SUARAKUNINGAN (SK)
Universitas Paramadina bekerja sama dengan LP3ES menggelar diskusi publik bertajuk "Evaluasi Kritis 100 Hari Pemerintahan Prabowo Bidang Politik dan Pemberantasan Korupsi". Acara ini menghadirkan sejumlah pakar, antara lain Prof. Didik J. Rachbini (Rektor Universitas Paramadina), Ahmad Khoirul Umam, Ph.D (Kaprodi Paramadina Graduate School of Diplomacy), Dr. Hendri Satrio (Dosen Universitas Paramadina), dan Fahmi Wibawa (Direktur Eksekutif LP3ES). Diskusi secara daring ini diselenggarakan Kamis (23/1/2025) dipandu oleh Joko Arizal (Dosen Universitas Paramadina/LP3ES).
Dalam sambutannya, Prof. Didik J. Rachbini
menyoroti pentingnya fungsi DPR dalam mengawasi jalannya pemerintahan di
tengah dominasi koalisi partai politik yang mendukung pemerintahan
Prabowo. "Jika parlemen tidak menjalankan fungsinya dengan baik, maka
yang akan menjadi korban adalah demokrasi itu sendiri," ujar Didik.
Dr.
Hendri Satrio, dalam paparannya, menyatakan bahwa kondisi keuangan
negara menjadi salah satu isu utama dalam 100 hari pemerintahan Prabowo.
"Pidato-pidato Prabowo yang menyiratkan perlunya sumber dana tambahan,
seperti pengusulan pemilihan kepala daerah oleh DPRD atau amnesti bagi
koruptor yang mau mengembalikan uang, menunjukkan adanya tekanan fiskal
yang besar," jelas Hendri. Ia juga menyoroti bahwa program unggulan
pemerintah saat ini sebagian besar bersifat spending, seperti program
Makan Bergizi Gratis (MBG), sementara kebijakan yang berpotensi
mendatangkan pemasukan, seperti kenaikan PPN 12%, justru dibatalkan.
Hendri
juga menyinggung hubungan antara Presiden Prabowo dan mantan Presiden
Joko Widodo yang dianggap sangat baik, sesuatu yang belum pernah terjadi
dalam transisi pemerintahan sebelumnya. Namun, hal ini memicu spekulasi
mengenai kesinambungan program-program di era Prabowo dengan kebijakan
Jokowi.
Sementara itu, Fahmi Wibawa menggarisbawahi adanya indikasi
pemusatan kekuasaan di pemerintahan baru. "Masih terlihat jejak pengaruh
dari pemerintahan sebelumnya, dengan orang-orang lama yang masih
berperan dalam kebijakan-kebijakan strategis," ujarnya. Ia juga
menambahkan bahwa dalam bidang pemberantasan korupsi, Prabowo masih
menghadapi warisan sistem yang dianggap koruptif dari pemerintahan
sebelumnya.
"Sebenarnya Prabowo punya modalitas atau bekal, di mata
masyarakat telah timbul kesan dari idealisme Prabowo yang menganggap
korupsi itu penyakit yang sangat merusak image Indonesia." ujarnya.
Di
sisi lain, Ahmad Khoirul Umam, Ph.D, menyoroti stabilitas politik yang
berhasil dicapai dalam 100 hari pertama. "Survei Litbang Kompas
menunjukkan tingkat approval masyarakat mencapai 80,9%, namun stabilitas
ini tidak serta-merta mencerminkan kondisi ideal karena masih adanya
indikasi rekayasa politik di tingkat lokal," kata Umam.
"Di balik
stabilitas politik, terdapat indikasi rekayasa kekuasaan di tingkat
lokal, seperti banyaknya kotak kosong dalam pilkada serentak dan
meningkatnya praktik money politics. Adanya pergeseran kepentingan
politik dengan PDIP yang mengklaim diri bukan sebagai oposisi melainkan
mitra strategis pemerintah." lanjut umam.
Selain itu, diskusi juga
menyoroti berbagai kontroversi yang muncul dari jajaran menteri Prabowo.
"Banyak keputusan kontroversial, mulai dari permintaan anggaran besar
hingga insiden kecil yang berdampak besar pada citra pemerintahan,"
ungkap Hendri Satrio
Diskusi publik ini diakhiri dengan harapan agar pemerintahan Prabowo mampu melakukan langkah-langkah nyata dalam pemberantasan korupsi dan menjaga stabilitas politik yang sehat bagi demokrasi di Indonesia.(ARIEF TITO/UP/red)
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.