Nengani Sholihah
(Pegiat Literasi)
Saat ini pariwisata dijadikan sebagai salah satu pendapatan baik untuk pemerintah daerah maupun pusat. Tak tanggung-tanggung, jutaan rupiah bahkan triliun rupiah dikeluarkan untuk memoles destinasi pariwisata.
Pariwisata dijadikan andalan dalam ekonomi kapitalis. Terlebih negeri ini memiliki banyak panorama alam yang tersaji dengan keindahan. Sedikit polesan, maka keindahan akan muncul dengan apik dan mempesona.
Pelbagai infrastruktur yang menunjang pariwisata terus dibangun, agar mempermudah wisatawan mengakses jalan menuju tempat wisata. Hal ini pun membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Tol Cisumdawu, pelabuhan Patimban, BIJB Kertajati, serta tol Cipali dan Kereta Api yang menjadi proyek terbesar untuk sektor sarana dan prasarana dalam membangun pengembangan kawasan metropolitan yang tidak tanggung-tanggung nilai investasinya mencapai triliunan rupiah.
Keberadaan kawasan ini digadang-gadang sebagai kawasan rebana metropolitan yang meliputi tujuh kabupaten/kota yang mendapat intervensi pendanaan dari APBN. Salah satunya adalah Kabupaten Kuningan.
Dalam kesempatan audiensi bersama Sekda Kuningan, Marketing Direktur Aerocity, Rizkita Tjahjono Widodo menyampaikan bahwa Kuningan merupakan salah satu penyangga dalam pembangunan yang akan memberikan peluang besar dari sisi bisnis terkait konektivitas dan pengembangan kawasan. Hal ini pun disambut baik oleh Sekda Kuningan, Dian Yanuar yang mengatakan bahwa pengembangan kawasan metropolitan yang melibatkan Kabupaten Kuningan akan mengembangkan potensi perekonomian regional dan lokal. Maka perencanaan pembangunan harus selaras dengan perencanaan pembangunan pengembangan kawasan rebana. Dari sektor wisata sendiri bagi Kuningan akan menjadi daya tarik yang berbeda dari wilayah lainnya (kuningankab.go.id, 24/9/2021).
Kuningan menjadi salah satu dari tujuh kabupaten/kota dikarenakan kabupaten Kuningan memiliki kawasan wisata yang sudah terbentuk. Baik wisata air, pegunungan, panorama alam, sampai cagar budaya serta adat istiadat. Maka pemerintah setempat terus mengembangkan daya tariknya.
Terlebih lagi pariwisata diharapkan mampu menggerakkan perekonomian masyarakat. Sebagaimana faktanya bahwa pariwisata bersentuhan langsung dengan masyarakat. Bahkan pariwisata adalah salah satu sektor terbesar dalam penghasil devisa selain kelapa sawit. Maka tidak heran menteri keuangan meminta agar pemangku kepentingan terus menggeliatkan sektor pariwisata.
Namun apakah benar bahwa pariwisata mampu menggerakkan perekonomian masyarakat?
Fakta membuktikan bahwa investasi dalam dunia bisnis adalah hal yang lumrah dan tentunya keuntungan yang ingin diraih oleh para investor. Pariwisata adalah dunia industri yang memiliki investasi yang tidak sedikit. Masyarakat yang tidak memiliki dana untuk investasi hanya meraih recehan dari dunia pariwisata.
Masyarakat harus puas diri dengan menjadi penjual asongan dan pegawai dengan gaji yang tidak seberapa besarnya. Para pemilik tanah yang tergusur dengan pelbagai pembangunan harus puas dengan uang ganti rugi.
Pandemik yang melemahkan perekonomian bangsa memberikan efek kepada sektor pariwisata yang mengalami kemunduran. Seperti yang dilansir dari media online kemenparekraf pada 18 Agustus 2021 lalu bahwa jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke negeri ini mengalami penurunan sepanjang tahun 2020 sekitar 4,052 juta yaitu sekitar 25% dari wisatawan yang berkunjung pada tahun 2019.
Hal ini berdampak langsung pada pendapatan negara dari sektor pariwisata yang mengalami kemerosotan sebesar Rp20,7 miliar. Bahkan sekitar 939.000 jiwa di sektor pariwisata mengalami pemberhentian sementara pekerja dan 409.00 tenaga kerja mengalami pemecatan kerja.
Kini geliat pariwisata terus dilakukan demi mendapatkan pendapatan negara yang lebih besar. Namun dalam kondisi pandemik saat ini, apakah tidak mungkin jika ada gelombang ketiga terhadap kasus positif?
Sebaiknya pemerintah Jabar pun harus mengindahkan peringatan dari WHO yang melihat adanya peningkatan yang signifikan atas mobilitas masyarakat di bidang ritel dan rekreasi. Rata-rata sebesar 2% di atas kondisi sebelum pandemi.
