Hot News
19 Mei 2020

Belajar dari Sejarah Andalusia (Part2)



Tidak ada gading yang tak retak, begitu istilah menyebutnya. Setiap pencapaian keberhasilan pasti tidak luput dari kekurangan. Dinasti Abbasiyah dengan segala kegemelingan dan kejayaannya kita dapat mengambil hikmah, pun dengan kemunduran dan kehancurannya kita dapat mengambil pelajaran.

Kehancuran Dinasti Abbasiyah adalah terjadi dari kolektifitas sebab dan musabab, sehingga semua pembaca sejarah akan dapat menyimpulkan dari berbagai sudut pandang. Namun semuanya sepakat, sebab dan musabab itu terbagi kepada dua faktor, yaitu sebab internal dan sebab eksternal.

Oleh karena itu izinkan saya menyimpulkan sebab-sebab internal yang mengakibatkan peluang bagi sebab eksternal itu berhasil menghancurkan keagungan Dinasti Abbasiyah.
Sebab-sebab Kehancuran Dinasti Abbasiyah:

1. Hedonisme (Wahn)
Kehidupan yang mewah serta kedudukan jabatan yang tinggi, singkatnya harta yang bergelimang dan tahta yang disandang menjadikan para petinggi Dinasti Abbasiyah dirasuki sifat wahn. Meskipun tidak semua petinggi menjadi hedonis, artinya oknum saja. Namun karena wahn tersebut terus dibiarkan hinggap sampai puncaknya pada masa Al-Mustakfi (333 H/ 944 M) yang menjadi pemerintahan boneka dari Dinasti Buwaihi.

Abu Syuja’ Buwaihi memiliki tiga putra yaitu Ali, Hasan dan Ahmad. Mereka semua menjadi tentara pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Ketiganya mengabdikan diri kepada tokoh-tokoh penting Dinasti Abbasiyah. Pada akhirnya pekerjaannya itu membawa Ali bin Buwaihi masuk ke pusat kekuasaan Dinasti Abbasiyah. [1]

Pada masa itu, penguasa Dinasti Abbasiyah memang Bani Abbas. Namun kekuasaan Bani Abbas hanyalah sebuah lambang. Penguasa sesungguhnya adalah Bani Buwaihi. Bani Buwaihi-lah yang mengatur seluruh pemerintahan di Baghdad. Kekuasaan berlangsung selama satu seperempat abad (945-1005 M). Hal itu kelak menjadi salah satu faktor pendorong kemunduran dan kehancuran Dinasti Abbasiyah. [2]

Rasulullah saw. pernah bersabda:
"Hampir-hampir bangsa-bangsa memperebutkan kalian (umat Islam), layaknya memperebutkan makanan yang berada di mangkuk." Seorang laki-laki berkata, "Apakah kami waktu itu berjumlah sedikit?" beliau menjawab: "Bahkan jumlah kalian pada waktu itu sangat banyak, namun kalian seperti buih di genangan air. Sungguh Allah akan mencabut rasa takut kepada kalian, dan akan menanamkan ke dalam hati kalian Al wahn." Seseorang lalu berkata, "Wahai Rasulullah, apa itu Al wahn?" beliau menjawab: "Cinta dunia dan takut mati."
(Hadits Sunan Abu Dawud No. 3745 - Kitab Peperangan Besar)

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ بَكْرٍ حَدَّثَنَا ابْنُ جَابِرٍ حَدَّثَنِي أَبُو عَبْدِ السَّلَامِ عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ

2. Fanatisme (Syu’ubiyah)
Setelah masa keemasannya yang luar biasa. Bani Abbasiyah memasuki babak baru, yaitu babak akhir dari kekhalifahan. Masa ini dimulai dari masa khalifah al-Mustakfi yang menjadi khalifah pada 333 H atau  944 M. Kemunduran yang diakibatkan perebutan kekuasaan oleh orang-orang besar kerajaan. Dan timbulnya permusuhan rakyat yang dikarenakan perbedaan mazhab. Konflik ini terjadi diantara pengikut mazhab Hambali dan mazhab Syafii. Akibatnya timbul perselisihan di dalam furu’ syari’at, ini menyebabkan sesat menyesatkan dan kafir mengkafirkan. [3]

