Oleh: Euis Hasanah
Judi online terus berbuat ulah. Seperti yang dilansir www.kompas.com (12/6/24). kali ini mendera pasutri muda antara Briptu FN dan RDW. Sang istri kesal sehingga tega membakar suami sendiri, dugaan kuat aksi pembakaran tersebut karena seharusnya gaji ke-13 RDW digunakan untuk menghidupi ketiga anaknya yang masih balita, namun suami Briptu FN menggunakannya untuk judi online. Kasus judi online berujung maut bagaikan gunung es, peristiwa bukan kali ini saja tapi sudah banyak makan korban.
Judi online telah merusak generasi dan tatanan keluarga. Yang diawal hubungan keluarga penuh dengan kebahagiaan namun berujung kesengsaraan, walaupun negara telah memblokir situs online yang berbau judi, nyatanya rakyat masih bisa mengakses dengan mudah. Begitupun dengan adanya pemblokiran terhadap situs judi online, tapi tidak ada pemberian hukuman yang jera bagi pemilik usaha. Sehingga situs-situs yang lainnya bermunculan ke permukaan, dan berkesempatan pengusaha lainnya mengikuti jalan yang sama, yakni penyedia layanan situs judi online.
Situasi dalam himpitan ekonomi sekarang, dimana harga kebutuhan pokok yang setinggi langit, namun kebutuhan harus tetap terpenuhi. Sehingga judi online menjadi angin segar bagi sebagian orang untuk mendapatkan pundi-pundi keuntungan. Padahal sudah terang menderang judi merupakan perbuatan maksiat dan bisa menimbulkan kejahatan yang lainnya. Membudaya judi online tidak terlepas dari sistem yang dianut saat ini, yakni sistem sekularisme menjadi pangkal masifnya perjudian. Dalam sistem sekularisme menafikan peranan agama dalam kehidupan. Agama hanya digunakan dalam ibadah ritual, seperti salat, zakat, puasa dan haji.
Maka dalam kehidupan sehari-hari, dalam sistem sekularisme hubungan manusia dengan dirinya sendiri tidak diberikan rambu-rambu halal-haram. Ketika agama tidak diberikan peranan untuk mengatur kehidupannya, maka wajar judi online dan apapun berbentuk perjudian masih menjadi incaran. Begitupun negara yang menerapkan sistem sekularisme, penguasa hanya sebatas regulator kekuasaan yang berkapasitas perizinan dan pengaturan rakyat. Ketika ada tindakan kejahatan yang dilakukan masyarakat hanya diberikan sanksi pidana berupa penjara.
Sudah selayaknya sistem sekularisme yang diterapkan saat ini harus dicampakkan, karena menimbulkan masalah dan kerusakan ditengah-tengah umat. Dari itu untuk menyelesaikan perjudian harus ditindak dengan kacamata syariat, Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah Swt ketika aturan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari membawa keberkahan dunia dan akhirat. Dalam bahasa arab judi adalah maysir, syariat telah melarang tegas untuk perjudian. Bahkan Islam menganggap harta yang diperoleh melalui perjudian sebagai harta yang haram dimiliki. Sebagaimana firman Allah Swt:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Artinya “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung”. (TQS. Al-Maidah Ayat 90).
Dalam Islam perjudian merupakan perbuatan maksiat, jadi harus mendapat sanksi yang bersifat jawazir dan jawabir. Maksudnya hukuman yang bersifat memberikan efek jera dan penebus dosa, yakni sanksi berupa ta'zir. Adapun bentuk sanksinya ditentukan oleh penguasa (Kholifah), atau seorang hakim yang memiliki kapasitas didalamnya. Begitupun negara dalam pandangan Islam, pemerintah harus menjaga rakyatnya tidak melakukan maksiat. Maka segala bentuk aktivitas yang mengarah kepada perjudian baik online maupun offline harus ditindak secara tegas. Hal ini sesuai dengan hadits, bahwa penguasa bagaikan seorang pengembala. Pengembala akan menjaga gembalaannya dari serangan hewan buas, pengembala akan memilih dirinya kehujanan dari gembalaannya.
Begitu juga negara tidak akan membiarkan rakyatnya main hakim sendiri, ketika ada individu melakukan kemaksiatan, negara secara gesit akan menindak dan menghukum. Maka dari itu, kita sebagai seorang mukmin yang taat pada Allah Swt, senantiasa terikat dengan aturan-aturannya supaya terhindar dari berbagai maksiat.
Wallahu'alam Bishowab.
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.