Kabupaten Kuningan mendapatkan penghargaan Anugrah Parahita Ekapraya (APE) kategori pratama pada tahun 2013, 2016 dan tahun 2018 meningkat menjadi kategori Madya, dan tahun 2021 ini kategori Utama. Kabupaten Kuningan berhasil mengimplementasikan prasyarat pengaruutamaan gender salah satunya meningkatkan pemahaman sumberdaya manusia (SDM) serta kapasitas lembaga berkaitan dengan perencaanaan penganggaran yang berperspetif gender juga mengawal kesepakatan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengaruutamaan gender untuk meningkatkan kesetaraan laki-laki dan perempuan.
Sejarah Pengarus Utamaan Gender di Indonesia
Indonesia meratifikasi konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (Convention On The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) sejak 22 tahun lalu, melalui UU No 7 tahun 1984. Indonesia dianggap masih kuatnya diskriminasi terhadap perempuan disegala bidang pembangunan yang mengancam pencapaian keadilan dan kesetaraan gender di Indonesia. Tahun 2000 Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid mengeluarkan intruksi Presiden No 9 tahun 2000, terkait pengarusutamaan gender dalam pembangunan, harapannya pembangunan nasional akan mengintegrasikan perspektif gender sejak proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan sampai evaluasi dan pemanfaatan hasil-hasilnya. Republik Indonesia menandatangani dokumen kesepakatan global terkait Sustainable Development Goals (SDGs), atau tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB) yang terdiri dari 17 tujuan, 169 sasaran, salah satu target sasarannya adalah mencapai kesetaraan gender serta memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan.
Tujuan dari SDGs dalam mencapai keseteraan gender serta memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan, mempunyai 5 target, yaitu:
Pertama, mengakhiri segala bentuk diskriminasi.
Kedua, menghapuskan segala bentuk kekerasan.
Ketiga, menghapuskan semua prakter-praktek yang membahayakan
Menyadari dan menghargai pelayanan dan pekerjaan manusia.
Keempat, memastikan bahwa semua perempuan dapat berpartisipasi penuh dalam kehidupan berpolitik, sosial dan ekonomi (kemenpppa.co.id).
Keberadaan program-program yang ditargetkan untuk mencapai pengarusutamaan gender di Indonesia sudah sangat massif dua tahun terahir ini, semisal adanya program Pemberdayaan Ekonomi Perempuan (PEP), program Kesehatan Reproduksi, Pencapaian Pendidikan, Keterwakilan Politik Perempuan dan program-program lainnya yang mengharapkan adanya keterlibatan perempuan dalam semua lini pembangunan.
Keberadaan program-program tersebut, tidaklah memberikan perbaikan ataupun pengoptimalan peran perempuan dalam pembangunan, karena pada faktanya asas yang dijadikan pijakan dalam program-program tersebut adalah jaminan kebebasan, sehingga memberikan dampak yang tidak sesuai dengan fitrah penciptaan manusia dari Sang Pencipta (Allah), diantaranya kekerasan yang menimpa perempuan terlebih dimasa pandemi meningkat tajam dari bulan Januari-Juni 2021 ada 2500 kasus, dibanding tahun sebelumnya (2020) yakni 2400 kasus, kekerasan terhadap anak terjadi 5463 kasus yang terjadi dilingkup rumah tangga, tempat kerja, sekolah, dan fasilitas umum (kemenpppa.go.id).
Keberadaan perempuan dalam menopang ekonomi keluarga untuk meningkatkan taraf hidup, dengan menjadi pegawai imigran membuat perempuan terjebak dalam perdagangan orang, bahkan dampak lainnya meningkatnya angka perceraian karena pandemi dan alasan ekonomi, keterwakilan perempuan dalam pengambil kebijakanpun tidaklah memberikan dampak kehidupan perempuan menjadi sejahtera, aman dan tentram. Melihat fakta ini, ada hal yang salah dengan konsep pengarusutamaan gender ini, bagaimana islam menempatkan perempuan dalam pembangunan?
Pandangan Islam Terhadap Perempuan
Allah Swt menciptakan manusia baik laki-laki ataupun perempuan adalah untuk beribadah kepada-Nya, serta tidak membedakan diantara keduanya, Allah hanya melihat ketakwaannya. Keberadaan laki-laki dan perempuan di dunia ini mempunyai misi mengelola bumi dan seisinya berdasar aturan yang telah ditetapkan-Nya, keberadaan aturan ketika terkait penciptaan manusia secara umum, maka aturan yang diterapkan sama, semisal kewajiban menuntut ilmu, menyampaikan amar m’aruf nahyi munkar, berbakti kepada orangtua, pelaksannan Shalat, Puasa, Zakat, Haji dan lain-lain.
Adakalanya Allah menetapkan aturan yang berbeda sesuai tabiat penciptaannya, semisal Allah menetapkan perempuan sebagai ummu warobbatul bait' yakni ibu yang merawat, mengasuh, mendidik, memelihara sehingga menghasilkan generasi unggul penerus pengisi peradaban, serta mengurus rumahtangganya sehingga memberikan ketentraman dan kenyamanan bagi anggota keluarga lainnya, juga mitra bersama suami dalam pelaksanaan fungsinya berdasarkan persahabatan dan kasih sayang.
Dengan pengoptimalan peran perempuan yang didasarkan pada aturan pencipta, akan memberikan kontribusinya terhadap peradaban manusia, karena peran perempuan sebagai ummu warobbatul bait' mampu melahirkan generasi sekelas Muhammad Al Fatih, Umar bin Abdul Aziz, Imam Syafi’i ataupun generasi lainnya yang dilahirkan dan dididik dari peran perempuan yang dibingkai dalam sebuah sistem yang seutuhnya menerapkan aturan Allah dalam semua aspeknya, jadi suatu hal mustahil ketika peran perempuan dibingkai kebebasan dan kesetaraan menghasilkan ketentraman dan kesejahteraan.
Wallahu A'lam bishshawab
Penulis : Heka Syamsiah, S.Pi
Profesi : Pemerhati Sosial
Alamat : Kuningan
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.