Statemen Ketua DPRD Kabupaten Kuningan, Nuzul Rachdy, terkait diksi "limbah" yang ditujukan kepada pesantren Husnul Khatimah saat wawancaranya menyoroti munculnya cluster baru Covid-19 di Pondok Pesantren Husnul Khatimah, telah diputus oleh Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Kuningan sebagai bentuk pelanggaran kode etik.
Mengamati perkembangan yang terjadi sejak kasus diksi "limbah" ini muncul, Inisiator Gerakan KITA, Drs. Ikhsan Marzuki, MM, menilai ada sebuah dinamika baru yang mulai tumbuh di masyarakat dalam menyikapi persoalan yang muncul di lingkungannya.
"Kita melihat ada sebuah harapan baru yaitu mulai munculnya sikap kritis yang tumbuh di masyarakat dan mahasiswa dalam menyikapi keresahan yang ada di lingkungannya. Sebuah sikap yang justru harusnya dimiliki dan disuarakan oleh wakil rakyat," ungkap Ikhsan.
Sejak awal kasus diksi "limbah" ini muncul, terutama terkait ucapan "Jangan sampai Husnul ini hanya membawa limbah. Limbah wabah dan limbah segalanya", banyak memunculkan tanggapan, baik yang mengecam maupun yang mengkritisi.
"Banyak pihak menilai ucapan Ketua DPRD Kabupaten Kuningan ini sebagai ungkapan yang tidak pantas dilontarkan oleh seorang pejabat publik. Sebuah ucapan yang dinilai banyak pihak sebagai ucapan yang tidak bertanggung jawab, terkesan menuduh atau memojokkan," jelas Ikhsan.
Ikhsan menjelaskan, bahwa keresahan yang tumbuh di masyarakat ini selanjutnya ditangkap oleh berbagai elemen masyarakat dan mahasiswa untuk disuarakan dalam bentuk aksi pernyataan sikap dan ditindaklanjuti dengan proses pelaporan ke Badan Kehormatan DPRD atas dugaan pelanggaran etika yang dilakukan oleh seorang anggota dewan yang kebetulan menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Kuningan.
"Menangkap, menyikapi, melaporkan dan mengawal keresahan masyarakat oleh masyarakat dan mahasiswa lewat berbagai elemen yang mewakilinya, menjadi fenomena baru yang cukup menarik yaitu mulai tumbuhnya kesadaran kritis masyarakat menyikapi keresahan yang ada di lingkungannya," papar Ikhsan.
Ikhsan mengingatkan, bahwa fenomena ini juga harus dilihat sebagai otokritik bagi wakil rakyat yang sudah terpilih untuk lebih peka menangkap keresahan masyarakat. "Itu tugas yang jauh lebih penting bagi seorang wakil rakyat," tegas Ikhsan.
Menurut Ikhsan, tumbuhnya kesadaran kritis di masyarakat dengan sendirinya akan mendorong terjaganya integritas para pejabat publiknya.
"Perlu adanya gerakan bersama sebagai upaya menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat agar memaksa pejabat publik untuk lebih berhati-hati dalam menjalankan tugasnya. Dengan demikian, minimal integritas para pejabatnya juga akan lebih terjaga karena akan selalu diawasi dan dikawal langsung oleh sikap kritis masyarakatnya," jelas Ikhsan.
Sikap integritas merupakan bagian yang paling krusial dari karakter seorang pemimpin. Integritas adalah melakukan segala sesuatu secara benar saat tidak ada seorangpun yang melihatnya, lanjut Ikhsan.
Ikhsan mengungkapkan, integritas mampu mengingatkan dan melindungi kita dari berbagai tindakan pelanggaran yang dapat merugikan pihak lain, nama baik kita, dan kepercayaan yang sudah diberikan kepada kita.
"Hari ini sikap kritis masyarakat dan mahasiswa sudah dan sedang terus mengawal kasus pejabat publik yang kebetulan sebagai Ketua DPRD. Tidak menutup kemungkinan sikap kritis masyarakat dan mahasiswa ini ke depan akan bergeser menyasar dan mengawal pejabat publik eksekutif," pungkas Ikhsan.
Ikhsan berharap, upaya mendorong tumbuhnya kesadaran kritis masyarakat sekaligus akan memaksa dan mendorong kinerja anggota dewan untuk lebih bersikap kritis terhadap kerja-kerja eksekutif. Sehingga check and balances antara masyarakat, anggota dewan dan eksekutif akan berlangsung lebih optimal.
Ikhsan Marzuki
(Inisiator Gerakan KITA)
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.