Liberalisasi pariwisata
Sistem demokrasi kapitalisme yang berasaskan pada sekularisme yang menghasilkan liberalisme dan hedonisme membuat banyak cara untuk menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Cara yang dilakukan pun tidak melihat baik dan salahnya yang dilakukan oleh para pencari keuntungan.
Sektor pariwisata yang memiliki banyak destinasi wisata dilakukan semenarik mungkin untuk mendapatkan daya tarik dari wisatawan. Sehingga wisatawan mau berkunjung ke tempat tersebut. Tidak hanya memoles alam namun juga memelihara kebudayaan yang mengandung syirik. Bahkan tidak menutup kemungkinan adanya sesuatu yang haram untuk dimakan maupun dilihat.
Sebagai negeri yang mayoritas muslim sebaiknya menghilangkan budaya syirik dan sesuatu yang diharamkan. Namun nyatanya hal ini terus dilestarikan yang memungkinkan adanya penyesatan aqidah dan kemaksiatan yang merajalela.
Seperti yang telah disampaikan bahwa penunjang pariwisata tidak sedikit menelan biaya, kendati pun dengan sektor pariwisatanya sendiri. Tidak sedikit biaya yang dikeluarkan. Misalnya saja Kabupaten Kuningan, dalam revitalisasi waduk darma telah menelan dana pemprov Jabar Rp 28 miliar.
Alih-alih menggelontorkan dana untuk pariwisata alangkah baiknya jika pemerintah menyentuh sektor yang lebih krusial dalam menyentuh perekonomian masyarakat. Misalnya saja dalam pengelolaan sumber daya alam berupa tambang.
Banyak SDA yang dikelola oleh pihak asing. Tentunya keuntungan yang lebih banyak akan didapatkan oleh para investor yang mengelola bukanlah negara apalagi masyarakatnya. Lagi-lagi masyarakat pribumi hanya mendapatkan recehan dari pengelolaan SDA.
Kenapa hal ini terus terjadi? Ya, itu karena semua sektor kehidupan yang dipimpin oleh kepemimpinan secara kapitalisme akan menghasilkan ketidakadilan. Semua sektor yang menguntungkan bagi para kapitalis akan disentuh dengan memanfaatkan banyak hal. Bahkan menggunakan berbagai macam cara.
Lantas apakah ada solusi masalah pariwisata?
Tentunya ada, sistem kepemimpinan yang harus diganti menjadi sistem kepemimpinan yang sesuai dengan syariat Islam. Karena Islam pun memandang bahwa pariwisata adalah salah satu destinasi yang menunjang sarana dan prasarana dalam syiar Islam.
Pertama, bagi kaum muslim keberadaan keindahan panorama alam, pegunungan, air dan lainnya yang memiliki sarana dan prasarana yang sesuai dengan hukum syariat, maka akan semakin memperkuat keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt sebagai Dzat Maha Pencipta bagi umatnya. Begitupun dengan peninggalan sejarah peradaban Islam, akan memperkuat pemahaman dan keyakinan akan keagungan serta kehebatan Islam yang pernah berjaya.
Kedua, bagi non muslim keberadaan destinasi wisata ini akan menjadi sarana dakwah sebagai propaganda akan keagungan Islam dan Kemahabesaran Allah Swt.
Namun dalam hal destinasi sejarah peradaban Islam, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu jika destinasi tersebut merupakan tempat ibadah dan masih digunakan maka akan dibiarkan dan tidak boleh untuk dipugar. Namun jika bangunan ini roboh dan tidak digunakan lagi maka akan dibongkar dan ditutup. Kemudian jika bangunan tersebut merupakan tempat peribadatan yang memiliki patung makhluk hidup maka akan ditutup bahkan mungkin akan digantikan fungsinya.
Dengan demikian, Islam memandang bahwa pariwisata harus terikat dengan hukum syariat yang pastinya akan melihat sisi kebaikan bagi umat bukanlah keuntungan semata bagi segelintir orang.
Karena dari sektor ekonomi Islam memiliki beberapa pendapatan yang mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Sebagaimana yang tertulis dalam kitab an nidlam al iqtishadi fil Islam karya Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dijelaskan bahwa sumber pendapatan negara berupa pemasukan tetap yang diperoleh dari fa'i, ghanimah, anfal, kharaj, jizyah, pemasukan umum dari hak milik umum dengan berbagai macam bentuknya, pemasukan dari hak milik negara, usyur, khumus, rikaz, tambang, serta harta zakat. Namun zakat sudah diletakkan pada kas khusus serta diperuntukkan bagi delapan asnaf yang telah disebutkan dalam Al-Quran.
Hal ini membutuhkan kajian yang mendalam tentang Islam yang mampu diterapkan di semua sektor kehidupan. Sehingga kesejahteraan dan keadilan dapat terwujud. Maka dalam mengkaji Islam diperlukan kesadaran, kemauan dan ketekunan yang disertai dengan keistikamahan yang kuat.
Wallahu A'lam bishshawab
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.