oleh : Coach Ari (Trainer Amco / Leadership Trainer / Kepala Bagian Pembinaan Pondok Pesantren Terpadu Al-Multazam / Konsultan Permasalahan Pelajar dan Pemuda / Trainer Muda Kuningan / Mahasiswa Semester Akhir Pasca Sarjana Uniku Prodi Magister Manajemen / Instruktur Senam Kebugaran / Penulis Buku “Kembali Kepada Fitrah” )
Beberapa kabar meninggalnya seseorang terdengar lagi, bukan karena wabah tapi terkesan mendadak. Ya, beberapa hari kemarin, paman dari purwokerto memberi kabar bahwa ibu mertuanya meninggal ketika hendak dibawa ke rumah sakit.
Sore itu, menjelang berbuka ibu mertuanya hendak ke dapur, namun tanpa ada yang mengetahui, beliau tiba-tiba terpeleset dan jatuh. Sontak, orang yang ada di sekitarnya kaget dan langsung menghampiri. Terlihat raut wajahnya sedang menahan rasa sakit, kata paman menceritakan. Dan ketika perjalanan menuju rumah sakit, nafas sudah tidak lagi berhembus dari hidung ibu mertua, cerita paman melanjutkan.
Kematian, memang sebuah misteri yang pasti. Datanya tidak ada yang menduga. Tidak harus sakit atau tua terlebih dahulu. Namun, kita tidak perlu terlalu pusing untuk menghitung-hitung dan menduga-duga kapan kita meninggal, karena hanya Alloh yang menentukan kapan kita akan meninggal. Yang paling penting adalah persiapan apa yang sudah kita siapkan. Bukan harta atau tahta, tapi amal kebaikan yang berujung keridhoan Allah Subhanahu wa ta’ala.
Dan salah satu waktu terbaik untuk memperbanyak amal kebaikan adalah di bulan Ramadhan. Apalagi kita juga tidak bisa memastikan apakah Ramadhan tahun depan bisa ketemu lagi atau tidak. Namun, kadang sering ada gangguan yang dijumpai ketika hendak melakukan kebaikan, salah satunya adalah teman.
Ya, teman. Pengalaman saya menjadi pengasuh santri di pesantren dan memperhatikan perkembangan santri yang melakukan pelanggaran, ternyata memang sulit memperbaiki diri sebelum memperbaiki teman sehari-hari. Karena ketika salah santri yang saya amati, sebenarnya ada niat untuk memperbaiki kesalahan dengan mencoba berangkat ke masjid duluan. Namun, teman dekatnya langsung menyindir dengan berkata, “cie…. Taat sekarang mah, mau ninggalin nich?”.
Apa yang dilakukan oleh santri yang hendak berangkat ke masjid dan mendengar sindiran tersebut? Akhirnya minggir. Ya, minggir kembali duduk di atas kasur dan tidak jadi ke masjid duluan.
Setelah coba saya kaji, ternyata kekhawatiran dikucilkan dan tidak diakui oleh beberapa teman tersebutlah yang membuatnya terpengaruh dan kembali rapuh. Termasuk di bulan Ramadhan, apalagi di tahun ini dari awal sampai akhir ramadhan akan dilaksanakan di rumah masing-masing, ditambah fasilitas komunikasi yang tersedia membuat pengaruh teman akan semakin terasa.
Niat dan tekad untuk menambah bekal secara maksimal di bulan Ramadhan perlu dikuatkan. Karena jika tidak, maka niat dan tekad itu akan mudah luntur. Apalagi, rasa ketidakenakan dengan teman yang terus membentur. Kalimat, “Lu ga solid.”, “Lu belagu sekarang.”, “Owh, dah punya temen baru ya?”, “Kalo ga ikut, ga bakal gua temenin lagi.”, “sok alim ya….” Atau kalimat-kalimat lainnya yang membuat niat dan tekad luntur.
Perlu pemahaman dan kesadaran agar kita mampu fokus. Satu kata, Yakin! Ya, dengan keyakinan kita bisa memahami dan menyadari hakikat diri dan hakikat teman. Kita adalah pemain dalam kehidupan kita, sedangkan orang lain adalah penonton dalam kehidupan kita. Penonton, tentu ada dua tipe. Penonton yang baik yang mensupport pemain dan penonton yang menghujat pemain. Dan yang berhak memutuskan apakah merespon support/pujian dan hujatan adalah seorang pemain.
Pemain yang baik adalah pemain yang tidak terbang ketika mendapat pujian dan tidak tumbang ketika mendapat hujatan. Dia tetap fokus untuk berada di jalan yang lurus meskipun jalan yang dilalui tidak mulus.
So, agar teman tidak membuat niat dan tekad kita di Ramadhan ini luntur, maka perhatikan ajakan dan perkataannya terlebih dahulu. Jika ajakannya baik, maka ikutilah. Begitupun sebaliknya. Dan jika perkataannya (termasuk komentar/statusnya di medsos) bagus, maka ikutilah terus.
Begitupun sebaliknya. Jangan sampai menjadi orang yang menyesal, seperti yang difirmankan oleh Allah dalam surat al-Furqan ayat 28-29, “Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya Dia telah menyesatkan aku dari Alquran ketika Alquran itu telah datang kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.”
So, agar kita tidak menyesal setelah meninggal, maka perhatikanlah teman. Pastikan teman kita bisa memperkuat iman, bukan membuat dekat dengan syetan. Jika memang kita diancam ditinggalkan oleh teman yang tidak punya iman, tidaklah masalah. Karena lebih baik ditinggalkan oleh teman yang tidak punya iman, daripada di akhirat nanti tidak aman karena tidak bisa memanfaatkan waktu khususnya di bulan Ramadhan.
Tapi, bukan berarti kita harus memutuskan pertemanan dengan yang belum punya iman, tapi ajaklah agar bisa sama-sama merasakan manisnya iman. Bisa secara langsung atau tidak langsung. Manfaatkan Ramadhan!
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.