Oleh: Heni
(Penggiat Literasi)
Demo buruh yang digelar kali ini adalah "Untuk menuntut Gubernur Wahidin Halim untuk bisa mencabut dan memberikan SK baru, yaitu SK tentang kenaikan upah Provinsi Banten yaitu kenaikannya sebesar 10 persen untuk seluruh wilayah Banten, karena kami menolak SK yang kemarin diberikan oleh Gubernur Wahidin Halim, sebesar 0,56 persen untuk beberapa wilayah khususnya kota." ujar sekretaris GS-BI Kota Tangerang Dwi Wulandari (detikNews,6/12/2021).
Kejadian ini tentu sangat mengganggu, karena imbas dari demo ini menjadikan jalan raya Serang, lumpuh total dan menghambat aktifitas yang lainnya.
Selain melakukan demo besar-besaran dari Aliansi Buruh Banten Bersatu (AB3) menyepakati untuk melakukan mogok kerja daerah pada tanggal 6-10 Desember 2021. "Kami sepakat akan melakukan mogok daerah pada tanggal 6-10 Desember 2021 dengan teknis sesuai dengan konsep wilayah masing-masing." Begitu bunyi surat keputusan bersama yang diterima detikcom (3/13/2021).
Masalah perburuhan yang terjadi sebenarnya dipicu oleh dasar yang digunakan oleh Sistem Kapitalis yaitu salahsatunya adalah penetapan biaya hidup (living cost) terendah yang dijadikan penentuan gaji buruh.
Karena itu, masalah perburuhan ini akan tetap ada selama hubungan antara buruh dan majikan di bangun berdasarkan Sistem ini. Walaupun solusi selalu dicoba dihadirkan untuk mengatasi masalah perburuhan ini, tetapi sejatinya mereka sedang melakukan tambal sulam saja, yang ujung-ujungnya akan mengokohkan Sistem ini.
Sekulerisme adalah turunan dari Sistem Kapitalis. Dimana sistem ini adalah sistem yang tercipta dari buah pemikiran manusia yang mempunyai ciri khas yaitu memisahkan agama dari kehidupan pengaturan kehidupan manusia. Semua tata kelola kehidupan manusia diaturnya dengan sistem ini, baik itu ekonomi, sosial budaya, politik dan hukum, tidak terkecuali dalam urusan pengupahan buruh kali ini.
Bagaimana Islam mengatasi masalah perburuhan.
Islam tidak membelah masyarakat menjadi kelas buruh dan kelas pengusaha, proletar dan borjuis, buruh nelayan dan juragan kapal, dan lain-lain. Sebab dalam Islam, mereka yang dikelompokkan dalam berbagai kategori itu seluruhnya disebut dengan ajir (buruh). Kaum buruh dalam Islam meliputi meliputi semua profesi kerja seperti konsultan, dosen, rektor, insinyur, para direktur atau manager yang diupah atau digaji, juga buruh pelabuhan, tukang becak, tukang sayur, tukang cukur, tukang sepatu, tukang jahit, buruh pabrik, dan lain-lain. Semuanya dipandang sebagai buruh baik yang bekerja pada perorangan, kantor, swasta, pabrik/lembaga/perusahaan maupun yang bekerja pada negara (Pegawai Negeri).
Sebaliknya, lembaga, perusahaan, atau orang yang mengupahnya disebut mustajir (majikan). Bentuk transaksi perburuhan atau penyewaan tenaga di dalam Islam dikenal dengan istilah ijaroh (perburuhan).
Seorang buruh (ajir) maupun majikan (mustajir) wajib mentaati dan menjalankan yang telah diakadkan dengan sungguh-sungguh sesuai dengan syariat Islam. Seorang buruh wajib bekerja sesuai dengan akad yang disepakati, sedangkan majikan wajib memberinya upah juga sesuai akad, tepat waktu tanpa ditunda-tunda.
Munculnya demontrasi pekerja yang menuntut dinaikkannya upah minimum provinsi untuk kasus di negeri kita adalah bukti terdistorsinya antara akad kerja dan upaya pemenuhan kebutuhan pokok.
