Ki Pandita Ciremai
“Ada yang merasa dirinya setegar karang.
Tapi kau tidak hidup sendiri di jagad ini”.
***
Ikan koi hilir mudik
dari sudut yang satu ke sudut ruang kolam yang lain. Mengibaskan siripnya
dengan santai dan elegan. Beberapa bungan eceng gondong mulai mekar, ungu kebiruan dihias kuning cerah. Air
gemericik dari pompa sirkulasi, menambah sunyi hati dengan riak-riak. Ramadan
berdiri menaburkan pelet beberapa genggam. Umurnya mulai mendekati jatuh tempo.
Lelaki tidak bisa hidup sendiri. Perjalanan belum lengkap jika tulang rusuk
belum ditemukan.
Jodoh bukanlah persoalan
mencari yang sempurna. Sebab tidak ada lelaki yang sempurna, begitu pula tidak
ada perempuan yang sempurna. Jangan idealis, dan berhentilah bermimpi. Kau
tidak hidup sendiri di jagad ini. Kau bukan satu-satunya yang gagal di kolong
langit ini.
Ramadan menoleh ke arah wetan
di rimbunnya pohon. Berjalan pelan ke sana, tempat makam ibunya yang selalu
setia menunggu. Beberapa jumput rumput dicabuti dangan akarnya. Dan dalam
keheningan itu pun, sebait doa dilantunkan dalam dada. Duduk berjongkok dan
berbisik seolah sedang menunggu jawaban dari ketiadaan, “bu......mana yang
harus ku pilih?” Digesernya layar hp dengan seksama, memperhatikan beberapa
wajah cantik yang tersimpan di galeri. Diantaranya sudah lama tidak berkontak,
dan tidak berkabar. Hanya debaran jantung tetap tidak bisa dibohongi ketika
menatap senyum dan sorot mata yang satu itu. Tetapi.......
Dua tahun ini kedai kopi
menurun omsetnya. Tidak ada yang perlu disalahkan, memang begitu keadaannya.
Tabungan terkuras dan sempat terfikir untuk menjual kendaraan yang ada untuk
menutupi kewajiban. Ini adalah tahun yang berat. Jangan menyerah.
Di sebuah hamparan tanah
hijau, Ramadan merebahkan tubuhnya. Berusaha menyatu dengan semesta. Pejamkan
mata dan mengatur nafas sedemikian rupa supaya dapat mendengar kehendak bumi.
Sebab jagad ini laksana cermin yang memantulkan karma. Siapa yang menabur
kebaikan, maka akan menuai kebaikan.
Seseorang pernah
bercerita tentang pahitnya rumah tangga. Awalnya saling cinta, sejurus kemudian
ketika badai datang, setelah bertahan begitu lama, mereka hancur lebur
menyisakan serpihan air mata dan luka-luka. Jika demikian, siapa yang akan
berani naik bahtera? Saat cinta berubah menjadi benci dan dendam. Seorang lain
pernah menuturkan, bahwa rumahtangganya hanyalah sandiwara dan kepura-puraan
belaka. Mereka mejalani kehidupan masing-masing tanpa ada perceraian. Berusaha
setegar karang. Setidaknya orang lain tidak tahu itu.
Matahari di atas kepala
membentuk bayangan yang menempel pada tanah. Bahkan saat matahari sudah
tenggelam dan berganti malam, bayangan itu tetap ada. Ramadan lalu menemukan
cinta dibalik secangkir kopi. Kepada bayangan itu ia berkata, “aku
mencintaimu.” Bayangan itu tidak juga pergi, dan tidak menjawab. Tidak sama
seperti bayangan yang lain. Tapi bagaimana mungkin mencintai bayangan?
Dipejamkannya kedua mata
lalu masuk pada kesunyataan. Semoga saja doa bisa mengubah bayangan menjadi
kenyataan. Tidak, tidak, tidak...... Tidak semudah itu. Sebab doa seringkali
hanyala barisan kata yang dipenuhi keangkuhan dan ego. Doa berganti menjadi sebait
perintah kepada semesta supaya menuruti idealisme pribadi. Doa semacam itu
tidak mengubah apa pun juga. Itu bukan doa.
Dalam hening jiwa,
Ramadan menyusuri hutan dan gunung, berharap apa yang dicarinya dapat
ditemukan. Semakin jauh ke dalam dan semakin jauh, hanya ada gundukan batu-batu
besar yang membisu. Semeru, Merbabu, Ciremai atau Rinjani? Tiba-tiba saja hp
bergetar menunjukan pesan masuk. Seorang perempuan bernama Tika menuliskan
jawaban singkat, “aku juga mencintaimu.”
Matanya bulat tajam berbinar,
berkerudung abu dan berbaju kelabu. Disematkannya cincin emas di jari manisnya.
Tidak ada cinta yang sempurna, karena semua orang sering kali memulai dengan
banyak goresan masa lalunya. Setidaknya sekarang jangan lagi saling melukai.
Dengan langkah kecil
seperti menjangan, Tika menggenggam erat tangan Ramadan. Di pusara itu, Ramadan
berkata, “bu.....sudah ku temukan.” Matahari begitu cerah, tetapi tidak
ada bayangan.
“Sampai mati.”
“Ya, sampai
mati.”
Sepahit apa pun rasa
kopi, akan menjadi manis ketika binar mata dan senyuman itu larut didalamnya.
Berjuanglah terus dan jangan pernah menyerah seperti yang lainnya.
Pertengahan Maret 2022
Kado Pernikahan Ramadan dan Rinjani
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.