Ina Agustiani, S.Pd
(Penikmat Literasi)
Ada-ada saja memang pemangku jabatan dalam melaksanakan tugasnya. Kadang masuk akal kebanyakan diluar nalar, salah satu tugasnya dan dibayar oleh rakyat adalah mengurusi hajat hidup dan kepentingan khalayak, memperjuangkan apa yang dibutuhkannya. Mereka menyuruh rakyatnya untuk hidup hemat dan mengganti makanan pokok sehari-hari, disebabkan oleh ulahnya sendiri jual aset sana-sini, tapi yang disalahkan rakyat. Sungguh kehadiran kami dianggap beban, aneh dan heran tapi ini terjadi di negeri tercinta kita….
*
Masih dalam suasana Hari Pangan Sedunia ke-44 yang dilaksanakan beberapa pekan lalu, Provinsi Jawa Barat melakukan sejumlah kegiatan diantaranya seminar, pameran produk pangan lokal, bazar murah, lomba kreasi pangan dan lainnya. Acara ini mengusung tema “Pangan Lokal Solusi Pangan Masa Depan untuk Kemandirian Jabar”, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) yang diwakili oleh Indriantari memberikan statemen bahwa ini saatnya kita tidak tergantung lagi dengan beras untuk kebutuhan pangan harian, karena jenis karbohidrat lokal sangat banyak untuk menggantikannya.
Yang diperkenalkan sebagai pengganti nasi adalah sorgum, hanjeli (jali), ubi-ubian. Demi menjaga ketahanan pangan maka dicetuskanlah kampanye Stop Boros Pangan, dan sorgum sejenis biji-bijian yang lebih diutamakan untuk dikenalkan. Harapannya sorgum menjadi solusi makan berat masyarakat, dan sudah menjadi produk UMKM dengan olahan instan seperti tepung dan roti agar lebih praktis. Selain itu ada surat edaran mengenai food waste agar sampah dari makanan bisa digunakan untuk dijadikan manfaat. Dengan begitu mewujudkan ketahanan pangan di Jabar akan semakin mudah, ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pangan terhadap beras yang semakin sulit dan mahal harganya.
Kerawanan Pangan
Dari sisi geografis Jabar adalah provinsi terpadat di Indonesia, dampak perubahan iklim yang berpengaruh pada hasil panen, urbanisasi serta pertumbuhan penduduk meningkat. Maka untuk memastikan ketersediaan pangan supaya cukup dan terjangkau adalah tanggung jawab bersama pemangku jabatan terkait.
Jika tantangan pembangunan ini salah satu komponen utamanya tidak tercukupi yaitu konsumsi makanan pokok masyarakat, akan memunculkan kerawanan pangan. Pilar pengokoh gizi rakyat akan berakibat pada gangguan kesehatan dan tumbuh kembang anak di masa depan.
Lantas mengapa rakyat yang harus dikorbankan dengan mengubah makanan pokok dengan alasan mahal? Mengapa tidak dibuat murah lagi, negara bisa mengubah mekanisme pasar dengan kekuatan politiknya? Jadi seolah rakyat itu beban negara yang banyak berulah, banyak maunya, itulah realita di negeri yang kaya SDA ini.
Negara memframing bahwa jika konsumsi makanan pokok tidak ditangani dengan serius maka isu kerawanan pangan cepat atau lambat akan terjadi. Padahal ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, seperti tingkat produksi, sistem distribusi, pola konsumsi dan daya beli masyarakat, ketersediaan SDA, sumber dana, infrastruktur, teknologi, maupun regulasi dan kemudahan akses mendapatkannya (faktor ekonomi). Jadi bukan karena salah rakyat melainkan bagaimana pemerintah memenej sedemikian rupa agar konsumsi pangan terpenuhi.
Pengaturan urusan masyarakat dengan negara saat seperti hitungan dagang, hanya fokus pada angka capaian tanpa melihat apakah haknya rakyat telah ditunaikan atau belum. Padahal Rasulullah saw. bersabda, “Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka.” (HR Muslim).
Sistem kapitalisme telah menjadikan negara sebagai regulator saja, bukan sebagai pengayom dan penyelamat. Malah lebih condong kepada swasta dengan menyerahkan kekayaan milik umat dengan memperluas keran impor dan investasi, padahal setiap kezaliman dan kesusahan rakyat akan menjadi penyesalan abadi yang harus dibayar di alam nanti.
Hasilnya negara kapitalis berhasil menanamkan cengkraman hutangnya, SDA yang harusnya modal untuk kesejahteraan rakyat yang melimpah dikuras dikuasai asing dan segelintir kaum oligarki. Jadilah kemiskinan dan kerawanan pangan sulit diselesaikan. Bahkan daerah rawan pangan adalah yang memiliki kekayaan melimpah tiada habisnya seperti gas alam dan emas.
Islam mampu menuntaskan
Ketahanan pangan erat kaitannya kondisi suatu negara, jika mampu menjamin semua ketersediaan yang dibutuhkan dan memiliki perangkat aturan yang memberikan solusi pada semua bidang, itulah negara yang berdaulat. Dan Islam telah berabad-abad melakukannya. Tanggung jawab pada rakyat di dunia dan akhirat adalah dua dimensi yang akan selalu melekat pada siapa yang mengemban kepemimpinan dengan sistem Islam.
Penguasa akan sekuat tenaga berikhtiar agar kebutuhan rakyat terpenuhi dan hidup nyaman sejahtera, termasuk mencukupkan kebutuhan pangan. Selain itu sistem ekonomi yang jelas mengenai kepemilikan harta individu, negara, atau umum, lalu soal pengembangan harta dan pendistribusiannya. Sehingga dalam perjalanannya distribusi berjalan lancar dan faktor penghambat seperti menimbun, memonopoli, kecurangan dapat ditangani, realisasi pemerataam pembangunan serta penyelesaian pada penyelewengan amanah dapat sanksi yang tegas.
Semua teknologi dan asas industri diwujudkan dengan kemandirian ekonomi yang lahir diatas keimanan para pemimpinnya. Jadi dalam hal setiap kebijakan akan tercipta sinergitas penguasaan sektor yang melibatkan seluruh stake holder. Mandiri ekonomi, politik dalam negeri dan luar negeri berjalan, definisi negara adidaya nyata di depan mata.
Lembaga semacam bulog hanya “berbisnis pada rakyat” dalam hal layanan dengan menetapkan tarif harga yang terjangkau. Masyarakat tidak perlu dihantui ketakutan akan berpindah makanan pokok, semua konsumsi dijamin negara pemenuhannya maupun stok yang melimpah, terjamin kualitasnya, harganya murah. Kondisi masyarakat Jabar hari ini yang menanam beras pandan wangi, nyatanya 90 persen rakyatnya tidak merasakan senikmat apa beras yang diperuntukkan untuk orang yang mampu membelinya saja, sungguh kenyataan pahit bukan?
Itulah fungsi pemimpin dalam Islam, menjalankan amanah sebaik-baiknya. Islam membawa kehidupan yang dengan peradaban dan tingkat kepuasan tertinggi. Semua bisa diselesaikan dengan mekanisme dan syariat Islam. Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Wallahu A’lam.
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.