Kehancuran Dinasti Abbasiyah juga dikarenakan lahirnya banyak aliran sesat dan fanatisme keagamaan. Aliran-aliran sesat itu meliputi Manuisme, Zoroasterisme, dan Mazdakisme. Selain itu,muncul juga gerakan zindiq yang menggoda keimanan para khalifah. Akibatnya muncul konflik antar golongan Ahlussunnah dan golongan zindiq yang berujung pada konflik bersenjata. Gerakan Al-Afsyin dan Qaramithah adalah contoh konflik bersenjata itu. [4]

Karena sikap fanatisme tersebut menjadikan beberapa Dinasti Islam yang memiliki keuatan saling bermusuhan (perang saudara). Diantara Dinasti Islam yang saling beseteru tersebut adalah Dinasti Abbasiyah di Baghdad, Dinsati fatimiyah di Mesir dan Dinasti Umayah II di Cordova.

Rasulullah saw. bersabda:
"Barangsiapa berperang di bawah bendera kefanatikan dan menyeru kepada fanatisme, atau marah karena fanatisme, maka matinya menyerupai mati jahiliyyah."
(Hadits Sunan Ibnu Majah No. 3938 - Kitab Fitnah)

حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ هِلَالٍ الصَّوَّافُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ غَيْلَانَ بْنِ جَرِيرٍ عَنْ زِيَادِ بْنِ رِيَاحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَاتَلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَدْعُو إِلَى عَصَبِيَّةٍ أَوْ يَغْضَبُ لِعَصَبِيَّةٍ فَقِتْلَتُهُ جَاهِلِيَّةٌ

3. Superior (‘Ujubiyah)
Selain Dinasti besar yang saling beseteru, kemunculan dinasti-dinasti kecil juga menjadi salah satu faktor penyebab hancurnya Dinasti Abbasiyah. Sebab, dinasti-dinasti kecil itu awalnya berada di bawah kekuasaaan Dinasti Abbasiyah, sebelumnya akhirnya memerdekakn diri dan berdiri sebagai dinasti sendiri. Dinasti-dinasti kecil tersebut diantaranya;

a). dari Timur Baghdad: Thahiriyah, Saffariyah, Samaniyah, Gasnawiyah, Buwaihiyah, dan Seljuk.
b). dari Barat Baghdad: Idrisiyah, Aghlabiyah, Thulun, Ikhsidiyah, dan Fatimiyah
c). dan dari bangsa Kurdi: Albarzuqani, Abu Ali, serta Ayubiyah (Sholahudin Al-Ayubi)

Dengan munculnya dinasti-dinasti kecil, wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah makin tergerogoti. Tidak hanya itu, kedaulatan Dinasti Abbasiyah terancam. Lebih-lebih orientasi dinasti-dinasti itu (walau pun tidak semua) hendak menggulingkan pemerintahan Dinasti Abbasiyah. [5]

Meski tidak semua, penyebab lahirnya dinasti-dinasti kecil tersebut adalah karena para petinggi, gubernur, atau panglima perang yang awalnya setia dan mengabdi kepada Dinasti Abbasiyah dihinggapi rasa ‘ujub alias superior. Menggap dirinya lebih pantas memimpin dari pada yang lain, serta menganggap under capacity kepada pemimpin Dinasti Abbasiyah yang sedang berkuasa pada saat itu.

Sebagai contoh, Dinasti Ikhsidiyah di yang didirikan oleh Muhammad bin Thughji yang mendapat gelar Ikhsyid (Adiraja) dari khalifah Dinasti Abbasiyah, Ar-Radhi.

Pada mulanya, Muhammad bin Thughji sangat setia kepada Dinasti Abbasiyah. Namun pada tahun 328 H/ 490 M, ia melepaskan diri dari Dinasti Abbasiyah. Alasannya karena pada tahun itu khalifah Dinasti Abbasiyah mengirim pasukannya ke Syiria yang dipimpin oleh Muhammad bin Raiq untuk merampas mesir dari Muhammad bin Thughji Ikhsyid. [6]

Pemimpin Dinasti Ikhsidiyah menganggap dirinya lebih pantas memimpin lebih lama di Mesir karena capaiannya selama ini yaitu berhasil mengalahkan Dinasti Thulun dan Fatimiyah yang memberontak kepada Khalifah Dinasti Abbasiyah. 

