Oleh : Maulana Yusuf
(Peminat Kajian Sejarah dan Budaya Lokal)
A. Amerika Serikat, CIA dan Penggulingan Soekarno
Menurut Harold Crouch, menjelang 1965 staf umum TNI AD Indonesia terpecah menjadi 2 kubu. Kubu kelompok tengah Jenderal A. Yani dan kawan kawan yang bersikap menentang Presiden Soekarno tentang Persatuan Nasional dengan masuknya Ideologi Komunis dalam Negara (NASAKOM). Kubu yang kedua adalah golongan kanan yang didalamnya termasuk Jenderal seperti A.H. Nasution, Soeharto dan lain-lain yang sikapnya menentang kebijakan Jenderal A. Yani dan Soekarnois.
Semua Jenderal itu adalah anti-PKI dan menjelang tahun 1965, isu-isu (Seputar Kesehatan) Soekarno telah memecah mereka. Selain itu juga AS cemburu dengan kedekatan Nikita Khrushcev (Uni Soviet) dengan Soekarno (Indonesia).
Kisah penggulingan Soekarno yang sederhana dan terucapkan ini, adalah bahwa pada musim gugur 1965, Jenderal A. Yani bersama kelompok intinya dibunuh oleh Pasukan Tjakrabirawa hal yang kemudian melapangkan jalan bagi upaya perebutan kekuasaan oleh kekuatan-kekuatan anti A. Yani dari sayap kanan yang bersekutu dengan Soeharto. Kunci perebutan kekuasaan ini adalah apa yang dinamakan Coup tanggal 30 September 1965, yang berdalih menyelamatkan Soekarno, namun sesungguhnya justru ditunjukaj pada anggota-anggota terkemuka dalam TNI AD, yaitu kelompok A. Yani yang paling loyal terhadap Soekarno. Suatu rapat penyatuan TNI AD berlangsung dibulan Januari 1965, dimana Soeharto masuk didalamnya. Dalam peristiwa tersebut, suatu kelompok memendam rasa tidak puas terhadap A. Yani.
Hasil rapat itu dikemudian hari telah merebahkan korban-korban pada 30 September 1965. Mereka yang terbunuh pada 30 September 1965 itu ialah mereka yang menentang rencana kelompok yang akan merebut kekuasaan. Empat orang dari wakil Pro-Yani dalam Bulan Januari 1965 tersebut, telah dibunuh bersama A. Yani pada 1 Oktober 1965. Dari kelima wakil-wakil kelompok anti A. Yani, pada bulan januari tersebut kita menyaksikan bahwa sekurang-kurangnya tiga orang merupakan tokoh-tokoh yang berperan "Menumpas Gestapu" dan dalam menuntaskan pembasmian kaum yang loyal pada A. Yani Dan Soekarno. Ketiga orang itu adalah Soeharto, Basuki Rahmat dah Soedirman dari SESKOAD (Crouch, 1978 : h.81).
Jika diputar kembali menjelang tahun 1961, CIA dikecewakan oleh A. H. Nasution yang semula dianggap sebagai modal yang handal, tetapi kemudian ternyata senantiasa taat kepada Soekarno dalam berbagai kebijakan penting. Menjelang tahun 1965, kekecewaan ini sangat terasa bagi pihak yang mengoposisi Nasution, setelah keterlibatan AS di Vietnam. Hubungan antara Soeharto dan Nasution juga bersifat dingin, yang disebabkan oleh kasus pemeriksaan Nasution terhadap tindakan Korupsi yang dilakukan Soeharto pada tahun 1959. Seteleha pemeriksaan itu, Soeharto sebagai Panglima Kodam Diponegoro dipindahtugaskan.
B. Langkah-Langkah AS Menghadapi Soekarno
Banyak pejabat politik inti di Washington DC terutama dalam Direktorat Perencanaan CIA sudah lama berkeyakinan bahwa politik anti-komunis mengharuskan disingkirkannya Soekarno maupun PKI. Menjelang tahun 1961, pihak garis keras dalam politik kunci, khususnya Guy Pauker juga telah balik berlawanan dengan memorandum akhir dari pemerintahan Presiden Dwight Eisenhower yang meletakkan jabatan akan menentang rezim apapun yang berkuasa di Indonesia yang bersikap semakin bersahabat dengan Blok Timur China-Soviet, tetapi pemerintahan Kennedy sementara ini meningkatkan bantuan baik kepada Soekarno maupun AD.
Amerika Serikat tidak hanya menentang PKI di Indonesia, tetapi juga menentang semua politik pemerintahan yang semakin bersahabat dengan Blok Timur tersebut. Gejala tersebut mengharuskan AS berusaha keras mencegah kemungkinan semakin kuatnya Blok Timur China-Soviet. Catatan itu mengungkapkan apakah memo itu disetujui. Pemerintah AS sedang memanipulasi peristiwa-peristiwa yang terjadi di Negeri Laos dengan tujuan agar bisa menimbulkan alasan bagi keterlibatan AS secara lebih kuat lagi di wilayah Asia Tenggara.
