suarakuningan.com – Kehidupan manusia beradaptasi dengan lingkungan alam dimana manusia itu tinggal. Masyarakat manusia yang tinggal di pantai, tentu sehari-hari tergantung dan berinteraksi hidupnya dengan laut. Demikian pula masyarakat desa sekitar hutan, sangat bergantung hidupnya dengan alam hutan.
Adalah Eddy Syukur (55 tahun) warga Desa Trijaya Kecamatan Mandirancan yang berbatasan dengan hutan Gunung Ciremai bercerita bahwa sejak jaman leluhurnya, kehidupan masyarakat bergantung sebagian besar dari berinteraksi dengan hutan.
Eddy semasa kecil pun sudah terbiasa dibawa keluar masuk hutan oleh sang kakek maupun sang ayah. Setelah dewasa, Ade pun tidak lepas dari kegiatan di hutan.
“Pohon pinus di obyek wisata Hulu Dayeuh ini, dulu ditanam ayah saya, alhamdulillah kasampeur ayeuna jadi obyek wisata yang menarik,” ujarnya.
Sejak kebijakan perhutanan sosial, Eddy dan masyarakat desa yang tergabung kelompok tani hutan (KTH) bermitra dengan Perhutani untuk menanam palawija di sela-sela tanaman hutan yang ditanam Perhutani. Setelah tanaman perhutani cukup tinggi, otomatis masyarakat tidak bisa lagi bercocok tanam karena dibawah naungan pohon.
Tahun 2000 an lahirnya konsep Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), masyarakat desa sekitar hutan (MDH) didampingi LSM Akar, Kanopi, JMPKH bekerjasama dengan Perhutani untuk menjarangkan kerapatan pohon ditanam perhutani, agar lebih luas garapan petani.
“Kehadiran teman-teman akademisi dan LSM sangat membantu dalam perjalanan kerjasama kami dengan pihak Perhutani maupun pihak lain. Kami terbantu untuk memahami konsep kerjasama pengelolaan hutan,” kenangnya.
“Sudah lama tidak ketemu kang Rahmat, kang Avo, teh Isye, teh Evi terutama kang Makmun anaknya Pak Rustam pensiunan Perhutani,” ujarnya.
“Alhamdulillah, kehidupan masyarakat sekitar hutan dari bertani palawija dan tanaman perkebunan seperti kopi, lada, nangka bisa meningkatkan taraf hidup kami,” kisah Eddy yang pernah menjabat Kepala Desa Trijaya ini.
Tahun 2006, eddy sebagai Ketua Paguyuban Masyarakat Tani Hutan (PMTH) Kabupaten Kuningan, turut menandatangani Deklarasi Kabupaten Konservasi bersama Bupati Kuningan, H. Aang Hamid Suganda, Ketua DPRD Dr. H, Toteng, Sekda H. Aman, BKSDH, Perhutani, Uniku, LPI PHBM, LSM KANOPI dan LSM AKAR.
Kabupaten Konservasi yang dicanangkan ini sangat mendukung pelestarian sekaligus dapat membantu masyarakat untuk leluasa berkolaborasi dalam pengelolaan hutan.
Eddy menyayangkan sejak berubahnya status hutan produksi Perhutani menjadi Taman Nasional, dirinya dan masyarakat tidak dapat lagi memungut hasil hutan. Masyarakat Desa Hutan sebagian menjadi buruh tani, sebagian menganggur kerja serabutan.
Dalam kawasan Taman Nasional dengan adanya zona pemanfaatan, Ade dan Koperasi Sekargadung dapat mengelola Obyek Wisata yang berada dalam kawasan, yakni Bumi Perkemahan Hulu Dayeuh Desa Trijaya.
Namun bagi kami yang petani, kami masih menanti ditetapkannya Zona Tradisional di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai agar KTH dapat meningkatkan taraf hidupnya kembali. Terlebih dengan pandemi, penghasilan dari obyek wisata menurun drastis, sampai-sampai sebagian pengelola terpaksa mengadu nasib ke kota.
Ditanya tentang ditolaknya keinginan KTH untuk menyadap getah oleh kalangan tertentu, Ade menjawab,” saya sangat menghargai perbedaan pandangan tentang rencana garapan KTH, pasti setiap pihak punya pendapat masing-masing.”
Eddy berharap pihak-pihak dapat bersilaturahmi dan berdiskusi untuk menyelaraskan perbedaan pendapat tersebut. “Tapi lebih penting, semoga penetapan zona tradisonalnya ditetapkan dahulu. Zona tradisonal untuk aspek ekonomi KTH melalui pemungutan hasil hutan bukan kayu nya saja belum ada, jadi saya tidak akan dulu mengomentari soal pro kontra kegiatan nanti,” pungkasnya.
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.