Meskipun seni
pertunjukan bisa juga dikatakan bahwa termasuk di
dalamnya merupakan kegiatan-kegiatan seni yang bersifat kebiasaan umum seperti teater, tari, musik, juga sirkus atau akrobat, tetapi biasanya kegiatan-kegiatan seni tersebut
pada umumnya lebih dikenal dengan istilah pertunjukan seni. Seni
pertunjukan adalah istilah yang biasanya mengacu pada seni
konseptual atau avant garde yang semula
tumbuh dari seni rupa, namun
kini mulai beralih ke arah seni kontemporer.
Jenis seni
pertunjukan seperti: seni akrobat, mengamen,
komedi/lawak, tari, pentas musik, opera, sulap, teater, film, dan
lain-lain─termasuk seni (kebahasaan) seperti: membaca puisi, pidato,
saritilawah.
Di tatar Sunda
terdapat berbagai
jenis seni pertunjukan baik yang tersebar di seluruh wilayah geografis/otonomi, di dua atau lebih
wilayah yang berbatasan, maupun yang hanya terdapat di satu wilayah (geografis/otonomi).
Berikut ini contoh jenis-jenis seni pertunjukan yang terdapat di Jawa Barat:
▪ wayang golék (selruh Jawa
Barat/tatar Sunda);
▪ wayang orang (selruh Jawa
Barat/tatar Sunda);
▪ wayang kulit (Cirebon, Indramayu, sebagian Majalengka, sebagian Kuningan);
▪ wayang cepak (Cirebon, Indramayu)
▪ sandiwara (selruh Jawa
Barat/tatar Sunda);
▪ buncis (selruh Jawa
Barat/tatar Sunda);
▪ rudat (selruh Jawa
Barat/tatar Sunda);
▪ topeng banjet (Karawang);
▪ bangreng (Sumedang);
▪ burok (bagian timur Kuningan, bagian timur Cirebon, bagian barat Brebes)
▪ sintrén (bagian timur Kuningan, bagian timur Cirebon, bagian barat Brebes)
▪ liong (Cirebon, Indramayu, sebagian Majalengka, sebagian Kuningan);
▪ tarling (Cirebon, Indramayu);
▪ akrobat (Cirebon, Indramayu, bagian utara Majalengka)
▪ lais (Garut, Tasikmalaya, Ciamis);
▪ bebegig sukamantri (Ciamis);
▪ debus (selruh Jawa
Barat/tatar Sunda);
▪ sulap (selruh Jawa
Barat/tatar Sunda);
▪ calung (selruh Jawa
Barat/tatar Sunda);
▪ réog (selruh Jawa
Barat/tatar Sunda);
▪ bodéhan (Kuningan);
▪ dogdog jeung bebegig atau dikenal dengan
istilah “dogig” (Kuningan);
▪ dll.
Dari uraian di atas
dapat diketahui bahwa hanya ada beberapa jenis seni pertunjukan yang hanya
terdapat di satu daerah baik secara geografis, maupun secara otonomi, yaitu (1)
topeng banjet (Karawang); (2) bangreng (Sumedang); (3) bodéhan (Kuningan); (4) bebegig sukamantri
(Ciamis); (5) dogig (Kuningan).
Dari sekian banyak jenis
seni
pertunjukan yang terdapat di Jawa Barat (tatar Sunda), penulis akan
fokus ke salah satunya, yaitu Seni Dogig yang merupakan akronim dari Seni
Dogdog Jeung Bebegig. Kesenian ini asli dari Kuningan dan hanya ada satu di
tatar Sunda, yaitu di Dusun Buyut Saur, Desa/Kecamatan Ciniru, Kabupaten
Kuningan.
Ini penting untuk
diketahui, mengingat bahwa kebudayaan adalah keseluruhan gagasan
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar (Van Vollenhoven 1981 :
180).
Jadi kebudayaan merupakan hasil budi dan daya manusia, kebudayaan tumbuh secara
akumulatif,
sadar dan sengaja, kebudayaan sangat besar artinya bagi suatu bangsa, artinya dengan
kebudayaan itu bangsa itu akan nampak sempurna tingkat hidupnya. Kebudayaan diperoleh
melalui proses belajar serta secara turun temurun dari Nenek Moyang sebelumnya. Kebudayaan mempunyai beberapa bagian,
salah satu dari kebudayaan adalah seni.
