Hot News
17 Oktober 2024

Candrika Adhiyasa: Seniman Kita Hebat, Hanya Tidak Didokumentasikan Dengan Baik



Suarakuningan - Sastrawan asal Kabupaten Kuningan, Candrika Adhiyasa, meluncurkan buku kumpulan esai terbarunya yang berjudul Amarah dan Keretakan: Esai-Esai tentang Seni, Alienasi, dan Trauma, yang diterbitkan oleh Langgam Pustaka dalam rangka merayakan delapan tahun eksistensi penerbit asal Tasikmalaya tersebut. Buku ini merupakan upaya Candrika untuk menggali lebih dalam dunia seni—baik lokal, nasional, hingga internasional—melalui tilikan filosofis yang tajam dan komprehensif.

“Judul Amarah dan Keretakan mencerminkan substansi utama dari karya-karya yang saya ulas, yang memancarkan emosi mendalam dan ketegangan sosial di balik tata artistik yang ditawarkan. Baik musik, lukisan, patung, tari, maupun bentuk seni lainnya, semuanya menyimpan narasi yang tidak selalu tampak di permukaan,” ungkap Candrika. Namun, fokus esainya tidak pada aspek formal, karena dirinya bukan seorang praktisi seni. “Saya memilih untuk meninjau karya-karya ini dari sudut pandang filosofis agar dapat lebih terhubung dengan publik, serta agar orang awam bisa lebih terlibat dengan isu yang ditawarkan oleh karya seni,” tambahnya.

Buku ini mencakup 20 esai dengan analisis beragam seniman, mulai dari pelukis Prancis Pierre-Auguste Renoir, pematung Korea Selatan Park Ki Pyung, hingga pianis Belanda Joep Beving. Di kancah nasional, Candrika mengulas ikon-ikon seperti Iwan Fals, kelompok kasidah Nasida Ria, juga puisi Taufiq Ismail dan Nissa Rengganis, sementara di tingkat lokal ia memusatkan perhatian pada seniman dari Kabupaten Kuningan seperti pelukis Asep Dheny, penari Melika Rahmawati, musisi Ofa Mohammad Mukofa, dan fotografer Udhe.

Lukisan Karya Asep Dheny

Candrika menyoroti krisis dokumentasi seni lokal sebagai masalah krusial. "Saya melihat banyak karya seni di sekitar kita yang luar biasa, tetapi jarang terdokumentasi dengan baik. Kita kerap terjebak dalam slogan keren!, namun tidak ada tindak lanjut berupa diskusi atau ulasan kritis. Selesai di sana," ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya pendokumentasian sebagai bentuk apresiasi yang berkelanjutan. Melalui buku ini, ia berharap bisa memantik gerakan diskusi, dokumentasi, dan analisis yang lebih serius tentang karya-karya lokal yang sering terabaikan.


Foto Karya Udhe

Baginya, esai-esai dalam buku ini tak hanya berfungsi sebagai media apresiasi, tetapi juga sebagai arsip penting. “Buku ini adalah langkah kecil untuk mengisi kekosongan dokumentasi yang dialami banyak seniman lokal. Karya-karya mereka sebetulnya sangat potensial, namun tanpa dokumentasi dan pembahasan yang tepat, kualitasnya sering diabaikan. Seniman kita memiliki kualitas yang bisa bersaing di kancah internasional, hanya saja mereka tidak memperoleh tempat yang layak karena minimnya dokumentasi. Ada juga permasalahan kanonisasi yang timpang, tetapi ini memang sedikit rumit.”

Candrika percaya, potensi besar seni lokal bisa muncul ke permukaan jika didukung oleh narasi kritis dan dokumentasi yang intensif. “Seniman kita hebat, tapi mereka terkurung dalam kotak yang sempit karena kita belum cukup memberikan mereka ruang dalam bentuk tulisan yang serius. Itu yang saya ingin bantu perbaiki.”



Amarah dan Keretakan memiliki ketebalan xx+349 halaman dan dapat dipesan melalui laman www.langgampustaka.com atau dengan menghubungi WA penerbit Langgam Bookish di nomor 0821-3060-9438. Buku ini diharapkan menjadi salah satu pemantik dialog yang lebih mendalam tentang seni dan pembuktian bahwa seniman lokal pun layak mendapatkan perhatian yang sama seperti seniman dari belahan dunia lainnya.

Next
This is the most recent post.
Posting Lama
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.

Item Reviewed: Candrika Adhiyasa: Seniman Kita Hebat, Hanya Tidak Didokumentasikan Dengan Baik Rating: 5 Reviewed By: SuaraKuningan