Sistem ekonomi modern yang dimana pemikirannya di dominasi oleh ilmu ekonomi Konvensional, telah menjadi disiplin ilmu yang sangat canggih dan maju, dengan penyempurnaan proses yang sangat panjang selama lebih dari satu abad. Yang tidak bisa kita pungkiri bahwa kontribusi sistem ekonomi konvensional sangat besar bagi peradaban manusia secara materil, revolusi ini mampu meberikan kesejahteraan manusia, dibarengi dengan meningkatnya produksi, membaiknya sarana komunikasi, dan bertambahnya kemampuan memanfaatkan sumber daya alam. Dimana ini menjadikan standart hidup pekerja lebih tinggi dibanding dengan mereka yang bergantung akan pertanian.
Namun pada perkembangannya, ekonomi konvensional tidak sesempurna yang kita bayangkan. Ekonomi konvensional terbukti gagal mempertahankan idealismenya. Dimana asumsi dalam teori ekonomi konvensional tidak pernah tercapai. Hal ini dibuktikan dengan setengah abad terakhir sistem ekonomi konvensional menunjukan kelemahan. Hal ini ditandai dengan timbulnya kapitalisme, yang memperbesar kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin, pekerja dan pemilik moal, antara negara maju dan berkembang, menyebabkan tingginya inflasi dan naiknya angka pengangguran. Dimana sistem ekonomi konvensional ini cenderung bergeser kearah ketidak seimbangan penguasaan aset dan sumber daya ekonomi, yang menyebabkan golongan kaya semakin kaya dan golongan miskin semakin miskin.
Dengan kondisi ini, dalam kurun waktu empat dekade terakhir mulai dikembangkan kembali sistem perekonomian syariah (Islam), Sebagai solusi atas masalah dari perekonomian konvensional ini. Dimana sistem perekonomian Islam ini merupakan sistem yang mengaplikasikan prinsip ekonomi yang sesuai dengan ajaran Islam, bagi setiap kegiatan ekonomi yang bertujuan menciptakan barang & jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dimana prinsip-prinsip Islam ini bersumber dari sumber hukum Islam yakni Al-Qur’an, hadist, ijma, dan Qiyas.
Seperti yang kita ketahui bahwa dalam satu tahun terakhir, dunia sedang dilanda pandemi akibat virus Covid-19. Yang dimana seluruh perekonomian dunia mengalami krisis, termasuk juga dengan perekonomian Indonesia, dimana ini menjadikan krisis terburuk dalam sejarah perekonomian Indonesia, dimana Indonesia mengalami resesi pada kuartal III-2022 Ekonomi Indonesia -3,49%. Tentunya dampak dari resesi ini sangat merugikan seluruh masyarakat, terutama masyarakat dalam sektor informal.
Dimana salah satu dampak dari pandemi Covid-19 ini adalah meningkatnya angka kemiskinan di berbagai provinsi di Indonesia, salah satunya yaitu Jawa Barat. Dimana indeks kemiskinan Jawa Barat pada akhir 2020 yakni 1,13 hal tersebut mangalami kenaikan dibandingkan dengan indeks kemiskninan Jawa Barat 2019 yakni 1,09. Hal ini desebabkan naiknya Indeks kemiskinan di setiap Kabupatem/Kota yang berada di Jawa Barat. Salah satu Kabupaten yang mengalami kenaikan Indeks kemiskinan yaitu kabupaten Kuningan. Dimana indeks pada tahun 2019 adalah 1,24 dan pada 2020 mengalami kenaikan yang sangat tinggi yakni 2,41. Tentu ini menjadikan kabupaten kuningan berada di papan bawah Kabupaten/Kota termiskin di Jawa Barat.
dimana mayoritas masyarakat Kab.Kuningan berposesi dibidang informal, seperti berwirausaha atau umkm, dan sebagainya. sehingga pada masa pandemi ini banyak masyarakat kab. Kuningan yang kehilangan pekerjaannya, dikarenakan mereka tidak bisa berwirausaha di kota dan pulang ke Kuningan tidak mempunyai pekerjaan. Tentunya hal ini juga yang menjadikan Indeks kemiskinan Kab.Kuningan meningkat.