Seni pertunjukan dalam keberadaanya tidak bisa lepas dan sebuah kondisi yang pernah dialami oleh masyarakat, dengan kata lain keberadaan seni pertunjukan sangat erat kaitanya dengan aspek historis, menyangkut masalah pengalaman secara kolektif yang pernah dialami oleh masyarakat. Hal ini yang melatar belakangi munculnya kesenian itu.
Tulisan lainnya:
Pentingna Ngamumulé Budaya
Tarékah Ngamumulé jeung Ngamekarkeun Kabudayaan Sunda
Ratusan ciri khas seni
pertunjukan dalam warisan budaya tak
benda (WBtB) di
Kabupaten Kuningan yang diperkirakan terancam punah. Hal
tersebut seiring dengan lajunya pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi,
terutama teknologi informatika dan komunikasi sehingga peradaban manusia pun
ikut bergerak. Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologilah barangkali yang sangat mempengaruhi pola
kehidupan manusia─dan serta meninggalkan nilai-nilai tradisional yang diakui
sangat tinggi─yang pada gilirannya menghilangkan jati diri bangsa.
Jika kita ingin,
tentu saja tidak untuk dibiarkan, karena Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2010 tentang
Cagar Budaya; dan Undang-undang Nomor
5 Tahun 2017 tentang
Pemajuan kebudayaan pun mengharapkan kebudayaan bangsa tetap lestari bahkan
maju. Oleh
karena itu untuk menjawab tantangannya diperlukan revitalisasi budaya serta perlu
melakukan regenerasi,
untuk melestarikannya.
Jika masyarakat Kuningan aktif mengembangkan kesenian
daerah, efek positifnya akan dirasakan dengan terciptanya industri pariwisata.
Satu daerah tidak akan maju jika budaya setempat tidak berkembang. Karena itu, kesenian tradisional harus diperkuat sebagai daya
tarik wisata. Kuningan memiliki kebudayaan
salah satunya adalah seni pertunjukan dogdog dan bebegig
atau dikenal dengan istilah “dogig” yang bertahan di
Desa Ciniru, Kecamatan Ciniru.
Seni pertunjukan dogdog dan bebegig
atau dikenal dengan istilah “dogig” adalah salah satu seni pertunjukan khas
Kuningan bahkan hanya berada di satu desa di Kabupaten Kuningan, yaitu di Desa
dan Kecamatan Ciniru. Seni pertunjukan “dogig” ini sangat unik dan berbeda
dengan seni pertunjukan lainnya yang sama-sama berunsur bebegig, misalnya jika dibandingkan dengan
Bebegig Sukanabtri, Ciamis. Oleh karena itu seni pertunjukan ini membutuhkan
perhatian khusus untuk menjaga keberadaan dan kelestarianya sehingga lolos dari
kepunahan. Mengingat
bahwa Seni Dogig merupakan warisan budaya dari hasik
kreativitas manusia dan disepakati masyarakat penggunanya.
Ketertarikan
pada objek salah satu jenis kesenian yang disebut “Seni Dogig” (dogdog jeung
bebegig) adalah untuk: (1) Untuk mengetahui tentang latar belakang
atau cikal bakal munculnya seni Dogdog dan Bebegig (Dogig) yang hanya terdapat di Kabupaten
Kuningan; (2) menggambarkan tentang latar belakang atau cikal bakal
munculnya seni Dogdog dan Bebegig
(Dogig) yang hanya terdapat di Kabupaten Kuningan; dan (3) mengetahui tentang bagaimana upaya pelestarian
seni Dogdog dan Bebegig
(Dogig) yang hanya terdapat di Kabupaten Kuningan.
Memverifikasi
keberadaan seni Dogdog dan Bebegig
(Dogig) tentang kebenarannya sangatlah penting mengingat kekayaan seni
pertunjukkan di tatar Sunda begitu banyak sehingga ada lemungkinan satu sama
lainnya ada yang sama atau mirip. Apakah ada kemiripan atau sama dengan kesenian bebegig
lainnya? Seperti halnya seni pertunjukan Dogdog
jeung Bebegig (Dogig) Desa/Kecamatan Ciniru, Kabupaten
Kuningan. Jika masih hidup dan digunakan masyarakat tentu harus
dikembangkan ke wilayah lainnya baik pemasarannya maupun ketrampi;annya. Jika
sudah jarang digunakan bahkan berpotensi mati tentu harus diusahakan agar dapat
dihidupkan kembali keberadaannya sehingga tetap langgeng menjadi kekayaan
budaya Kabupaten Kuningan.
