Puisi didekasikan untuk mak Ijah seorang pemulung
Pagi merambat menyingkap gelap yang masih terlelap
Subuh sayu mengharu menyentuh kalbu-kalbu yang khusuk
Mak ijah tergopoh dengan mukena lusuh
Langkahnya gontai menyimpan renta usia
Mak Ijah,
Apa kabarmu ?
Dibawah gerimis kau tetap bercengkrama bersama mentari
Karung usang pembawa mimpi akan lapar yang tertunda
Memunguti satu dua koin yang dibuang penjudi jalanan
Mak ijah tetap melangkah menata asa tentang hari depan
Bayangan wajah anak-anak manja yang tak peduli akan lelahnya
Mak Ijah,
Apa kabarmu ?
Tak pernah ada airmata, “orang miskin tak boleh menangis”
Kata mak ijah saat kusuguhkan secangkir kopi dan sepiring ubi
Saat mak Ijah lewat didepan kedai tempatku bekerja
Ia menunjukkan sebuah luka yang dibalut kain usang
Mak Ijah
Apa kabarmu,
Sore ini gerimis mengingatkan akan senyummu
Jarak menjauhkanku darimu mak,
Tak lagi bisa kusuguhkan secangkir kopi dan sepiring rebus ubi
Lalu mendengarmu bercerita tentang botol-botol yang kau kumpulkan
Sekira itu cukup untuk satu atau dua liter penghantar langkah
Penopang raga menuai asa diujung harapan
Kuningan, 270820
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.