Sebagai bentuk kepedulian terhadap masalah sosial yang kerap dihadapi oleh sebagian besar masyarakat tersebut, Korps HMI-Wati (KOHATI) Cabang Kuningan di bawah kepemimpinan Ai Masropah melaksanakan salah satu program kerja yakni pendidikan pra-nikah yang di dalamnya terdapat beberapa materi kajian. Adapun pelaksanaan kegiatan tersebut mengusung tema-tema menarik yang disesuaikan dengan kurikulum kajian dan kondisi masyarakat dewasa ini.
Minggu, (9/8) pukul 14.00 WIB dilaksanakan kajian materi pertama mengenai hukum dan prinsip pernikahan secara daring. Dimotori oleh Kepala Bidang Internal KOHATI Cabang Kuningan, Sri Handayani, kajian berlangsung khidmat dan interaktif. Pemateri yang dihadirkan kali ini yaitu seorang konsultan pernikahan, Bapak Dedi Slamet Riyadi, S.Ag.
Dalam mengawali pemaparannya, pemateri menyuguhkan beberapa gambaran terkait rumah tangga Rasulullah saw yang dapat dijadikan inspirasi bagi perjalanan berkeluarga yang dihadapi masyarakat Islam zaman sekarang. Terkait hal tersebut, pemateri menyebutkan bahwa yang terpenting dalam rumah tangga bukan sekadar masalah hukumnya, melainkan prinsip-prinsip yang harus dibangun bersama. Menurutnya, rumah tangga merupakan sebuah institusi sosial yang dibentuk oleh satu komunitas kecil, yang kemudian akan memberikan pengaruh penting dalam tatanan sosial yang lebih luas.
“Karena memang menikah itu bukan menyatukan persamaan, melainkan menyatukan banyak perbedaan antara dua pribadi, dua keluarga, dua kepercayaan, bahkan dua adat yang akan memunculkan hal-hal baru tanpa pernah bisa kita prediksi. Maka, dua manusia yang akan menikah ini harus mampu membangun prinsip pernikahan yang saling menguntungkan, terutama dalam hal kesepakatan dan kesetaraan,” ujar pemateri.
Beliau juga menambahkan, “Uniknya di Indonesia, pernikahan itu tidak hanya diatur dalam hukum agama, akan tetapi diurus secara spesifik dalam hukum negara, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang perkawinan No.1 Tahun 1974. Sehingga persiapan yang matang tidak hanya menjadi kewajiban salah satu pihak, namun kedua belah pihak yang akan memulai kehidupan baru di ranah rumah tangga.”
Menutup materi di sesi terakhir, pemateri yang juga pernah menjabat menjadi ketua KUA menjelaskan bahwa di Kuningan sendiri angka pernikahan rata-rata pertahunnya mencapai 10.000 pasangan, dan 27% di antaranya berakhir dalam sidang perceraian. Ini cukup mengkhawatirkan mengingat landasan pernikahan sendiri dibangun untuk mempererat sillaturrahmi, memperpanjang persaudaraan, juga membangun tatanan sosial yang kompleks. Dengan adanya fakta tersebut, pendidikan pra-nikah menjadi penting dilaksanakan.
“Kalau semua orang sudah paham mengenai prinsip pernikahan dan sudah punya bekal yang cukup, angka perceraian pasti dapat diminimalisir. Maka kegiatan yang kami laksanakan ini juga sebagai upaya menuju tercapainya pemahaman masyarakat tentang pernikahan yang baik. Hukum dan prinsip dalam pernikahan menjadi dasarnya. Selanjutnya agenda pendidikan pra-nikah ini masih ada beberapa sesi yang akan diselenggarakan bertahap ke depan,” pungkas Sri sebagai ketua pelaksana.(Humas KOHATIKng/red)
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.