Berangkat dari masalah di atas, Ekonomi Islam hadir menawarkan beberapa solusi agar kab.Kuningan keluar dari salah satu kabupaten termiskin di Jawa Barat, solusi ekonomi dan keuangan Islam yaitu:
Pertama, penyaluran bantuan langsung tunai yang berasal dari zakat, infak dan sedekah, baik yang berasal dari unit-unit pengumpul zakat maupun dari masyarakat. Khusus untuk zakat yang ditunaikan, penyalurannya dapat difokuskan kepada orang miskin yang terdampak COVID-19 secara langsung, sebagai salah satu yang berhak menerimanya (mustahik). Poin ini adalah skema filantropi Ekonomi Islam yang memiliki potensi besar bagi perekonomian masyarakat.
Kedua, bantuan modal usaha, dimana ditengah-tengah krisis seperti saat ini, tidak sedikit sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang berjuang untuk tepat bertahan dimasa krisis ini. Dimana dalam menjalankan usaha sangat sulit bertahan dikarenakan terbatasnya permodalan. Oleh karena itu, pemberian modal pada usaha dijadikan sebagai komponen untuk memperkecil dampak krisis. Pemberian modal ini juga bisa dilakukan dengan beberapa kebijakan, seperti pemberian stimulasi tambahan relaksasi perbankan syariah dan restruktruralisasi atau penangguhan pembiayaan syariah selama beberapa bulan kedepan. Tetapi dalam proses pemberian modal dari perbankan/lembaga keuangan syariah ini harus diawasi dengan ketat sehingga dapat tepat sasaran dan dapat dipertanggung jawabkan.
Ketiga, permodalan usaha di atas juga dapat diikuti dengan dengan pinjaman qardhul hasan. Dalam terminologi ekonomi/keuangan syariah, qardhul hasan adalah pinjaman yang tidak mengambil manfaat (keuntungan) apapun namun tetap ditekankan untuk dibayarkan kembali. Produk/skema ini merupakan salah satu produk/skema sistem keuangan syariah yang sangat penting dalam mendukung pemulihan atau menopang perekonomian. Diantara pilihan penyaluran yang dapat dilakukan adalah melalui: (1) Lembaga Keuangan Mikro Syariah dalam membiayai usaha nano dimana dananya dapat berasal dari beberapa sumber, baik dari masyarakat umum, perusahaan swasta maupun BUMD; (2) pinjaman langsung tanpa margin baik untuk usaha maupun konsumsi yang disalurkan oleh perusahaan (swasta atau BUMD) kepada karyawan atau mitranya (seperti pengemudi ojek online) dimana dananya dapat berasal dari dana Corporate Social Responsibility (CSR) atau pos lainnya. Untuk meningkatkan dana CSR, pemerintah perlu mempertegas kewajiban dan kontribusi CSR yang lebih tinggi baik dari BUMD maupun perusahaan swasta.
Keempat, selain dari sektor perbankan syariah dan qardhul hasan, sebagian dana yang dikumpulkan oleh unit-unit atau organisasi pengumpul zakat, khususnya yang ada di daerah, dapat digunakan untuk memperkuat usaha UMKM. Menyelamatkan kelompok UMKM yang krisis atau terancam bangkrut karena terkena dampak ekonomi dari wabah COVID-19, dapat dikategorikan sebagai golongan asnaf (penerima zakat), yaitu sebagai kelompok miskin, berjuang di jalan Allah (fii sabilillah), atau orang yang berhutang (gharimin).
Kelima, pengembangan teknologi finansial syariah untuk memperlancar likuiditas pelaku pasar daring secara syariah, dimana pada saat yang bersamaan juga diupayakan peningkatan fokus pada social finance (zakat, infak, sedekah dan wakaf) di samping commercial finance. Termasuk pengembangan market place untuk mengumpulkan pasar tradisional dan UMKM, dengan tujuan mempertemukan permintaan dan penawaran baik di dalam negeri maupun luar negeri, khususnya di masa-masa PPKM karena pandemi.
Muhammad Aryadi (Ketua Umum IPPMK JADETABEK)
Periode 2021-2022 (Kabinet Adhiyana)
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.