Selain itu juga ia sudah tidak lagi percaya kepada khalifah dan kepemimpinan khalifah, sehingga ia melakukan perlawanan kepada utusan khalifah yaitu Muhammad bin Raiq yang berakhir kemenangan bagi Muhammad bin Thughji. Atas kemenangannya itu kemudian Syiria berada di bawah kekuasaannya dan melakukan ekspansi sampai ke dua kota suci, Makkah dan Madinah.

Sejak itulah, Muhammad bin Thughji mengumumkan kemerdekaan Mesir, dan mengangkat dirinya sebagai penguasa Mesir serta membuang nama khalifah dari khutbahnya. [7]

Itulah setidaknya tiga faktor internal yang menyebabkan benteng kokoh kekuasaan Dinasti Abbasiyah menjadi rapuh. Dan ini pula yang kemudian terbaca oleh pemimpin bangsa Mongol, Genghis Khan dan cucunya Hulagu Khan. Kerja sama antara kakek dan cucu tersebut berhasil memporakporandakan keagungan Dinasti Abbasiyah.

Kerapuhan faktor internal menjadikan peradaban Dinasti Abbasiyah yang begitu gemilang hancur di tangan bangsa yang sebetulnya tidak pantas menjadi sebuah imperium besar yang mengguncangkan dunia. Karena kebesaran kekuatan mereka tidak dibarengi dengan sifat-sifat luhur. Bangsa Mongol dikenal lebih kejam dan bengis dari bangsa Barbar sekalipun.

Dibawah kekuasaan bangsa Mongol Baghdad diturunkan statusnya dari ibu kota negara menjadi ibu kota provinsi. Selama 37 tahun berkuasa penuh dengan kekejaman; membantai ribuan penduduk sipil tak bersalah, memperkosa wanita, menghancurkan kota-kota penting, dan membakar perpustakaan.

Koleksi buku-buku yang berada di Baitul Hikmah dibakar dan sebagiannya dibuang ke sungai Tigris, bersamaan dengan itu para ulama, intelektual dan kaum ilmuwan dibunuh secara sadis serta jasadnya dibuang ke sungai Tigris. Jadilah sungai Tigris itu berwarna hitam tinta bercampur warna merah darah para ulama dan syuhada.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Kiamat tidak akan terjadi sehingga kalian berperang melawan suatu kaum yang bermata sipit, berhidung pesek, seakan-akan wajah mereka tameng yang terbuat dari kulit yang berlapis-lapis. Dan tidak akan terjadi hari Kiamat hingga kalian memerangi kaum bersepatu bulu."
(Hadits Sunan Ibnu Majah No. 4087 - Kitab Fitnah)

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تُقَاتِلُوا قَوْمًا صِغَارَ الْأَعْيُنِ ذُلْفَ الْأُنُوفِ كَأَنَّ وُجُوهَهُمْ الْمَجَانُّ الْمُطْرَقَةُ وَلَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تُقَاتِلُوا قَوْمًا نِعَالُهُمْ الشَّعَرُ

-----------------------------------

  [1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 71-72
  [2] Rizem Aizid, Pesona Baghdad dan Andalusia: Meneropong Masa Kejayaan Islam di Baghdad dan Andalusia (Yogyakarta: Diva Press, 2017), hlm. 101
  [3] Hamka, Sejarah Umat Islam Jilid II (Jakarta: Bulan Bintang, 1951), hlm. 127-128
  [4] Rizem Aizid, Pesona Baghdad dan Andalusia: Meneropong Masa Kejayaan Islam di Baghdad dan Andalusia ..., hlm. 153-154
  [5] Rizem Aizid, Pesona Baghdad dan Andalusia: Meneropong Masa Kejayaan Islam di Baghdad dan Andalusia ..., hlm. 152
  [6] Ibid, hlm. 133
  [7] Dar al-‘Ilm, Atlas Sejarah Islam (Jakarta: Kaysa Media, 2011), hlm.114

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.

Item Reviewed: Belajar dari Sejarah Andalusia (Part2) Rating: 5 Reviewed By: SuaraKuningan