oleh : Vera Verawati
Liuknya meninggalkan ketakutan, lidahnya menyisakan petaka dan bisanya meninggalkan kematian. Ular-ular itu menjelma dalam tubuh-tubuh serupa kita. Penjilat, pendusta, pembunuh yang berpura-pura menjadi penyelamat.
Digiring pada sebuah kelengahan. Umpan yang melenakan. Dia menunggumu dengan taring dan mulut yang menganga. Sebesar apapun mangsa ditelan bulat-bulat untuk sendirinya. Dasar ular begitu rakusnya.
Berada di lubang-lubang berjerat, di dahan-dahan hijau, di hutan tak berpenghuni, bahkan di lembah berbatu. Dilautanpun ia mematikan. Hingga di puing-puing gedung yang terbengkalai ditinggalkan para perusuh.
Serupa dimana tinggal. Hijau di dedaunan. Gelap di bebatuan dan berwarna warni diantara aneka tumbuhan bunga. Sedamai apapun dunia disekitarmua. Lidah bercabang itu ada, menjulur menebar retorika yang membingungkan.
Menebar kebimbangan. Mempertanyakan hakikat diri. Menyusup dalam nafsu-nafsu liar dan ambisi-ambisi tak manusiawi. Menjual aset-aset hidup. Ginjal, hati, mata, bahkan nurani pun diperjual belikan.
Ular-ular itu. Serupa dewa, manis merayap di kerimbunan, menghilang jejak sesaat setelah semua rusak. Dan kembali menyerupai dewi untuk membidik mangsa berikutnya.
Bumi ini di jajah oleh ular-ular berbisa. Dan tikus-tikus itu perlahan tapi pasti. Berjalan bergerombol menuju umpan dan jerat yang terpasang.
Tanpa pernah menyadari di ujung lorong, kematian paling hitam menunggu di liuk dan belitannya yang mematikan.
Kuningan,280321
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.