Oleh Citra Salsabila
(Pegiat Literasi)
Pendidikan dianggap sebagai sumber kemajuan suatu bangsa, karena dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Wajar, jika pemerintah Indonesia begitu konsen menangani permasalahan pendidikan, terutama dalam hal Dana Abadi Pendidikan. Caranya dengan menetapkan beberapa aturan melalui Peraturan Presiden.
Apa itu Dana Abadi Pendidikan? Yaitu dana yang bersifat abadi untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya yang tidak dapat digunakan untuk belanja. Dimana dana pendidikan dikelola oleh LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan). Dana tersebut berasal dari APBN setiap tahunnya.
Faktanya, tahun 2022 diperkirakan dana abadi pendidikan mencapai Rp120 triliun. Dana tersebut nantinya akan dikelompokkan menjadi beberapa bagian. Menurut Direktur Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Tri Wahyuningsih Retno Mulyani, terdiri atas Dana Abadi Pendidikan sebesar Rp81,1 triliun, Dana Abadi Penelitian sebesar Rp8 triliun, Dana Abadi Perguruan Tinggi sebesar Rp7 triliun, dan Dana Abadi Kebudayaan sebesar Rp3 triliun. (Bisnis.com, 10/6/2022).
Tercatat, hingga akhir tahun 2021, LPDP telah memberikan beasiswa kepada sebanyak 29.872 penerima yang berasal dari 34 provinsi se-Indonesia. Dan bisa bertambah pada tahun berikutnya. Artinya, perlu dana yang lebih besar untuk membiayai seluruhnya.
Menurut Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Agung Hardjono menegaskan bahwa Program Dana Abadi Perguruan Tinggi (DAPT) dilakukan agar bisa meningkatkan kualitas perguruan tinggi Indonesia hingga berkelas dunia, seperti keinginan Presiden Joko Widodo. Beliau pun menambahkan adanya dana abadi berpotensi menjadikan perguruan tinggi memiliki kemandirian finansial dan keleluasaan dalam pengelolaan keuangan untuk membiaya program-programnya. (Validnews.id, 29/6/2022).
Sulitnya Akses Pendidikan di Sistem Demokrasi
Anggaran yang tak sedikit di bidang pendidikan, namun output-nya masih kurang dari hakikat tujuan pendidikan nasional. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional terdapat dalam pasal 3 yang mengatakan bahwa, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Pertanyaan, sudahkah mencapai tujuan tersebut? Apalagi dengan dana yang dikucurkan begitu banyak? Ternyata memang belum tentu, sebab perlu dipastikan bahwa dana tersebut memang untuk pendidikan, atau penelitian. Bukan mengarah pada komersialisasi semata.
Ternyata, dana abadi pendidikan tersebut akan diberikan kepada perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTNBH). Yang diterima sekitar Rp6 miliar sebagai investasi dan dorongan untuk menggalang dana dari swasta dan alumni setiap tahunnya. Nantinya, PTNBH hanya akan menerima insentif berdasarkan peningkatan jumlah dana pokok dan pengelolaan investasi dari dana abadi.
Sedangkan tugas Kemendikbudristek dan LPDP yaitu melakukan pemadanan terhadap peningkatan dana abadi berupa dana pokok maupun investasi yang berhasil digalang. Maka, perlu sekali memperbesar sumber pendapatannya di luar bantuan pemerintah dan uang kuliah tunggal.
Tahun ini alokasi pendanaan program DAPT terbagi dalam tiga periode. Periode pertama pada tanggal 2 Juni—31 Desember 2022 sebesar Rp445 miliar, periode kedua 1 Januari—31 Desember 2023 dengan total dana Rp350 miliar, dan periode ketiga 1 Januari—31 Desember 2024 sebesar Rp500 miliar. (Validnews.id, 29/6/2022).
Akhirnya, pemerintah optimis berkolaborasi antara masyarakat dan sektor swasta. Sehingga, PTNBH dapat mengejar ketertinggalan dalam pendanaan di perguruan tinggi, sebagaimana beberapa perguruan tinggi di luar negeri melakukannya.
Disinilah nampak bahwa dunia pendidikan masih menjadi ajang bisnis bagi pemerintah. Dimana konsep tersebut menjadi pondasi bagi kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka yang baru diluncurkan pekan lalu. Artinya, peran pemerintah hanyalah simbol saja, yang menjalankan sepenuhnya para pemodal. Jadi, apapun yang diminta para pemodal, dunia pendidikan Indonesia harus mengikuti.
Kondisi inilah yang menjadikan pendidikan sebagai barang mewah. Karena hanya orang-orang kaya yang mampu menggapainya. Tidak bagi orang miskin, cukup menuntaskan SD ataupun SMP. Selebihnya jadi pekerja. Pada saat yang sama, ketertarikan generasi terhadap ilmu kian terkikis. Cita-cita keilmuan pun kian tergerus sistem demokrasi.
Pandangan Islam
Pendidikan adalah investasi masa depan. Wajar jika setiap peradaban memberikan perhatian besar terhadap pendidikan. Islam pun menempatkan pendidikan sebagai kebutuhan mendasar rakyat. Untuk itu, negara berupaya maksimal dalam menyelenggarakan pendidikan serta membangun infrastruktur pendukungnya.
Seluruh pembiayaan dalam menyelenggarakan pendidikan berasal dari baitulmal, yakni dari pos fai, kharaj, serta pos milkiyyah ‘amah atau kepemilikan umum. Jika sumber pembiayaan dari baitulmal tidak mampu menutupi kebutuhan terhadap biaya pendidikan, negara akan memotivasi kaum muslim untuk memberikan sumbangan.
Maka, Negara berkewajiban membiayai seluruh rakyatnya dalam hal pendidikan. Bukan hanya yang tidak mampu saja, atau disabilitas. Sehingga, selayaknya dana tersebut dikelola langsung oleh Negara bukan oleh suatu lembaga. Agar dapat dialokasikan sebagaimana mestinya.
Wallahu'alam bishshawab
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.