oleh Nengani Sholihah
Utang luar negeri yang dimiliki oleh negeri ini mencapai Rp 7.000 triliun. Hal itu diakui oleh Menteri Kordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Panjaitan. Meski demikian, Luhut menyatakan bahwa utang luar negeri tersebut adalah utang produktif. Dengan meyakini bahwa utang tersebut dapat dibayar dengan berbagai proyek yang bagus. Terlebih Indonesia menggunakannya untuk proyek yang berkualitas, salah satunya Tol Serang-Panimbang (Republika.co.id, 8/8/22).
Benarkah utang luar negeri membantu pertumbuhan ekonomi?
Sejatinya utang adalah menjadi kewajiban bagi penerima untuk membayar utang yang dipinjam olehnya. Para kreditur tidak akan tinggal diam begitu saja dengan utang yang diberikan kepada penerima. Terlebih utang luar negeri yang diberikan kepada negara berkembang. Karena pemberian utang luar negeri adalah salah satu strategi bagi para kapital (kafir penjajah) untuk menancapkan hegemoni penjajahannya.
Kebijakan pemerintah yang terus menambah utang luar negeri tentu akan berdampak negatif pada negeri itu sendiri. Salah satunya adalah beban APBN yang semakin berat. Peningkatan valas di dalam negeri akan terjadi. Hal ini dikarenakan pinjaman yang diberikan berupa valas. Akhirnya pemerintah harus menyediakan stok yang lebih banyak atas valas untuk membayar pinjaman berupa cicilan pokok dan bunga pinjaman.
Dengan keadaan ini maka nilai tukar rupiah akan semakin melemah. Sementara pendapatan negara hanya bergantung pada penerimaan pajak. Akhirnya negara akan membebankan pembayaran utang kepada rakyat melalui peningkatan beban pajak kepada wajib pajak. Artinya tidak ada kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang meningkat. Bahkan justru akan semakin melemahkan keadaan rakyat.
Meskipun diklaim bahwa pertumbuhan ekonomi meningkat dengan menunjukkan adanya peningkatan nilai dalam pendapatan per kapita atau laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun perlu untuk disadari bagi negara yang menerima utang luar negeri bahwa peningkatan tersebut tidak berarti apa-apa. Karena pada kenyataannya ukuran besar kecilnya jumlah utang luar negeri tergantung pada defisit current account, adanya inflasi yang tinggi terhadap mata uang asing, tidak adanya efisien struktural dalam perekonomian negara, dan terjadinya kekurangan dana yang menjadi sumber dana investasi terhadap pembangunan.
Dalam hal kekurangan dana terhadap pembangunan inilah pemerintah akan menutup kekurangannya dengan meminjam dana bantuan (utang luar negeri). Sehingga gali lubang tutup lubang.
Maka jika dikatakan bahwa utang luar negeri bisa produktif dengan pembangunan infrastruktur adalah suatu hal yang harus dibuktikan dengan nyata. Karena meskipun secara teknis pemerintah telah sempurna dalam upaya pengendalian utang luar negerinya, sebenarnya tujuan pembangunannya akan menjadi sia-sia saja. Kecuali jika negara tersebut secara finansial benar-benar kuat. Yaitu dengan menunjukkan kemampuannya untuk membayar secara langsung dalam bentuk valas. Artinya membayar cicilan pokok dan bunga pinjaman tanpa meminjam kembali.
Di sisi lain, dampak yang akan ditimbulkan dalam menambah utang luar negeri adalah beban politis yang harus diterima oleh penerima utang. Karena tidak menutup kemungkinan bahwa kreditur akan mendikte berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terutama dalam hal ekonomi. Yaitu dengan pengurangan atau penghapusan berbagai macam subsidi mulai dari BBM sampai kebutuhan pokok, penundaan kenaikan gaji pegawai negeri, dan berbagai kebijakan fiskal lainnya. Hal ini merupakan syarat utama untuk mendapatkan pengurangan atau memperoleh pinjaman baru.
Maka jelaslah kebijakan utang luar negeri tidak akan membantu pertumbuhan ekonomi rakyat. Bahkan sebaliknya akan menghilangkan kemampuan negara dalam mensejahterakan rakyatnya.
Karena sejatinya pinjaman utang luar negeri menggunakan sistem keuangan secara ribawi. Pada akhirnya utang akan terus menumpuk ketika jatuh tempo. Akhirnya kembali berhutang untuk menyelesaikan pembangunan infrastruktur yang sebenarnya tidak semua rakyat merasakan secara langsung pembangunan tersebut.
Adakah solusi tuntas?
Keadaan seperti ini harus dihentikan dan diberikan solusi yang sahih. Oleh karena itu, haruslah pemerintah menggunakan kekuasaannya untuk memberikan solusi yang tuntas tanpa menimbulkan masalah lain yang berkepanjangan. Maka hal pertama yang harus diubah agar terwujudnya solusi yang tuntas adalah dengan mengubah asas bernegara yaitu dengan asas akidah Islam.
Karena Islam adalah agama yang sempurna. Kesempurnaannya mencakup seluruh aspek kehidupan. Sistem ekonomi yang digunakan sangat jelas. Pembiayaan admistrasi dan juga kebutuhan rakyat diambil dari Baitulmal. Pembiayaan tersebut didapatkan dari pos-pos yang telah ditentukan oleh hukum syarak. Seperti jizyah, kharaj, fai, ganimah, harta tidak bertuan, sampai harta yang dihasilkan dari pengelolaan sumber daya alam. Sehingga APBN jelas penggunaannya dan pendapatannya.
Jikapun keadaan keuangan negara sedang pailit, barulah negara akan meminjam uang dari para hartawan atau memungut pajak dari mereka dengan pengambilan setelah dikurangi biaya pengeluaran kebutuhan pokoknya. Hal ini terjadi pada waktu tertentu saja. Ketika kebutuhan keuangan negara sudah terpenuhi maka pada saat itu juga negara menghentikan pemungutan pajak tersebut dan akan mengembalikan uang pinjaman kepada kaum muslimin yang dipinjam uangnya.
Dengan keadaan seperti ini, maka akan sangat mustahil jika negara akan didikte oleh negara lain. Kemudian negara pun akan memperoleh kedaulatan yang sebenarnya. Karena memiliki kekuatan besar di mata dunia.
Kedua, negara memilah dan memilih proyek infrastruktur yang mana yang menjadi prioritas dalam pembangunan. Karena sejatinya pembangunan infrastruktur itu harus dirasakan oleh semua pihak. Mulai dari pejabat sampai rakyat.
Maka jelaslah bahwa hanya Islam saja satu-satunya solusi tuntas yang akan memberikan kesejahteraan dan kemakmuran kepada rakyatnya. Kemudian Islam pun akan menjamin kedaulatan negara yang hakiki tanpa campur tangan dari negara lain.
Wallahu'alam bishawwab
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.