Pada waktu itu, bantuan AS diakui secara terbuka, sangat terbatas pada penyempurnaan sistem komunikasi AD serta soal latihan dalam Civic Action. Justru dengan lebih banyak menggunakan sistem komunikasi baru oleh AD inilah ketimbang sistem komunikasi sipil yang telah ada ditangan kaum loyalis Soekarno, maka pada tanggal 1 Oktober 1965 Soeharto mampu melaksanakan pembasmian secara kilat terhadap kaum loyalis Soekarno ; kelompok A. Yani dan kaum kiri. Sedangkan para perwira Civic Action membentuk inti yang kokoh di kalangan perwira-perwira GESTAPU pada tingkat bawah di daerah Jawa Tengah. Akibat dari perjanjian yang dimulai dengan berlakunya UU Darurat Militer tahun 1957, namun dipercepat dengan adanya perjanjian minyak tahun 1963 yang telah dirundingkan dengan AS.
Maka terlihat peralihan yang serupa dalam lalu lintas pembayaran dari perusahaan-perusahaan minyak AS. Secara aturan Caltex dan Stanvac melakukan pembayaran lebih besar kepada perusahaan minyak yang secara de facto dikuasai AD seperti Pertamina yang direktur utamanya ialah Jenderal Ibnu Sutowo sekutu politik Soeharto. Fortune menulis, perusahaan minyak yang dipimpin oleh Sutowo memainkan peran kunci dalam membiayai operasi-operasi yang kritis dan AD tak pernah dilupakannya.
Dini hari antara 30 September - 1 Oktober 1965 Pasukan Tjakrabirawa yang dipimpin oleh Letkol Oentung Sjamsjuri menculik dan membunuh 6 orang perwira tinggi TNI AD yang dinilai sebagai penghalang utama rencana mereka untuk merebut kekuasaan negara. Pagi itu pula mereka berhasil menguasai Gedung RRI dan Gedung Pusat Telekomunikasi, dibawah todongan pistol seorang penyiar Radio RRI dipaksa menyiarkan pengumuman yang menyatakan G30S/GESTOK telah menyelamatkan negara dari usaha kudeta " Dewan Djenderal". Tengah hari mereka mengumumkan pembentukan Dewan Revolusi sebagau pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara dan pendemisioneran kabinet. Untuk menghentikan pengumuman-pengumuman yang menyesatkan rakyat itu, Panglima Tjadangan Strategi Angkatan Darat (Kostrad AD) Mayjen TNI. Soeharto yang telah mengambil alih sementara pimpinan Angkatan Darat memerintahkan pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD sekarang Kopassus) untuk membebaskan Gedung RRI Pusat dan Gedung Telekomunikasi dari penguasaan Pasukan Tjakrabirawa. Operasi yang dimulai pukul 18.30, dengan mengerahkan kekuatan satu kompi dalam waktu hanya 20 menit, RPKAD berhasil menguasai kembali kedua gedung vital itu. Pukul 20.00 tanggal 1 Oktober 1965 RRI Pusat sudah dapat menyiarkan pidato radio Mayjen TNI Soeharto yang menjelaskan adanya usaha kudeta yang dilakukan oleh Pasukan Tjakrabirawa dalam gerakan G30S.
Di tempat yang berbeda, Pasukan Tjakrabirawa berhasil menguasai Gedung RRI, Markas Korem 072 dan Mengumumkan pembentukan Dewan Revolusi di Yogyakarta pada tanggal 2 Oktober 1965. Mereka menculik Komandan Korem 072 Kolonel Katamso dan Kepala Staf Korem Letkol. Sugiyono secara terpisah. Selanjutnya kedua perwira tersebut dibawa ke komplek Asrama Batalyon L, Kentungan, kira-kira 6km disebelah utara Yogyakarta. Pada 2 Oktober 1965 dini hari keduanya dibunuh, yang pertama menjadi korban adalah Letkol. Soegiyono ia digiring ke pinggir lobang sedalam satu meter yang sudah disiapkan dan para eksekutor sudah menunggu.
Perwira TNI AD itu pun dipukul dengan konci montir dibagian tengkuk dan pukulan kedua ia pun jatuh ke dalam lubang lalu dinyatakan meninggal dunia. Selanjutnya Kolonel Katamso mengalami peristiwa yang serupa bahkan lehernya dijerat dengan seutas kawat. Kedua korban dimasukan kedalam satu lubang yang sudah disiapkan, untuk meninggalkan jejak tersebut, Pasukan Tjakrabirawa menutupi lubang tersebut dengan Pohon Pisang dan kedua jenazah tersebut baru ditemukan pada tanggal 21 Oktober 1965.
Berikut Korban Keganasan Pasukan Tjakrabirawa Pada Saat Peristiwa GESTAPU/GESTOK :
1. Jendral (Anumerta) Ahmad Yani
2. Letnan Jenderal (Anumerta) MT Haryono
3. Kapten (Anumerta) Pierre Tendean
4. Letnan Jenderal (Anumerta) S Parman
5. Mayor Jenderal (Anumerta) DI Panjaitan
6. Mayor Jenderal (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo
7. Letnan Jenderal (Anumerta) Suprapto.
8. Brigadir Polisi (Anumerta) Sutsuit Tubun
9. Kolonel (Anumerta) Katamso di Yogyakarta
10. Letnan Kolonel (Anumerta) Soegiyono di Yogyakarta
11. Ade Irma Suryani (Anak A.H. Nasution)
Sumber : Diorama Museum G30S/PKI & AS, CIA dan Penggulingan Soekarno
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.