Padahal, didalam Islam akad kerja adalah transaksi ijaroh (perburuhan) yang terjadi antara pekerja (ajir) dan majikan (mustajir). Transaksi yang dibolehkan didalam Islam harus terjadi pada barang dan jasa yang halal. Transaksi pada barang disebut dengan jual beli sedangkan transaksi pada jasa terjadi pada jasa yang diberikan pekerja. Satuan yang mengukur besarnya jasa inilah yang disebut dengan upah (ujroh), besar kecilnya upah ditentukan oleh keridaan kedua belah pihak (ajir dan mustajir).
Dalam menentukan standar gaji buruh, standar yang digunakan oleh Islam adalah manfaat tenaga (manfaat al-juhd) yang diberikan oleh buruh. Bukan living cost terendah, karena itu tidak akan terjadi eksploitasi buruh oleh para majikan. Buruh dan pegawai negeri sama, karena buruh akan mendapatkan upahnya sesuai dengan ketentuan upah sepadan yang berlaku ditengah masyarakat.
Jika terjadi sengketa antara buruh dan majikan dalam hal pengupahan, maka pakar (khubara) lah yang akan menentukan upah sepadan (ajr al-mitsl). Pakar ini di pilih oleh kedua belah pihak, jika keduanya tidak menemukan kata sepakat,maka Negara yang memilihkan pakar tersebut untuk mereka, dan Negara yang akan memaksa kedua belah pihak untuk mengikuti keputusan pakar tersebut.
Dengan demikian Negara tidak pernah menetapkan UMR (Upah Minimum Regional), bahkan penetapan seperti ini tidak diperbolehkan, dianalogikan pada larangan menetapkan harga. Karena baik harga maupun upah adalah sama-sama kompensasi yang diterima oleh seseorang. Bedanya harga adalah kompensasi barang, sedangkan upah merupakan kompensasi jasa.
Adapun ketika buruh berupaya untuk melakukan mogok kerja, hal ini tidak ada dan tidak diperbolehkan di dalam Islam, karena kontrak kerja buruh merupakan akad ijarah, dan akad ijaroh adalah akad yang mengikat, bukan akad sukarela yang bisa dibatalkan sepihak dengan seenaknya saja.
Sementara itu, pada upaya pemenuhan kebutuhan pokok, pada dasarnya Islam mewajibkan setiap individu yang mampu untuk memenuhinya sendiri, apabila ada individu yang mengabaikan kewajiban mencari nafkah, padahal ia mampu untuk bekerja, maka Negara berkewajiban untuk memaksanya untuk menunaikan kewajibannya. Manakala individu tersebut tidak mampu karena sebab-sebab tertentu, maka kewajibannya berpindah mulai ahli warisnya hingga pada Negara.
Negara dalam hal ini berkewajiban mengupayakan pemenuhan kebutuhan pokoknya pada barang-barang tertentu seperti pangan,sandang,dan papan. Serta pada jasa-jasa tertentu seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan. Negara wajib memberikan sarana-sarana pekerjaan kepada para pencari kerja. Menciptakan lapangan kerja adalah kewajiban Negara dan merupakan tanggungjawabnya terhadap pemeliharaan dan pengaturan urusan rakyat.
Inilah gambaran tata kelola perburuhan yang ada didalam sistem Islam, yang Insya Allah denganya kesejahteraan para buruh akan terpenuhi. Karena pada dasarnya solusi yang diberikan oleh sistem Kapitalis adalah sekedar obat penghilang rasa sakit, sementara penyakitnya sendiri tidak hilang apalagi sembuh, karena sumber penyakitnya tidak pernah diobati dengan tuntas. Karena itu masalah perburuhan ini selalu berulang, tidak pernah terselesaikan secara tuntas.
Masalah perburuhan ini hanya akan tuntas ketika solusi yang dipergunakannya adalah solusi yang hakiki yaitu solusi yang berasal dari Allah Subhanahu wata'ala, dan solusinya ini hanya akan ada di dalam sistem Islam.
Wallahu a'lam bishshawab
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.