Melestarikan salah
satu warisan budaya tak benda (WBtB), jenis seni
pertunjukan Dogdog dan Bebegig (Dogig) agar tetap hidup baik di daerah
asalnya maupun dapat berkembang di wilayah lain di Kabupaten Kuningan merupakan
kewajiban bagi para pialang budaya. Dan tentu saja kita harus berusaha untuk memajukan seni
pertunjukan Dogdog jeung Bebegig (Dogig) agar lebih dikenal baik di
daerah sendiri maupun ke daerah luar Kabupaten Kuningan sebagai aset wisata. Dan yang tak kalah pentingnya adalah menjadikan
seni pertunjukan Dogdog jeung Bebegig
(Dogig) sebagai salah satu ikon kesenian Kuningan karena tidak terdapat di
daerah lain─luar geografis Kuningan, seperti halnya Bebegig Sukamantri menjadi
ikon Ciamis.
Jika
kita gali asal mulanya kesenian ini bermula dari bebegig, yang artinya
orang-orangan yang biasa ditempatkan di sawah atau di kebun. Sesuai dengan
pengertiannya bahwa bebegig adalah orang-orangan yang digunakan untuk
menakut-nakuti hewan yang dianggap hama tanaman yang diletakkan di sawah atau
kebun (KBBI).
Berkenaan dengan
dogdog, sebenarnya dogdog hanya merupakan waditra (alat musik) sedangkan nama
jenis keseniannya adalah réog. Satu set reog terdiri dari empat susun waditra
dogdog, yaitu: (1) tilingtingtit; (2) tong; (3) brung; dan (4) badublag. Dengan
demikian maka seni réog ini adalah seni musik
tabuh yang harmonis, patembalan saling mendukung antara satu waditra dengan
waditra lainnya, atau dari waditra kesatu sampai waditra keempat. Seni reog ini
dapat mengiringi lagu-lagu yang dilantunkan oleh juru kawih. Oleh karenanya
kesenian reog dapat pula ditambah dengan waditra lain sebagai pelengkap atau
pemanis, seperti kendang, goong, dan tarompét.
Pengertian dogdog itu
sendiri adalah waditra jenis alat pukul berkulit, yang dimainkan dengan cara
dipukul dengan menggunakan alat bantu panakol (pemukul) – (KBBI).
Dua jenis alat
kesenian inilah membentuk satu kesatuan. Yang satu merupakan alat kelengkapan
bertani (bercocok tanam), dan yang satunya adalah waditra réog─alat musik pukul
asal Sunda. Maka dari itu kesenian ini disebut Seni Dogig.
Seni Dogig adalah
seni pertunjukan hélaran yang pemainnya meniru orang-orangan dengan diiringi
waditra dogdog pada kesenian réog.
Pengertian di atas merujuk
pada dua unsur utama, yaitu (1) dogdog yang merupakan alat musik tabuh yang
terbuat dari kuluwung atau kelongsong
atau tabung atau bumbung dari kayu yang di salah satu sisi kuluwungnya dipasang
kulit binatang (biasanya kulit kambing); (2) bebegig yang terbentuk orang yang
seluruh badannya dibalut ijuk dari pohon kawung
(enau) dan pada muka kepalanya dipasangi kedok
(topéng) dengan berbagai karakter, seperti kedok kepala binatang, kepala
raksasa, juga muka perempuan. Kelengkapan lainnya adalah kolotok munding (kerbau) yang dikalungkan.
Aksesoris inilah
yang membedakan antara Seni Dogig Ciniru dengan bebegig lainnya, seperti misalnya
Bebegig Sukamantri, Ciamis.
Kesenian Dogig menuju tempat hélaran
Kesenian dogig
(dogdog
jeung bebegig)
merupakan perpaduan antara seni réog (dogdog) dan bebegig
sebagai properti bertani. Sudah sejak lama masyarakat Ciniru, Kabupaten
Kuningan melakukan pertanian secara tradisional, dan ini berlaku turun temurun. Selain mengolah sawah, karena wilayah ini adalah daerah berbukitan maka
sistem pertanian pun berpadu dengan ladang. Menanam padi pola huma merupakan
alternatif selain sawah.
Keberadaan tanaman
baik di sawah ataupun di ladang tentu tak jauh dari hama peranjah tanaman.
