oleh: Ikhsan Adhiyasa
Upacara Seren Taun adalah salah satu adat tradisi yang hidup di masyarakat Sunda dan telah lama digelar sejak zaman dahulu. Acara ini merupakan bentuk syukur masyarakat Sunda atas hasil panen selama setahun yang diberikan oleh sang pencipta. Biasanya, daerah-daerah yang menggelar acara Seren Taun ini memiliki keunikan dan ciri khas masing-masing, menyesuaikan dengan adat dan tradisi yang ada di daerah tersebut.
Ada berbagai daerah di Jawa Barat yang menggelar acara Seren Taun, seperti di Kabupaten Kuningan, Sukabumi, Sumedang dan masih banyak lagi daerah-daerah yang menggelar acara Seren Taun ini. Acara Seren Taun ini juga digelar rutin setiap tahunnya, namun setelah pandemi covid-19 melanda, acara ini pun diberhentikan sementara karena dapat menimbulkan kerumunan dan keramaian.
Namun, upacara Seren Taun di Kuningan, Jawa Barat, ini memiliki ciri khas tersendiri dari daerah-daerah lainnya. Upacara Seren Taun di Kuningan ini berlangsung selama 4 hari berturut-turut. Pada hari pertama, acara Seren Taun ini diawali dengan kegiatan “Damar Sewu” yang memiliki arti 1.000 obor.
Acara Damar Sewu ini digelar dengan menyalakan obor oleh beberapa orang dengan menunggangi kuda, orang-orang tersebut menyebar mengikuti rute tempat dimana obor-obor sudah disiapkan. Setelah obor-obor kecil menyala, para penunggang kuda ini berkumpul di depan rumah adat kembali dan menyalakan tungku obor yang paling besar, tanda acara Seren Taun sudah dimulai.
Lalu, acara pada hari kedua merupakan berdoa kepada sang pencipta dan dilakukan oleh perwakilan agama-agama yang ada di daerah tersebut, baik Islam Katholik, Kristen, Hindu, dan Sunda Wiwitan. (lagi, penggunaan capital letter, ya. Sekaligus sy koreksi nama agamanya) Acara tersebut dilakukan dengan berjalan dari “Gedong” atau biasa dikenal sebagai rumah adat di daerah setempat, menuju ke petilasan yang bernama “Situ Hyang”.
Di petilasan tersebut, masing-masing agama berdoa agar di jauhkan dari bala bencana dan juga gagal panen di tahun selanjutnya. Lalu, acara di hari ketiga merupakan kegiatan upacara yang diberi nama “Kawin Cai” yang memiliki arti mengawinkan antara dua mata air yang berbeda. Tujuan dari upacara kawin cai ini adalah memohon kepada sang pencipta agar air tetap ada dan air tetap subur untuk masyarakat setempat.
Setelah upacara Kawin Cai selesai digelar, masyarakat adat ini berkumpul kembali di rumah adat dan melakukan arak-arakan mengelilingi Kabupaten Kuningan. Tidak lupa juga masyarakat adat dari berbagai daerah pun turut diundang untuk berpartisipasi dalam acara ini, seperti masyarakat dayak, dan baduy.
Pada hari terakhir, yang mana merupakan puncak dari upacara Seren Taun tersebut, diawali dengan iring-iringan masyarakat adat yang penuh suka cita membawa bermacam-macam hasil panen menuju ke rumah adat. Acara ini diiringi dengan musik tradisional sunda, dan juga berbagai macam tarian tradisional, seperti tari angklung buncis, tari pohaci, dan yang memiliki identitas tersendiri adalah tari buyung. Setelah masyarakat dihibur dengan berbagai macam kesenian tradisional, mereka melakukan kegiatan yang bernama “Nutu Pare” yang artinya menumbuk padi. Masyarakat dari luar pun berbondong-bondong untuk mencoba menumbuk padi secara tradisional.
Setelah berbagai macam acara telah selesai digelar, masyarakat setempat pun disuguhkan dengan acara terakhir yaitu hiburan wayang golek. Upacara adat Seren Taun ini masih tergolong sebagai tradisi lokal yang belum memiliki hak paten di Kementerian Hukum dan Ham RI. Pemprov Jabar pun berupaya agar budaya-budaya tradisional ini dapat memiliki hak paten dan juga mendapat pengakuan resmi sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dari UNESCO.
Selama pandemi covid-19 yang telah melanda selama 2 tahun, kegiatan upacara adat ini tidak dapat dilaksanakan berhubung dengan aturan pemerintah yang membatasi keramaian dan juga mencegah penyebaran virus agar tidak semakin meluas. Namun sekarang, kegiatan ini akan kembali dilaksanakan pada 17 – 22 Juli 2022, yang mana rangkaian-rangkaian acara diatas dapat disaksikan dan diikuti kembali baik oleh masyarakat sekitar, maupun masyarakat dari luar kota. Anda tertarik untuk hadir dan menyaksikan upacara adat kebanggaan Suku Sunda ini? Bersiaplah!
Ikhsan Adhiyasa
Fakultas Ekonomi & Komunikasi
Jurusan Ilmu Komunikasi
Binus University
Semester 4
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.