini. Oleh karena itu, sebenarnya ada yang lebih buram dari foto ukhti pengurus ormawa, yaitu blurnya aksi dan program kerja organisasi mahasiswa.***
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.