Kalau di sawah umumnya burung dan tikus. Karena itu dibuatlah pengamanan agar
tanaman padi tidak bisa diranjah hewan yang salah satu caranya adalah dengan
dipasangnya bebegig yang ditancapkan di beberapa tempat baik di sawah maupun di
ladang. Artinya tugas bebegug adalah untuk mengusir hama, dengan cara
menakut-nakutinya..
Bentuk bebegig
bervariasi. Di lain tempat cukup dengan bilah bambu yang disilang seperti
layang-layang lalu diberi baju dan celana, dan di bagian kepalanya dipasang
tudung. Lain halnya di guguyuh Ciniru,
yang saat itu sebagai sesepuhnya adalah Abah Kertadipura, beliau berpikir “bagaimana caranya mengusir hama padi”. Hasil
pemikirannya muncul bebegig yang terbuat dari dua potong bambu dipasang silang
seperti bagan layang-layang lalu dibungkus dengan injuk (ijuk), dibentuk
boneka manusia, kemudian dipasang kedok (topeng). Setelah itu ditancapkan di
sawah atau di ladang (huma). Dengan cara itu diharapkan hewan yang menjadi hama
bisa menjauh karena takut, sehingga panen padi bisa cukul atau mucekil. Hasilnya
rada lumayan, terutama burung-burung sepertinya banyak yang takut.
Namun ternyata masih
kurang efektif untuk di huma. Karena di huma hama padi bukan hanya burung dan
tikus, melainkan hewan-hewan yang lebih besar, seperti peucang, mencek, monyét,
bahkan babi hutan (bagong). Hama-hama
ini malah lebh rakus. Apalagi bagong, hewan ini bukan hanya memakan daun dan
batang, tetapi menyungkur tanahnya karena di dalam tanah banyak cacing─yang
merupakan kesukaan bagong. Dengan demikian muncul gagasan para penggarap huma
untuk mencoba membuat bebegig dengan membalut badannya sendiri dengan injuk (ijuk). Jadilah beberapa orang
berkostum injuk (ijuk)─layaknya
bebegig, hanya untuk menghalau hewan-hewan tersebut─tidak untuk dibunuh.
Selanjutnya. Pada tahun
1946,
ketika itu yang menjadi Kuwu (Kepala Desa) adalah Abah Kertadipura. Beliau
terinspirasi oleh bebegig (manusia) untuk diarak pada pesta kemerdekaan,
tanggal 17 bulan
Agustus. Saat itu peringatan pertama setelah proklamasi
17 Agustus 1945, arak-arakan pesta dilengkapi dengan hélaran bebegig. Dan, saat
itu pula pertama kali bebegig disertakan dalam hélaran.
Karena hélaran
bebegig membutuhkan musik pengiring, maka diambilah rombongan réog untuk
mengiringi laju hélaran bebegig. Musik réog inilah satuan waditranya bernama dogdog.
Maka pada saat itu pula muncul istilah “Dogig” yang merupakan akronim dari
“dogdog jeung bebegig”.
Lalu pada masa Abah
Suyana,
Seni Dogig dinyatakan menjadi
seni tradisional untuk dijadikan
tontonan masyarakat. Adalah Abah
Cakra yang pertama kali menjadi Ketua Rombongan Dogig.
Beliau adalah tokoh masyarakat yang sangat disegani. Mulai saat itu Seni Dogig
sangat laku, terutama untuk helaran
mengarak pengantin sunat, gusaran,
dll.
Kini, seni
tradisi itu kembali menggeliat setelah pada tahun 2008 tokoh masyarakat yang
bernama Din Syamsudin menghidupkan Seni Dogig.
Bahkan saat ini, panggilan untuk pentas di luar daerah sering terjadi. Akhirnya Seni Dogig menjadi kesenian tradisional yang cukup dikenal bahkan bukan hanya
masyarakat Desa Ciniru, melainkan dari tetangga desa bahkan luar Kecamatan
Ciniru. Saat sekarang yang menjadi pimpinan pengurus
rombongan Seni Dogig adalah Pipin
Rusmadi, yang juga menjabat Raksa Bumi (KAUR Kesra) Desa Ciniru.
Rombongan Seni Dogig siap mentas
Pertunjukan Seni
Dogig umumnya dipergelarkan dalam bentuk hélaran. Hal ini sesuai dengan
karakternya, bahwa bebegig membutuhkan area yang cukup luas agar pergerakan dan
ekspresinya bebas. Hélaran tersebut biasanya menyusuri jalan dengan rute
tergantung keinginan yang punya hajat atau panitia. Hal ini jika Seni Dogig
diminta untuk mengarak pengantin sunat, pesta Desa, 17 Agustus-an, Hari Jadi
Kuningan, dll. Namun untuk demonstrasi biasanya dilaksanakan di lapangan atau
alun-alun.
Perkembangan
berikutnya Seni Dogig dipadukan pula dengan kesenian lainnya yang bersifat
mistis, yaitu permainan yang biasa dilakukan pada kesenian semacam Kuda
Lumping. Dalam demonstrasi inilah salah seorang pemain kesurupan, kemasukan roh
halus─sama seperti pada demonstrasi kuda lumping. Namun yang kesurupan bukan
bebegignya, tetapi pemain pendukung lainnya, dia memakan habis semua sasajén termasuk ayam yang masih hidup. Lalu Punduh akan menyadarkannya agar normal kembali setelah oleh punduh diképrét (diciprat)
dengan cai (air)
kendi tirta manik yang sebelumnya sudah dikondisikan oleh punduh itu sendiri.
Hal lain yang unik
adalah pada
saat pentas bebegig ini juga, bisa menjadi obat yang
dipercaya mujarab
bagi anak yang sulit bicara, punya penyakit koréng,
atau pun penyakit yang sulit disembuhkan. Biasanya, pada saat bebegig pentas, keluarga yang sakit suka membawa nasi dalam wadah, disatukan dengan sasajén.
Nasi inilah yang bisa menjadi obat ketika diberikan kepada anak yang disebutkan
tadi.
Bebegig yang
ditampilkan biasanya berjumlah delapan orang lengkap dengan topeng dan badan berbalut injuk.
Berikut ini personal Seni Dogig:
▪ Seorang Punduh (sekarang dipegang oleh Kusnadi);
▪ 10 orang
bebegig;
▪ 8 orang
petani berbaju
hitam dan seroal hitam,
pakai
dudukuy cetok memanggul pacul (cangkul) dan
bersolendang sarung;
▪ 8 orang
ibu tani memakai kebaya
hitam, berkain batik réréng
putih, ngais boboko diisi
makanan kampung (kulub
sampeu, seupan
hui,
seupan cau emas, timbelna sangu
beureum,
jeung pais beunteur), menenteng
kétél;
▪ seorang
sinden lelaki pelantun lagu-lagu
lawas seperti; rayak-rayak, rereogan, kembang beureum, sintren, dsb.;
▪ 4 orang
pemain réog (penabuh dogdog);
▪ seorang
penabuh kendang;
▪ seorang
peniup tarompet; dan
▪ seorang
pembawa sasajén pada
nyiru.
Sebelum pelaksanaan
helaran atau demonstrasi dogig, terlebih dahulu melakukan ritual
yang dipimpin oleh punduh. Dalam ritual tersebut disediakan sasajén. Menurut kepercayaan masyarakat sasajén
tersebut disuguhkan kepada roh halus sebagai tanda terima kasih. Sasajén
ditempatkan pada wadah yang disebut nyiru.
Isinya antara lain: surutu, endog asin, tangkuéh, gula watu, rokok jinggo, duwegan kalapa héjo. Selain itu ada pula kendi (wadah
cai tirta manik), cikopi pait, citéh manis, dan hayam jago jajangkar.
Helaran dogig mengarak penganten sunat.
Sasajén diletakkan di tengah area pentas.
*****
Kendi
(wadah
cai tirta manik)
D. Aspek Sosial
Jika dipandang dari
aspek sosial bebegig ini sangat menyatu dengan kehidupan baik dengan manusia
itu sendiri maupun dengan alam. Untuk itu penulis menggambarkannya dari dua
sisi sosial yang melekat pada Seni Bebegig:
1. Penggunaan
bebegig sebagai sarana bercocok tanam:
a. Mempererat kekeluargaan antar para petani, karena dapat saling membantu
ketika membuat bebegig.
b. bersahabat dengan alam dan lingkungan, karena bebegig tidak membunuh
hewan sebagai hama tanaman, melainkan hanya mengusirnya agar tidak mendekat dan
tidak memakan tanaman petani.
2. Bebegig setelah
dimodifikasi menjadi Seni Dogig
a. Seni Dogig adalah kesenian yang dikenal masyarakat di lingkungannya;
b. Seni Dogig merupakan alat hiburan yang murah namun meriah sehingga dapat
terjangkau oleh kalangan mana pun;
c. Seni Dogig melibatkan banyak
personal sehingga sedikit banyak dapat membina mental dan moral manusia
khususnya generasi muda;
d. ketika sedang mentas Seni Dogig
dapat mempengaruhi nilai ekonomis warga sekitar.
Banyaknya pengunjung yang nonton dapat mempengaruhi nilai
ekonomi.
E. Fungsi dan Manfaat
Jika dipandang dari
aspek fungsi dan manfaat bebegig ini sangat menyatu dengan kehidupan baik
dengan manusia itu sendiri maupun dengan alam. Penulis menggambarkannya bahwa:
1. Fungsi dan
Manfaat Bebegig
1) Fungsi Bebegig
Bebegig berfungsi sebagai
alat untuk menakut-nakuti hewan pengganggu tanaman (terutaman padi) agar
hewan-hewan tersebut menjauh dari tanaman garapan petani, dan tidak mengganggu
tanaman.
2) Manfaat Bebegig
Bebegig bermanfaat
untuk meminimalisir kerugian bercocok tanam karena hewan-hewan pengganggu
menjauh dari area sawah/huma sehingga hasil panen menjadi mucekil.
2. Fungsi dan
Manfaat Seni Dogig
1) Fungsi Seni
Dogig
(1) Bebegig berfungsi sebagai alat hiburan bagi masyarakat.
(2) Bebegig berfungsi sebagai alat untuk mempererat hubungan sosial antar
warga masyarakat.
2) Manfaat Seni
Dogig
(1) Seni Dogig sangat bermanfaat bagi masyarakat sebagai
sarana hiburan yang murah.
(2) Seni Dogig bermanfaat bagi yang membutuhkan dalam
helaran baik hajatan pribadi atau pun helaran pada berbagai pesta atau kenduri.
F. Persebaran Seni Dogig
Sampai sekarang
Seni Dogig hanya ada di Dusun Buyut Saur, Desa Ciniru, Kecamatan Ciniru,
Kabypaten Kuningan.
G. Nilai-nilai yang terkandung dalam Seni Dogig
Dalam kesenian
Dogdog jeung Bebegig (Dogig) terkandung nilai-nilai filosofis yang sangat
tinggi, seperti:
1. Nilai religius, yaitu ketika
rombongan melakukan ritual (berdo’a) yang dipimpin oleh Punduh Dogig.
2. Bersyukur kepada Tuhan atas
segala nikmatnya, termasuk hasil panen yang mucekil.
3. Nilai pengetahuan dan teknologi
tradisional, yaitu tentang rancang bangun bebegig yang digunakan sebagai alat
pengusir hama di sawah atau huma.
4. Kekeluargaan dan gotong royong,
yaitu interaksi antar bebegig (pada Dogig) yang kompak.
5. Secara ekonomis kesenian Dogdog
jeung Bebegig (Dogig) dapat menjangkau semua kalangan masyarakat, selain itu
tidak perlu menggunakan panggung yang dirancang sedemikian rupa, tetapi cukup
di ruang terbuka.
III. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kesenian Dogdog jeung
Bebegig (Dogig) yang merupakan modifikasi─perpaduan antara kesenian réog dengan
tradisi pertanian merupakan hasil kecerdasan masyarakat yang secara sepakat
diakui sebagai kesenian yang sesuai dengan karakter masyarakat, khususnya Dusun
Buyut Saur, Desa Ciniru.
Lebih dari itu kesenian Dogig memiliki ciri khas tersendiri jika
dibandingkan dengan bebegig-bebegig lainnya, terutama bentuk, motif, dan
karakternya, demikian pula fungsi dan manfaatnya. Seni Dogig adalah
satu-satunya jenis kesenian yang hanya terdapat di Dusun Buyut Saur, Desa Ciniru,
Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penilaian dan kajian penulis. Penulis berpendapat bahwa
Seni Dogdog jeung Bebegig (Dogig) yang terdapat di Dusun Buyut Saur, Desa
Ciniru, Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan,
layak dicatatkan serta diakui untuk dikukuhkan sebagai Warisan Busaya
tak Bensa (WBtB), dan merupakan salah satu kekayaan budaya khususnya Kabupaten
Kuningan, dan juga Jawa Barat dan nasional.
*****
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.